Mubadalah.id – Jika merujuk pada masa Nabi Muhammad Saw tentang para perempuan yang kaya raya, maka Islam memiliki preseden yang cukup banyak tentang para perempuan yang kaya raya.
Dengan kekayaan yang mereka miliki, merekalah yang memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk kebutuhan suami dan anak-anaknya.
Dalam kasus ini, harta atau pendapatan istri lebih banyak dari yang dimiliki suami atau menjadi satu-satunya pendapatan untuk kebutuhan keluarga mereka.
Teladan yang paling kentara adalah Khadijah r.a, istri Baginda Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah saudagar kaya raya. Nabi Muhammad Saw pada usia remaja bekerja pada Khadijah r.a.
Melihat kejujuran, kebaikan, dan keindahan budi pekerti Nabi Saw, Sayidah Khadijah r.a melamar Nabi Saw yang masih berusia 25 tahun. Sementara Khadijah r.a. sudah berusia 40 tahun.
Pendapatan Khadijah r.a sebagai saudagar dan pemilik perusahaan jauh lebih banyak dibanding Nabi Saw yang pada saat itu sebagai pekerja beliau.
Pada masa-masa awal kenabian Nabi Muhammad, hampir semua kebutuhan keluarga dan dakwah mendapatkan dukungan dari harta Khadijah r.a.
Sampai harta tersebut benar-benar habis, karena boikot perekonomian dari pihak orang-orang Quraish kepada usaha Khadijah r.a.
Nama lain yang cukup terkenal di publik adalah Umm Syuraik r.a, seorang perempuan kaya raya. Harta yang ia miliki tidak hanya berguna untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Beliau juga menjadi rujukan para sahabat Nabi Muhammad Saw untuk meminta makan, minum, dan penginapan. Fathimah bint Qays r.a pernah bercerita tentang hal ini dalam sebuah Hadis (Shahih Muslim, no. 7573)
Kita juga punya nama Zainab al-Tsagafiyah r.a, istri Abdullah bin Mas’ud r.a, yang bekerja dan memiliki pendapatan yang ia gunakan untuk menafkahi keluarganya, suami, dan anak anaknya. []