• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Penolakan Legalisasi Miras dan Pentingnya Habluminannas di Nusantara

Sikap bahu-membahu dan bergotong royong meredam penyalahgunaan miras lebih baik daripada sekedar berteriak mengatasnamakan Islam dan mengacuhkan saudara sebangsa lain yang berusaha melestarikan budaya mereka.

Retno Daru Dewi G. S. Putri Retno Daru Dewi G. S. Putri
15/03/2021
in Publik
0
Miras

Miras

322
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya senang sekali mengecek cerita-cerita pada media sosial yang saya ikuti. Selain melihat kegiatan-kegiatan menarik para publik figur, melihat kesibukan orang-orang yang saya kenal dapat mengobati kerinduan saya pada mereka. Akan tetapi, salah satu status yang diunggah oleh rekan kerja saya beberapa hari yang lalu membuat saya khawatir.

Rekan kerja saya ini mengunggah foto dirinya dalam sebuah twibbon yang menolak legalisasi miras yang dipaparkan pada Lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Walaupun sudah dicabut, namun isi lampiran perpres tersebut tidak hanya dikeluhkan rekan kerja saya, tetapi juga teman-teman lainnya melalui media sosial mereka.

Setelah saya perhatikan, mereka didominasi oleh orang-orang intoleran yang mengatasnamakan Islam. Hal ini membuat unggahan twibbon rekan kerja saya menjadi suatu tindakan ceroboh yang mampu membahayakan citra tempat bekerja kami. Memang betul miras beralkohol yang memabukkan tidak boleh dikonsumsi umat Islam. Tapi apakah negara ini hanya dihuni oleh penganut agama Abrahamik yang terakhir saja?

Apabila rasa semangat ingin belajar dan menambah ilmu pengetahuan diutamakan, kaum intoleran seharusnya mampu membaca tiga poin pada lampiran ketiga Perpres Nomor 10 Tahun 2021. Penanaman modal industri minuman yang mengandung alkohol, anggur, dan malt disebut pada poin ke 31, 32, dan 33. Yang menarik dari ketiga poin tersebut adalah lokasi penanaman modalnya.

Penanaman modal ketiga jenis miras tersebut dapat dilakukan di Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua. Hal ini disertai dengan catatan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Apabila rekan kerja saya, beserta kaum intoleran berkedok Islam lainnya, mau membaca sebelum protes mungkin mereka akan sadar bahwa banyak dari mereka yang tinggal jauh dari lokasi-lokasi yang disebutkan lampiran Perpres tersebut.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili
  • Toleransi dan Dialog antar Agama
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Baca Juga:

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Toleransi dan Dialog antar Agama

Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Keempat provinsi yang diberikan kesempatan untuk menanam modal baru industri miras beralkohol didominasi oleh masyarakat nonmuslim. Hadirnya minuman beralkohol seringkali menjadi bagian dari tradisi dan ritual keagamaan yang mereka miliki. Ritual di gereja Katolik, misalnya, seorang Romo akan meminum anggur sebagai salah satu prosesi Perjamuan Kudus. Sehingga protes yang diajukan semakin menunjukkan nihilnya toleransi mereka yang mengajukan protes mengatasnamakan Islam.

Selain itu, jika mau berpikir kritis, mereka yang intoleran seharusnya paham bahwa Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua memiliki kebiasaan meminum minuman fermentasi. Tuak Bali, Suak NTT, Cap Tikus dari Sulawesi Utara, dan Swansrai Papua hanyalah beberapa minuman beralkohol yang sudah mewarnai kebudayaan Indonesia sejak lama. Upacara Bhuta Yadnya di Bali dan pesta Reba Ngada di NTT adalah dua contoh dari maraknya ritual adat di Nusantara yang disertai dengan minuman fermentasi.

Dengan dilegalkannya industri minuman beralkohol, justru negara memiliki kontrol untuk melindungi masyarakat dari alkohol oplosan yang membahayakan kesehatan. Selain itu, hukum yang mengikat juga dapat ditingkatkan pengawasannya untuk meredam konsumsi minuman keras secara berlebihan.

Adapun provinsi lain yang ingin menanam modal untuk industri minuman beralkohol, Perpres yang diributkan menyatakan bahwa izin tersebut dapat diproses melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal. Proses ini dapat diteruskan apabila sudah mendapat izin dari gubernur. Apabila hal ini yang diprotes oleh kaum intoleran, mereka jelas sudah terlambat. Hal ini dikarenakan tempat makan dan toko-toko yang menyajikan dan menjual minuman beralkohol sudah dapat ditemui sejak lama di berbagai tempat terutama di kota-kota besar.

