• Login
  • Register
Jumat, 9 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Perempuan Perajut Perdamaian

Zahra Amin Zahra Amin
09/03/2020
in Publik
0
permepuan, perdamaian

sumber : pixabay.com

22
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Perempuan merupakan komunitas terbesar yang mengalami dan merasakan dampak dari bencana kemanusiaan, yang disebabkan oleh berbagai konflik yang terjadi. Padahal jelas-jelas perempuan bukanlah perwakilan dari pencetus, dan apalagi provokator dari berbagai konflik tersebut.

Masih hangat dalam ingatan kita, kasus kerusuhan yang terjadi di India, beberapa hari terakhir ini, di mana mayoritas versus minoritas agama saling bentrok, hingga dikabarkan puluhan orang meregang nyawa sia-sia.

Dan ribuan orang tak lagi punya tempat tinggal serta usaha. Masa depan bagi mereka, seumpama kabut tebal pagi hari, yang pekat dan tak nampak dalam pandangan. Tentu yang paling terdampak dari peristiwa tersebut adalah perempuan dan anak-anak.

Padahal India pernah punya Mahatma Gandhi, yang legendaris dan terkenal dengan empat ajaran gerakan perlawanan. Yakni, Satyagraha (jalan kebenaran), Ahimsa (non kekerasan), Hartal (mogok kerja), dan Swadesi (mandiri atas usaha sendiri). Mengapa kita dan mereka tidak pernah belajar dari sejarah?

Dalam tahun-tahun berikutnya paska Gandhi, India juga dianugerahi seorang Bunda Theresa, yang butir kebajikannya dirasakan oleh warga India hingga ke seluruh dunia, tanpa melihat latar belakang dan perbedaan, serta tanpa kecuali. Selama lebih dari 47 tahun, Bunda Theresa melayani orang miskin, sakit, yatim piatu dan sekarat. Mengapa kita sulit meneladani kemuliaan memanusiakan manusia tersebut?

Baca Juga:

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

Meski memang, dalam perjalanannya di tahun-tahun kemudian, betapa berat merawat perdamaian agar tetap terjaga, betapa sulit menjaga amarah agar tak menjadi sia-sia, dan menghancurkan segala yang ada. Betapa lemah kesadaran agar tetap waras dan mampu mengendalikan emosi jiwa.

Maka dari itu, banyak sekali tantangan yang harus dihadapi. Tidak hanya mulai dari diri sendiri, tetapi juga seluruh sistem kehidupan yang saling terkait. Sebagaimana yang ditulis Prof. Musdah Mulia dalam buku “Ensiklopedia Muslimah Reformis”.

Pertama, minimnya pengetahuan dan wawasan pemeluk agama terhadap ajaran agama mereka sendiri, terlebih lagi terhadap ajaran agama lainnya. Agama mengajarkan kepada pemeluknya keharusan menghormati sesama manusia, serta pentingnya hidup damai dan harmonis di antara sesama.

Jika demikian halnya, segala bentuk konflik, kekerasan dan teror yang mengatasnamakan agama hendaknya diyakini sebagai bentuk ketidakmampuan manusia memahami ajaran agamanya secara utuh. Sebab, tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan kekerasan.

Semangat keberagaman yang tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan pemahaman yang dalam dari dimensi esoteric agama, inilah yang seringkali menimbulkan sikap fanatik sempit dan fundamentalisme.

Kedua, maraknya perilaku destruktif para penganutnya, terutama dalam hal yang berkaitan dengan moralitas. Ketiga, minimnya rasa kesadaran terhadap pentingnya sikap pluralisme dan inklusivisme Keempat, kurangnya komitmen untuk menegakkan keadilan.

Lalu apa peran perempuan untuk merajut perdamaian?

Kaum perempuan sebagai bagian terbesar dari warga dunia mempunyai peran yang cukup strategis dalam penyelesaian konflik. Kelebihan perempuan dalam proses merajut perdamaian, antara lain karena dibalik sifat feminimnya, perempuan sangat potensial menjadi insiator upaya perdamaian.

Sifat feminism itu seperti penyayang, welas asih, dan mudah menerima serta memaafkan, yang bisa dimanfaatkan sebagai bentuk pendekatan baru terhadap kelompok masyarakat yang terlibat konflik. Dengan kata lain, perempuan mempunyai posisi strategis untuk meredam konflik.

Sehingga apa yang terjadi di India, atau peristiwa serupa di belahan bumi manapun, penting kiranya untuk melibatkan perempuan, mendudukannya setara dalam penyelesaian persoalan. Suara perempuan bukan lagi sekedar tangis dan rintihan yang miris serta panjang.

Tetapi suaranya lantang meneriakkan perlawanan untuk pemenuhan rasa keadilan dan kesetaraan. Karena konflik yang berkepanjangan, hingga membuat perempuan dan anak tersiksa kesakitan, itu merupakan bencana terbesar bagi kemanusiaan. Tentu saja, kita akan merindukan Mahatma Gandhi dan Bunda Theresa saat ini hadir kembali. []

Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Vasektomi untuk Bansos

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

9 Mei 2025
Vasektomi

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

8 Mei 2025
Barak Militer

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

7 Mei 2025
Jukir Difabel

Jukir Difabel Di-bully, Edukasi Inklusi Sekadar Ilusi?

6 Mei 2025
Budaya Seksisme

Budaya Seksisme: Akar Kekerasan Seksual yang Kerap Diabaikan

6 Mei 2025
Energi Terbarukan

Manusia Bukan Tuan Atas Bumi: Refleksi Penggunaan Energi Terbarukan dalam Perspektif Iman Katolik

6 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Kesaksian Perempuan

    Kritik Syaikh Al-Ghazali atas Diskriminasi Kesaksian Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saksi Perempuan Menurut Abu Hanifah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?
  • Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?
  • Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa
  • Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version