Mubadalah.id – Indonesia dan Filipina adalah dua negara di kawasan Asia Tenggara yang telah memajukan agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan. Hal ini tidak terlepas dengan keterlibatan aktif dan bermakna dari masyarakat sipil. Ketika Filipina mengadopsi Rencana Aksi Nasional Women, Peace and Security (WPS) High Level mereka pada tahun 2010, Indonesia sedang dalam proses negosiasi untuk memastikan bahwa semua pihak memiliki pemahaman bersama tentang pentingnya mengadopsi Resolusi 1325 di Indonesia.
Perlu diketahui, Resolusi 1325 tidak hanya berlaku untuk negara-negara yang sedang berperang, dan konsep keamanan manusia sesuai untuk membangun masyarakat yang damai. Hal tersebut diungkap oleh Ruby Kholifah sebagai salah satu perwakilan penyelenggara side event Women, WPS High Level.
“Sebagai bagian dari tim penyusun bersama beberapa rekan lainnya. Saya percaya bahwa keputusan untuk mengadopsi dan mengkondisikan Resolusi 1325 agar sesuai dengan kebutuhan Indonesia adalah pendekatan yang tepat. Alih-alih mengeluarkan RAN WPS, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS),” kata Ruby, di Grand Ambarukmo, Selasa, 4 Juli 2023.
RAN P3AKS
Dalam RAN P3AKS disepakati tiga pilar dalam rencana aksi nasional, yaitu pertama, pencegahan, penanganan, pemberdayaan dan partisipasi. Anak-anak, khususnya perempuan, juga diakui sebagai aktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam upaya WPS.
Kedua, struktur koordinasi Rencana Aksi Nasional (RAN) mencakup tim koordinasi tingkat nasional yang seorang menteri pimpin. Ketiga, kelompok kerja yang wakil menteri pimpin, yang mencerminkan komitmen kolaborasi lintas kementerian dan keterlibatan masyarakat sipil.
Menurutnya perempuan yang juga menjabat Direktur AMAN Indonesia, peran masyarakat sipil secara eksplisit dalam RAN P3AKS. Dengan masuknya peran masyarakat sipil, pemerintah telah mengakui peran strategis masyarakat sipil dalam pencegahan, pengelolaan konflik, dan pemulihan korban. Termasuk perlindungan pembela hak asasi perempuan dan pembangun perdamaian, yang tertuang dalam RAN P3AKS.
”Keempat, pendanaan oleh negara baik pada tingkat nasional maupun regional. Semua elemen penting yang saya sebutkan, selain komitmen Indonesia terhadap demokrasi, adalah hasil dari keterlibatan masyarakat sipil selama tahap pembentukan,” ungkapnya.
Menjadi Contoh
Dengan pengalaman inklusif ini, Indonesia berada pada posisi yang tepat untuk menjadi contoh dan penggerak perubahan di ASEAN. Terutama dalam implementasi Rencana Aksi Regional tentang WPS yang ia adopsi pada 5 Desember 2022.
Sebagai bentuk dukungan dari masyarakat sipil untuk kepemimpinan terbuka Indonesia, sejumlah anggota masyarakat sipil menggelar Side Event WPS High Level, untuk memberikan pembaruan, menganalisis situasi WPS saat ini. Serta merumuskan rekomendasi.
Melalui agenda ini, bertujuan untuk memperkuat hasil dari pertemuan tinggi ASEAN tentang WPS yang pemerintah Indonesia gelar di Yogyakarta, 5-7 Juli 2023. Serta memastikan dukungan yang kuat tidak hanya dalam hal infrastruktur, ekosistem, dan dukungan keuangan untuk melaksanakan RPA WPS.
Masyarakat sipil juga memiliki kisah-kisah yang belum mereka dengar dan terungkap di kawasan. Seperti Krisis Myanmar, pelanggaran hak asasi manusia dalam migrasi, dan kekerasan berbasis gender online.
Kemudian instrumentalisasi tubuh perempuan dalam ekstremisme kekerasan, ketahanan pangan, pembatasan kebebasan berekspresi dan beragama, dan banyak lagi
”Kami berharap kehadiran tiga perwakilan pemerintah Indonesia dapat menjadi jembatan bagi masyarakat sipil untuk menyampaikan rekomendasi yang dihasilkan dari forum ini,” tukasnya. []