Sudah jelas Tuhan menciptakan alam untuk di jaga . Manusia lah yang bertanggung jawab atas itu, kenapa tidak? Jelas sekali bahwa manusia adalah khalifah di bumi, dengan hidup berdampingan tanpa menindas adalah cara terbaik manusia untuk sejahtera di bumi dan juga mengantar kebaikan di akhirat kelak. Karena sesuai dalam fiman-Nya dalam QS. Albaqarah ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Indonesia adalah negara agraris, negara yang tanahnya subur dimana tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman. Kenekaragaman hayati melimpah ruah dan tak terhingga. Akan tetapi semakin modern manusia semakin lupa akan jati dirinya, menganggap remeh temeh masalah ekosistem dalam lingkungan serta menindas dengan cara megeruk sumber daya alam tanpa adanya reboisasi, dan pembasmian alam tanpa adanya konservasi.
Ekosistem adalah suatu sistem yang terjadi antar organisme yang saling berhubungan secara timbal balik dan saling memengaruhi satu sama lain. Yang artinya ada siklus mata rantai kehidupan di dalam lingkungan yang harus terjaga. Akan tetapi mengapa sekarang lingkungan semakin tercemar, polusi dimana-mana (Air, udara, dan tanah), cuaca tidak menentu, suhu bumi makin panas, air makin sulit, tanah gersang, dan yang lebih parah adalah krisis pangan yang sangat nampak terjadi di Indonesia apalagi di masa pandemi ini. Dilansir dalam cnbcindonesia.com bahwa ketergantungan ekspor bahan pangan membuat indonesia mengalami krisis pangan karena banyak negara yang melakukan pembatasan ekspor pangan ke negeri agraris ini.
Menurut Teh Nissa Wargadipura dalam Talkshow Online mengenai ketahanan pangan yang disiarkan Mubadalah tv bahwa salah satu penyebab masalah tersebut adalah akibat dari ekosistem yang rusak. Menurut beliau sistem revolusi hijau yang dikampanyekan oleh pemerintah sejak orde baru adalah salah satu sistem yang keliru, dimana pemerintah menekan para petani untuk bercocok tanam secara monokultur. Monokuktur adalah suatu sistem menanam satu jenis tanaman pada satu area lahan, contohnya satu area tanah ditanami padi saja atau kelapa sawit atau satu jenis tanaman lainnya.
Kenapa loh kok bisa sistem monokultur itu bisa merusak ekosistem? Jawabannya bisa banget, menurut pemaparan Teh Nissa Wargadipura bahwa ketika satu jenis tanaman yang di tanam pada satu area tanah garapan maka akan beresiko terjadinya pembludakan hama yang artinya bisa berakibat pada kegagalan panen.
Beliau memberikan contoh, misal satu area tanah ditanami padi saja, sedangkan padi adalah makanan tikus (hama) alhasil padi akan habis di serang tikus dikarenakan tidak adanya predator hama. Muncul pertanyaan “predator tikus kan ular?”, iya bener tapi kalo satu area hanya ditanami padi semua (monokultur) ular nggak akan betah disitu dong, karena tempat tinggal ternyaman ular ya disemak semak rimbun toh. Nah disini poin ekosistemnya, dimana setiap organisme harus ada dalam satu area perkebunan àtau persawahan.
Kemudian bagaiamana cara menjaga eksosistem itu? Menurut Teh Nissa ada cara yang bisa dilakukan dengan sistem bercocok tanam polikultur atau multikultur, yaitu suatu sistem menanam berbagai jenis tanaman pada satu area tanah garapan. Misal dalam area persawahan caranya sebagai berikut:
- Tanami area persawahan dengan berbagai jenis tanaman misal kacang kacangan, umbi umbian, sayuran dll. Fungsinya selain dari hasilnya bisa dimanfaatkan petani, tanaman tersebut bisa juga memberikan habitat baru bagi organisme dan tanah akan terjaga kesuburannya.
- Jangan babat habis rumput liar atau semak semak diarea persawahan atau perekebunan karena sudah jelas ini adalah tempat yang nyaman bagi predator hama misalnya Ular atau predator lainnya, sehingga populasi hama bisa terkontrol.
- Tanami area perkebunan atau persawahan dengan tanaman yang mengundang hama. Eits… maksudnya bukan untuk menambah jumlah populasi hama tapi agar hama tidak terfokus memakan padi, misal pinggiran persawahan ditanami pohon petai cina yang dimana buahnya nanti bisa menjadi makanan burung sehingga burung tidak akan berfokus memakan padi. Dan pohon pun mengundang burung hantu untuk tinggal, sehingga hama seperti tikus akan dimangsanya.
- Jangan gunakan pestisida berlebih karena ini dapat merusak tanah dan juga membunuh organisme yang menguntungkan bagi tanaman padi kita, misal serangga, jika tidak ada serangga maka burung akan memakan padi dan sebaliknya jika serangga ada maka burung tidak terlalu berfokus memakan padi.
Dari cara di atas ekosistem lingkungan akan terjaga dan hasilnya akan ditunai tanpa gagal panen apalagi bikin kurang kebutuhan pangan.
Oke sudah jelas di atas bahwa indonesia mengalami krisis pangan, hal ini penting bagi perempuan dan semua tanpa terkecuali laki-laki. Ada pesan dari Teh Nissa “apa yang kita makan itu yang akan kita serap dalam tubuh” ini bukan kata kata biasa tapi ini MANTRA luar biasa, kenapa dilihat dari persoalan perempuan yang semakin hari tak pernah selesai dan malah bertambah.
Salah satunya kasus kematian ibu dan bayi yang dirasa masih mengkahawatirkan. Dilansir dari tirto.id bahwa tahun 2019 kasus kematian ibu cukup tinggi dimana 305 kematian dari 1000 kelahiran. Kemudian angka kematian bayi yang masih tinggi pula seperti dituliskan dalam id.theasianparent.com bahwa penyebab kematian bayi terjadi akibat bayi dilahirkan secara prematur, infeksi selama kelahiran, dan komplikasi penyakit.
Hal tersebut selain disebabkan oleh kesehatan sang ibu kemungkinan juga disebabkan oleh kualitas sperma laki-laki yang menentukan genetika dan kesehatan sang bayi. Jadi kondisi ini memberikan bukti bahwa masih ditemui kurangnya kekuatan sumber daya dan tenaga manusia di Indonesia dalam menjaga kualitas hidupnya.
Solusinya adalah kembali pada MANTRA dari Teh Nissa Wargadipura, sumber pangan yang dikonsumsi adalah sumber energi yang menjadi potensi bagi manusia lebih sehat dan kuat. Jika manusia sehat maka kulitas hidupnya akan meningkat, ketika hal itu tercapai maka persoalan kematian ibu dan bayi akan mengalami penurunan. Tidak hanya itu, vitamin, mineral, dan zat zat dari sumber pangan yang diserap tubuh akan memberikan sumbangan besar pada kekuatan bagi sumber daya manusia. Sehingga generasi masa depan Indonesia akan semakin pintar dan cerdas serta kuat menghadapi tantangan.
Apalagi jaman sekarang yang penuh dengan tantangan teknologi dan penyebaran wabah penyakit salah satunya COVID 19, maka garda terdepan yang di butuhkan manusia adalah kesehatan dan kekuatan baik secara fisik, psikis dan intelegensi yang bersumber dari “KETAHANAN PANGAN”. []