Seolah-olah hidup di dalam tempurung, sikap abai para kaum intoleran menunjukkan kurangnya pengetahuan akan dunia di sekitar mereka. Mungkin mereka lupa bahwa sebagai umat Islam, kita wajib menambah wawasan dan menuntut ilmu. Selain itu, siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699).

Habluminannas Melawan Penyalahgunaan Minuman Keras

Lampiran Perpres yang menjadi masalah sudah dicabut oleh Presiden Joko Widodo. Namun, sebagai warga negara yang sudah paham pola pikir para petinggi di Indonesia, saya rasa tindakan tersebut bisa saja dilakukan hanya untuk membungkam pihak-pihak yang protes. Toh, yang disembunyikan hanya lampirannya saja. Izin pengembangan usaha masih bisa diteruskan mengingat Perpres ini bukan satu-satunya rangkaian peraturan mengenai minuman keras yang pernah diributkan di negara ini.

Lalu bagaimana dengan kekhawatiran akan pengaruh negatif minuman beralkohol? Menurut saya, kepedulian akan sesama manusia dapat menjadi kunci redamnya konsumsi minuman keras yang berlebihan. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan pola asuh dan pengawasan masyarakat yang baik. Tanpa memandang perbedaan agama dan etnis, habluminannas harus ditegakkan untuk melawan penyalahgunaan minuman keras.

Bagi mereka yang khawatir akan pengaruh miras bagi remaja, percayalah bahwa kunci anak yang jauh dari kenakalan selalu dimulai dari pola asuh orangtua yang baik. Orangtualah yang memiliki kewajiban utama membekali anak dengan wawasan dan ilmu agama.

Kalaupun ada umat Islam yang berada di provinsi-provinsi yang memiliki kebiasaan minum minuman fermentasi, justru di situ fungsi orangtua untuk mengajarkan kepada anak-anak mengenai keberagaman. Bahwa Tuhan tidak menciptakan manusia beragama Islam saja. Ada manusia-manusia lain di sekitar mereka yang harus dihormati kepercayaan serta kebudayaannya.

Apabila ada yang bertentangan dengan agama Islam yang mereka anut, silakan hindari hal tersebut. Namun jangan sekali-kali memaksakan kepercayaan itu kepada orang lain. Karena tidak ada paksaan dalam beragama (QS al-Baqarah: 256) dalam Islam dan kita harus saling menghormati dan menegakkan kedamaian.

Selain itu, apapun agama dan latar belakang etnisnya, masyarakat harus mampu mempertegas konsumsi miras untuk keperluan adat saja. Adapun miras yang diperdagangkan haruslah dibatasi untuk pembeli yang berusia sesuai dengan ketentuan hukum. Sehingga, daripada mengandalkan pemerintah saja, masyarakat sebaiknya bersatu dalam mengendalikan penjualan serta konsumsi miras di sekitar mereka.

Sikap bahu-membahu dan bergotong royong meredam penyalahgunaan miras lebih baik daripada sekedar berteriak mengatasnamakan Islam dan mengacuhkan saudara sebangsa lain yang berusaha melestarikan budaya mereka. Keputusan pemerintah memang tidak selalu dapat diandalkan untuk kesejahteraan masyarakat secara merata. Akan tetapi, sebagai umat Islam kita diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal (QS: al-Hujurat:13). Jangan sampai pendirian kita hanya menguntungkan satu pihak saja dan menyakiti hati manusia lainnya. []

Tags: Hukum IslamkeberagamanKebudayaan IndonesiaMirastoleransiTradisi Nusantara
Retno Daru Dewi G. S. Putri

Retno Daru Dewi G. S. Putri

Daru adalah staf redaksi Jurnal Perempuan dan seorang pengajar bahasa Inggris di Lembaga Bahasa Internasional, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Anggota Puan Menulis ini memiliki minat seputar topik gender, filsafat, linguistik, dan sastra.

Terkait Posts

Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Keberkahan Ramadan, Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

31 Maret 2023
Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Kasih Sayang Islam

Membangun Kasih Sayang Dalam Relasi Laki-laki dan Perempuan Ala Islam

29 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Kehilangan Sosok Ayah

    Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist