• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan Berpendidikan Tinggi Adalah Perintah Nabi Lho!

Bagi kaum yang berpikir, perempuan berpendidikan tinggi itu bukanlah aib, melainkan realisasi atas perintah Nabi

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
07/05/2022
in Personal
0
perempuan berpendidikan tinggi

perempuan berpendidikan tinggi

528
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perempuan berpendidikan tinggi sering menjadi hal yang diperbincangkan. Perempuan, sebagai makhluk yang dapat berdiri sendiri menjadikan hal ini terus diperjuangkan. Bahkan, salah satu tujuan diutusnya Nabi terakhir bagi umat Islam adalah untuk menyempurnakan akhlak (HR. Bukhari), terutama akhlak terhadap kaum yang kerap dipinggirkan, termasuk perempuan.

Pada masa Nabi Muhammad Saw. jumeneng, perempuan banyak dilibatkan dalam ranah publik, seperti dalam peperangan, kesehatan, ekonomi, dan juga secara sosial masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan dan kedudukan seperti halnya laki-laki juga dalam kehidupan bermasyarakat.

Secara tidak langsung, Nabi Muhammad Saw. menekankan, bahwasannya perempuan juga harus memiliki kompetensi diri dalam segala bidang, dan untuk memilikinya, perempuan harus memiliki pengetahuan dan pengalaman yang didapatkan dengan jalan pendidikan.

Perempuan berpendidikan tinggi sejatinya menekankan bahwa pendidikan tidak mengenal gender, siapapun berhak mendapatkannya, bahkan konstitusi memberikan jaminan atasnya. Pendidikan yang layak, baik, dan bermutu yang diberikan kepada perempuan tentunya memiliki banyak manfaat, tidak saja secara individu perempuan, melainkan secara luas meliputi berbagai peran perempuan dalam masyarakat.

Masyarakat kerap sangsi terhadap perempuan berpendidikan tinggi, ”ngapain sekolah tingi-tinggi, akhirnya juga nanti di dapur,” “Untuk apa sih sekolah terus, toh kalau sudah menikah nanti, perempuan harus manut sama suami,” “Jadi perempuan jangan sekolah tinggi-tinggi, nanti nggak ada laki-laki yang mau lho!.” Masih banyak lagi pernyataan-pernyataan yang didengungkan oleh konstruk sosial saat perempuan berkehendak untuk melanjutkan pendidikan yang tinggi.

Baca Juga:

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Melalui konteks agamapun, para pemuka agama kerap memberikan narasi-narasi yang memarjinalkan perempuan dengan penafsiran-penfsiran teks suci secara patriarki. “Surga istri itu ada pada ridla suami,” “Jadilah wanita yang taat pada perintah suami,” “Waris perempuan itu bergantung pada kehadiran laki-laki dalam kekerabatan,” dan masih banyak lagi.

Melalui konstruk sosial dan narasi agama yang tidak adil gender inilah yang membuat perempuan tidak dapat memaksimalkan potensi diri yang telah diberikan Tuhan YME. Perempuan selalu menjadi objek kedua dan tidak didengar suaranya.

Jika kita menggunakan narasi agama dengan seksama, justru banyak makna mendalam yang menunjukkan bahwasanya perempuan berpendidikan tinggi itu sangatlah penting. Dalam konteks masyarakat Muslim, tentu tidak asing dengan Hadis Nabi dalam Sunan Ibnu Majah yang artinya: “Dari Anas bin Malik ra. berkata, bahwasanya Rasulullah Saw. Bersabda: “Belajar, mencari ilmu itu kewajiban setiap Muslim (laki-laki dan perempuan).”

Namun, redaksi hadis ini dan serupanya tidak banyak disuarakan oleh agamawan yang kerap didengar petuahnya, namun justru ditenggelamkan, sehingga narasi agama yang berkembang di masyarakat adalah narasi-narasi misoginis yang lagi-lagi merugikan perempuan.

Hafiz Ibrahim, penyair klasik Muslim, juga menyatakan bahwa Ibu adalah madrasah atau sekolah pertama bagi anak-anaknya. Anak-anaknya ini adalah manusia yang terdiri dari perempuan maupun laki-laki yang akan menjadi diri yang merdeka sebagai manusia. Apa jadinya jika seorang Ibu tidak memiliki pendidikan tinggi dan  layak, tentunya akan mempengaruhi kualitas manusia yang dididiknya.

Maka, benar jika hancur tidaknya suatu Negara tergantung pada perempuannya, karena perempuan memiliki peran penting dalam membentuk kualitas anak bangsa yang lahir dan besar dari rahimnya yang kuat dan kasih-sayangnya yang lembut. Jika telah demikian, masihkah menganggap pendidikan yang layak, baik, dan tinggi bagi perempuan merupakan hal yang tidak penting?

Memberikan pendidikan yang layak, khususnya anak perempuan, adalah kewajiban bagi para orang tua. Dan pendidikan adalah jawaban untuk memerangi ketidakadilan yang mungkin dihadapi oleh semua manusia dalam kehidupannya.

Dengan adanya pendidikan, anak perempuan memiliki ranah pertemanan yang tidak itu-itu saja, literasi sosial dan bacaannyapun menjadi beragam. Perempuan tidak lagi dilemahkan, mereka dapat berdaya dengan maksimal dalam segala peran yang dimiliki, baik sebagai anak, ibu, istri, dan peran lainnya dalam masyarakat.

Sebagai perempuan berpendidikan tinggi, siapapun itu dalam hati nuraninya pasti menginginkan untuk memperjuangkan dan menyuarakan hak-haknya, walaupun kadang tidak terdengar. Semuanya karena kita adalah perempuan, kita adalah makhluk tunggal, subjek, dan merdeka.

Kita perempuan adalah makhluk Tuhan yang hanya menghamba kepada-Nya, bukan kepada laki-laki dan ketidak-adilan atas kita. Tidak ada lagi pendidikan yang sia-sia untuk perempuan, karena perempuan berpendidikan tinggi adalah bagian dari kodrat dan hak kita semua. Hingga pada akhirnya, bagi kaum yang berpikir, perempuan berpendidikan tinggi itu bukanlah aib, melainkan realisasi atas perintah Nabi.

Demikian artikel tentang perempuan berpendidikan tinggi. Semoga bermanfaat.[]

Tags: IbuPendidikkanperempuansekolahSunah Nabi
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID