PADA Senin, 20 Juli 2020, di tengah-tengah pandemik global COVID-19 yang sedang meningkat dan upaya Pemerintah Pusat mengkonsolidasikan segala sumber daya negeri untuk menghadapi ancaman krisis, serta menjelang HUT Kemerdekaan RI ke-75, Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) malah menyegel pembangunan bakal pemakaman sesepuh Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di lahan milik pribadi di Curug Goong, Desa Cisantana, Cigugur, Kuningan, Prov. Jawa Barat. Sungguh tindakan yang sangat ironis!
Sejumlah komunitas dan lembaga yang tergabung dalam Masyarakat Cirebon Anti Diskrimiansi berpandangan bahwa penyegelan ini adalah tindakan yang melanggar hak asasi manusia (HAM) dan melanggar hak-hak konstitusional warga negara, khususnya masyarakat adat Sunda Wiwitan. Sebab, pembangunan bakal makam sesepuh masyarakat AKUR Sunda Wiwitan adalah bagian dari ekspresi atau pengamalan beragama dan berkepercayaan atau berkeyakinan yang dilindungi oleh Konstitusi Republik Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28E ayat (1) menyatakan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.” Ayat (2): “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.”. Pasal 29 ayat (2): “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Atas dasar itulah, Bupati Kuningan Acep Purnama dan Ketua DPRD Kuningan Nuzul Rachdy sebagai aparatus negara berkewajiban untuk melindungi, memfasilitasi, dan menjaga keamanan dan keselamatan setiap warga negara untuk mengamalkan kepercayaan dan keyakinannya, termasuk pembangunan tempat pemakaman sebagai persinggahan terakhir. Warga AKUR Sunda Wiwitan sebagaimana warga negara yang lain memiliki hak yang sama untuk dilindungi, difasilitasi, dijamin keamanan dan keselamatan dalam mempersiapkan bakal pesarean sesepuhnya.
Oleh karena itu, atas nama “Masyarakat Cirebon Anti Diskriminasi” menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan adalah gugusan masyarakat yang sudah ada semenjak Indonesia belum merdeka. Masyarakat AKUR juga ikut berjuang melawan penjajah Belanda dan mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia. Oleh karena itu, keberadaannya tidak saja legal dan sah sebagai dari bagian gugusan bangsa Indonesia, melainkan juga bagian dari leluhur Nusantara yang menyanggah pilar Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika dalam bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan memiliki status, posisi, hak, dan kewajiban yang sama dengan masyarakat beragama dan kepercayaan yang lain. Kesamaan dan kesetaraan ini dijamin dan dilindungi oleh Konstitusi UUD 1945 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Oleh karena itu, masyarakat Adat AKUR Sunda Wiwitan Cigugur harus terbebas dari diskriminasi, ketidakadilan, dan peminggiran oleh siapapun atas alasan apapun. Mereka berhak untuk hidup layak, damai, aman, dan nyaman sebagaimana komponen bangsa yang lain.
3. Masyarakat Cigugur Kuningan dikenal dengan masyarakat yang damai, harmonis, dan pluralis. Pluralitas agama dan kepercayaan bisa hidup bersanding secara rukun dan damai di Cigugur. Tidak saja semasa hidupnya, melainkan setelah meninggal dunia. Di Cigugur terdapat pemakaman antaragama dan kepercayaan. Penyegelan pembangunan bakal pemakaman sesepuh Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan adalah tindakan yang menciderai kerukunan dan kedamaian masyarakat Cigugur, sekaligus bentuk pelanggaran atas hak-hak asasi manusia dan hak-hak konstitusional warga negara.
4. Dalam rangka memeringati HUT Proklamasi RI ke-75, kami menyeru kepada semua komponen bangsa, terutama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten Kuningan, untuk menjaga dan memelihara semangat kemerdekaan agar bisa dirasakan oleh semua komponen bangsa, tak terkecuali masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan. Pemerintah seharusnya berpedoman dan selalu mendasarkan tindakannya pada Pancasila dan UUD 1945, bukan pada yang lainnya. Pemerintah harus hadir untuk melindungi dan memberikan rasa aman dan keselamatan bagi seluruh segenap bangsa.
5. Sebagai wujud perlindungan atas hak-hak konstitusional warga negara, meminta kepada Bupati Kuningan Acep Purnama untuk membuka segel pembangunan bakal pesarean sesepuh masyarakat AKUR Sunda Wiwitan di Curug Goong, Desa Cisantana, Cigugur, Kabupaten Kuningan, agar pembangunan dapat dilanjutkan dan diselesaikan. Bupati Kuningan Acep Purnama dan Ketua DPRD Nuzul Rachdy berkewajiban untuk melindungi, memfasilitasi, dan memberikan jaminan atas hak dan kebebasan beragama, berkepercayaan dan berkeyakinan warga AKUR Sunda Wiwitan.
6. Mengajak masyarakat Kuningan untuk bersama-sama memperkuat kehidupan yang damai, rukun, dan harmonis yang selama ini sudah terjalin di Cigugur Kuningan, dengan saling menghormati perbedaan keyakinan, agama, dan kepercayaan berikut ragam ekspresinya. Bentuk pemakaman warga AKUR Sunda Wiwitan adalah bagian dari ekspresi kepercayaannya. Tindakan penyegelan oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan hanya akan merusak hubungan baik antaragama, antarkepercayaan, dan antarkeyakinan yang selama ini sudah terjalin dengan baik dan penuh kebersamaan di Cigugur.
7. Mengajak warga AKUR Sunda Wiwitan untuk pro-aktif dan terus menjaga silaturrahim, komunikasi, relasi, dan interaksi yang baik secara intensif dengan warga sekitar, terutama warga yang berbeda agama, kepercayaan, dan keyakinan agar bisa saling memahami sehingga tidak timbul kesalahpahaman.
Demikian pernyataan sikap ini dibuat sebagai bentuk tanggung jawab warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika demi Indonesia yang damai, rukun, adil makmur, dan sejahtera bagi semuanya.
Pernyataan sikap ini ditandatangani pada Rabu 29 Juli 2020 oleh sejumlah komunitas dan lembaga antara lain, Fahmina Institute, Institut Studi Islam Fahmina (ISIF), Jaringan Cirebon untuk Kemanusiaan (Jancuk), Cherbon Feminist, Pemuda Lintas Iman (PELITA), Media Mubadalah, Umah Ramah, WCC Mawar Balqis, Inspiration House, Caruban Nusantara, YIFOS Indonesia, Gusdurian Cirebon, dan Ma’had Aly Kebon Jambu Cirebon.(Press Release)