• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

P2GP dalam Kacamata Nawal El-Sa’adawi

Salah satu aktivis perempuan yang mengangkat isu P2GP adalah Nawal El-Sa’adawi, seorang dokter, politikus sekaligus penulis dari Mesir

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
04/03/2023
in Publik
0
P2GP

P2GP

808
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pro dan kontra tentang khitan perempuan atau P2GP masih ramai menjadi prbincangan. Perdebatan ini lebih banyak yang membawa di ranah pemahaman agama dan tradisi atau budaya daripada persoalan medis.

Salah satu aktivis perempuan yang mengangkat isu P2GP adalah Nawal El-Sa’adawi, seorang dokter, politikus sekaligus penulis dari Mesir. Nawal adalah perempuan yang terus menggelorakan feminisme di negaranya. Dia terkenal karena karya-karyanya yang dianggap kontroversi sehingga ia harus menghadapi perlakuan diskriminatif dari negaranya sendiri. Bahkan pemerintah telah memboikot seluruh karya-karyanya dan sempat menjebloskannya ke penjara. Namun keadaan tersebut tak membuatnya putus asa, karya-karyanya tumbuh subur di Negara-negara lain.

Nawal mendapat pengakuan internasional dan gelar kehormatan. Namanya harum bersama buku-bukunya yang diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa. Satu-satunya harapan adalah mendapat pengakuan dari negaranya sendiri. Dalam perjalanan karirnya di bidang kesehatan ia pernah menjabat sebagai direktur Pendidikan Kesehatan, Sekjen Asosiasi Medis, dan pemimpin majalah Health. Ia terkenal sebagai pribadi yang kritis.

Nawal sangat meyakini bahwa agama Islam merupakan agama penuh rahmat yang tidak mengajarkan kekerasan. Karyanya telah berbicara, bahwa sang penulis ingin sekali mengembalikan hak perempuan sebagai manusia seutuhnya lewat buku yang berjudul The Hidden of Eve yang terbit di Indonesia dengan judul Perempuan dalam Budaya Patriarki., Dia berbicara tentang pahitnya menjadi perempuan di lingkungan patriarki bahkan sejak perempuan masih belia. Ia mengaku pernah mengalami tindakan pemotongan klitoris di bagian kemaluannya, menurutnya itu adalah tindakan keji yang membuatnya merasakan sakit secara fisik dan psikologis.

Pengalaman Pahit Nawal

Dari pengalaman pahit masa kecil tersebut dan latar belakang keilmuannya, ia mulai bersuara lantang untuk menghentikan P2GP. Dari observasi penelitiannya, ia mengungkapkan praktek khitan perempuan tersebut bertentangan dengan aturan medis. Sebab praktik yang selama ini negaranya jalankan, terutama di desa dilakukan bukan oleh tenaga medis. Melainkan daya  dukun, dan tidak sesuai dengan  protokol kesehatan. Sehingga hal ini berdampak pada infeksi alat kelamin perempuan.

Dalam observasinya itu, Nawal berbincang dengan perempuan yang pernah dikhitan dan mereka terbukti tidak mengetahui tentang bahayanya, yang mereka tahu adalah khitan perempuan adalah sebuah perintah dari agamanya. Lalu baik untuk kebersihan dan kesucian seorang perempuan. Mereka yang telah dikhitan mengeluhkan problem yang sering mereka alami terkait kondisi fisik dan psikis. Salah satunya adalah tidak bisa merasakan nikmat saat berhubungan seksual dengan suaminya.

Baca Juga:

Khitan Perempuan: Upaya Kontrol atas Tubuh Perempuan

Membongkar Dalil Lemah di Balik Khitan Perempuan

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

Feminisme Islam dalam Pergulatan Ideologi: Konservatisme vs Modernisme

Masyarakat berkeyakinan dengan membuang bagian tertentu dari organ kelamin sangat penting dan dianjurkan karena dapat mengurangi hasrat seksual perempuan. Kontrol terhadap perilaku perempuan terutama pada hasrat libido yang ia milki seharusnya dapat dilakukan dengan ajaran dan perhatian yang penuh. Bukan malah membuang bagian tubuh yang menyisakan efek di jangka panjang. Kontrol semacam itu bersifat memaksa dan menakutkan bagi perempuan.

Perampasan Hak Perempuan

Hal tersebut juga merupakan perampasan hak bagi perempuan. Karena perempuan juga memiliki hak atas seksual dan kesehatan reproduksinya. Menurut Nawal, klitoris adalah bagian dari tubuh perempuan yang penting sebagai anugerah dari Tuhan dan keberadaannya tidak untuk kita pertentangkan.

Menurutnya, hal itu hanyalah persoalan tradisi saja. Khitan perempuan bukanlah berasal dari ajaran agama Islam. Menurut Nawal, khitan perempuan berawal dari warisan budaya umat Yahudi yang masyarakat Islam yakini adalah bagian dari ajaran agama Islam.  Menurutnya, Tradisi tersebut ada pada zaman Paraoh. Yakni zaman Mesir Kuno, di mana sunat tersebut mereka praktikkan dengan sibak suci. Di mana lubang kelamin  digembok agar tidak berhubungan seksual ketika suami mereka pergi berperang.

Dampak P2GP bagi Perempuan

Nawal telah melihat secara langsung bagaimana P2GP itu sangat berdampak. Sebagai dokter yang mengetahui betul akan pemahaman tubuh manusia. Namun Nawal sulit untuk menanamkan pemahaman tersebut, karena seringkali di zaman sekarang kita menjumpai teks-teks keagamaan yang para ulama sampaikan notabennya masyarakat pandang sebagai pemilik otoritas kebenaran yang tak terbantahkan.

Namun ia tak kenal lelah untuk terus berkampanye menghilangkan praktik tersebut hingga khitan perempuan resmi terlarang di Mesir pada tahun 2008. Meski demikian praktik tersebut masih berlanjut di desa-desa dan Nawal terus mengutuknya.

Perjuangan Nawal juga mewakili kondisi yang terjadi di Indonesia. Masyarakat Indonesia masih banyak yang melakukan khitan perempuan dengan alasan yang sama. Yaitu menghormati tradisi dan budaya. Namun, apakah tradisi menyakiti yang tidak memiliki arti harus kita teruskan terhadap tubuh perempuan?

Dari yang hanya menggoreskan kunyit hingga pemotongan klitoris beragam metode P2GP yang ada di Indonesia masih membudaya. Apapun alasannya, praktik tersebut memberikan dampak negatif bagi perempuan meski hanya menggoreskan kunyit sekalipun. Karena sesungguhnya praktik itu merupakan bagian dari simbolisasi terpotongnya hak-hak perempuan. Jadi, biarkan perempuan memperoleh hak seksualitasnya! []

Tags: Khitan PerempuanNawal El ShaadawiP2GPPraktik P2GPsunat perempuan
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Pacaran

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

30 Juni 2025
Pisangan Ciputat

Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

30 Juni 2025
Kesetaraan Disabilitas

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

30 Juni 2025
Feminisme di Indonesia

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

28 Juni 2025
Wahabi Lingkungan

Wahabi Lingkungan, Kontroversi yang Mengubah Wajah Perlindungan Alam di Indonesia?

28 Juni 2025
Patung Molly Malone

Ketika Patung Molly Malone Pun Jadi Korban Pelecehan

27 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID