• Login
  • Register
Jumat, 19 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Perlukah Sikap Toleransi dalam Rumah Tangga? Bagaimana Caranya?

Nabi Muhammad Saw. melalui sifat wajibnya telah memberikan modal dasar toleransi dalam rumah tangga, yang dapat kita gunakan dalam menjalin semua relasi dengan baik

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
04/08/2022
in Keluarga
0
Toleransi dalam Rumah Tangga

Toleransi dalam Rumah Tangga

361
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Selama ini, jika mendengar kata “toleransi”, maka yang hadir di benak kita adalah tentang bagaimana cara bersikap saling harga-menghargai dalam ruang lingkup perbedaan suku, agama, aliran, ataupun ras yang berada dalam masyarakat di mana kita tinggal. Lalu bagaimana menerapkan toleransi dalam rumah tangga?

Hal ini yang kerap luput dari kita adalah mengaplikasikan sikap toleransi itu dalam struktur masyarakat terkecil dalam kehidupan sosial. Yakni rumah tangga. Pun keluarga terbentuk atas dua perbedaan antara suami dan istri. Bagi pasangan yang telah membicarakan visi dan misi pernikahan sebelum pernikahan berlangsung adalah sebuah keberuntungan. Sedangkan bagi yang belum, juga sebuah kesempatan untuk terus belajar bertoleransi dalam rumah tangga bersama pasangan.

Tidak semua pasangan dapat memiliki kebebasan untuk memilih dan direstui dengan siapa dia akan menikah. Terlebih di masyarakat kita yang masih kental dengan budaya patriarki. Seperti menjodohkan anak, tanpa meminta persetujuan. Maka tidak mengherankan, jika kita melihat pasangan yang tampaknya sempurna, namun pada kenyataannya menyimpan luka batin yang sulit sembuh.

Daftar Isi

    • Kesalehan tak Menjamin Bisa Bersikap Adil
  • Baca Juga:
  • Upaya-upaya Konkret untuk Mengatasi Ekstremisme Beragama
  • Benarkah Pasar Menjadi Tempat Maksiat Karena Mayoritas Pedagang Perempuan?
  • Melawan Radikalisme dengan Merawat Semangat Nasionalisme
  • Childfree: Hukum, Dalil, dan Penjelasannya dalam Perspektif Mubadalah
    • Teladan Nabi Modal Toleransi dalam Rumah Tangga
    • Tetap Berupaya Mencari Solusi
    • Bicara Terbuka dengan Pasangan

Kesalehan tak Menjamin Bisa Bersikap Adil

Seperti yang terjadi pada seorang kawan saya, ia dinikahkan dengan pria saleh yang belum terlalu ia kenal. Lagi-lagi, saleh dalam hal agama tidak dapat menjadi jaminan seseorang dapat berlaku adil kepada pasangan. Karena dalam berumah-tangga, seorang saleh atau baik adalah ketika ia dapat memperlakukan pasangannya dengan baik pula. Yakni tidak membuatnya menderita secara psikis, menangis, dan melakukan kesabaran yang tidak pasti, serta perlakuan diskriminasi lainnya.

Lagi-lagi, sebagaimana bunyi hadis yang Anas bin Malik ra. sampaikan bahwasanya Kanjeng Nabi menegaskan, pernikahan itu setengah dari ibadah, oleh karena itu, tugas bagi umat manusia yang memilih untuk menikah adalah menjadikan pernikahan tersebut sebagai ibadah yang menyenangkan, bukan hubungan yang membebankan.

Baca Juga:

Upaya-upaya Konkret untuk Mengatasi Ekstremisme Beragama

Benarkah Pasar Menjadi Tempat Maksiat Karena Mayoritas Pedagang Perempuan?

Melawan Radikalisme dengan Merawat Semangat Nasionalisme

Childfree: Hukum, Dalil, dan Penjelasannya dalam Perspektif Mubadalah

Mustahil ada pasutri yang memiliki kehidupan pernikahan yang mulus-mulus saja, semua pasutri pasti mengalami dinamikanya masing-masing. Baik yang telah mengenal dengan sangat baik, atau belum kenal sama sekali. Oleh karena itu, setiap pasangan selalu dituntut untuk selalu belajar dan mengevaluasi bersama apa-apa yang terjadi dalam pernikahan.

Kanjeng Nabi Muhammad Saw. melalui sifat wajibnya telah memberikan modal dasar toleransi dalam rumah tangga. Sikap ini dapat kita gunakan dalam menjalin semua relasi dengan baik, termasuk dalam pernikahan. Apa saja itu?

Teladan Nabi Modal Toleransi dalam Rumah Tangga

Pertama, Shidq. Dalam menghargai pasangan, kita dituntut untuk dapat berkata jujur, benar, apa adanya, dan terbuka. Jika sudah menikah, pasangan adalah bagian dari diri kita yang lain. Sudah bukan saatnya kita menutupi suatu hal kepada pasangan, terlebih itu adalah suatu hal yang penting. Dengan tidak menyembunyikan apapun dari pasangan, secara tidak langsung kita menghargai dirinya, yang sama pula dengan menghargai diri kita sendiri.

Dengan berkata jujur dan benar, kita memberikan ruang kepercayaan yang luas untuk pasangan. Jujur di sini tidak selalu tentang hal-hal suka, namun juga hal-hal duka. Sehingga setiap pasangan dapat menanggung suka dan duka bersama. Ttidak ada salah satu pihak yang merasa terabaikan dan tidak dihargai.

Kedua, Amanah. Amanah atau dapat terpercaya dapat juga kita artikan sebagai sikap bertanggung-jawab. Guna menghargai pasangan, siapapun itu tertuntut untuk saling dapat bertanggung-jawab. Misalnya dalam kasus mencari nafkah, apakah itu suami, istri, atau bersama-sama. Keduanya harus benar-benar bertanggung-jawab atas kesepakatan itu.

Bukan besar-kecilnya nominal nafkah yang kerap menjadi konflik dalam rumah tangga, melainkan sikap tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Kita sering melihat banyak pasangan yang adem ayem walaupun dalam kondisi yang pas-pasan.

Jika kita cermati lagi, ternyata kelebihan mereka adalah adanya kesalingan tanggung jawab penuh dalam pernikahan. Sehingga hasil yang didapatkan sudah merupakan hasil yang maksimal, kedua pihak mensyukurinya, dan masing-masing dapat saling menghargai.

Berbeda jika tidak ada sikap tanggung jawab yang konsisten, pasangan akan merasa tidak dihargai, tidak diperjuangkan, dan tidak ada artinya. Tanggung jawab di sini meliputi segala hal, baik yang berhubungan dengan materi maupun imateri, sehingga kedua belah pihak harus dapat saling menjaga dan dapat dipercaya.

Tetap Berupaya Mencari Solusi

Ketiga, tabligh. Sampaikan saja semua yang kamu rasa dan pikirkan! Banyak pihak yang merasa sulit untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan kepada pasangan. Pasangan cenderung cuek, tidak mau tahu dan perduli. Sehingga banyak suami atau istri yang tertekan akibat sikap yang demikian. Jangan berhenti berusaha, jika sulit dengan berbicara langsung. Gunakan media lain untuk mengungkapkan dan tetap berbicara, entah itu dengan menggunakan pesan telefon, ataupun menuliskannya di secarik kertas.

Walaupun tidak langsung memberikan respon yang signifikan, setidaknya pasangan mengetahui apa yang sedang kita rasakan, daripada kita diam tanpa melakukan apapun. Dan ‘tak lupa, ajak dia juga untuk melakukan hal yang sama, yakni menyampaikan dan berkata jujur atas apa yang dia rasakan, apa yang dia harapkan, dan apa yang dia inginkan atas diri kita.

Sekecil apapun itu, tidak hanya tentang masalah dapur, anak, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya, tentang perasaan yang sedang kita alamipun, masing-masing pihak harus dapat menyampaikannya dengan terbuka kepada pasangan. Untuk apa, agar pasangan dapat mengetahuinya, karena tentang perasaan adalah sesuatu yang ada dalam hati, bagaimana pasangan dapat mengetahuinya jika kita tidak berbicara yang sesungguhnya.

Keempat, fathonah. Ini adalah kunci utama dalam mengurai konflik rumah tangga, dan menjadi keistimewaan kita sebagai manusia untuk mensyukuri anugerahnya. Yakni kita harus memiliki strategi yang terproses dengan kecerdasan akal yang kita miliki. Saat mengalami dinamika rumah tangga, kita tidak seharusnya bersabar dengan cara berdiam diri dan meratap. Tetapi harus kita sertai dengan usaha yang menuju kepada terselesaikannya suatu masalah.

Bicara Terbuka dengan Pasangan

Sudah saatnya kita berfikir, memikirkan apa masalah yang kita hadapi, bicarakan bersama pasangan dengan terbuka dan rasa tanggung jawab, kemudian pikirkan bagaimana cara menyelesaikannya. Namanya pernikahan, tidak bisa kita menyelesaikan semua masalah secara sendiri-sendiri, semuanya harus bersama pasangan.

Salingers, sudahi galau dan sedihmu, yuk bangkit dan usahakan empat hal ini benar-benar ada dalam relasi pernikahanmu! Supaya, tidak ada lagi relasi toksik antara diri kamu dan pasangan. Sudah saatnya kita semua berbahagia! Bagaimanapun proses awal kita semua menikah, itu adalah bagian dari takdir yang tidak dapat kita ubah.

Tugas kita bukanlah untuk menyerah, melainkan terus belajar bersama dengan kepastian arah. Karena ini rumah tangga milik kita, rumah tangga yang kita yakini sebagai salah satu bentuk ibadah yang kita lakukan secara lillah. Semoga kita semua dapat meng-upgrade kualitas hubungan kita dalam berumah-tangga yang baik dengan pasangan, sehingga doa-doa yang dipanjatkan atas kita saat menikah (sakinah, mawaddah, dan rahmah) dapat terwujud dan membahagiakan kita semua.  Aamiin. []

Tags: istrikeluargapasanganrumah tanggasuamiSunah Nabitoleransi
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Childfree

Childfree: Hukum, Dalil, dan Penjelasannya dalam Perspektif Mubadalah

17 Agustus 2022
Hubungan Seksual

Nasehat Para Ulama dan Dokter tentang Hubungan Seksual yang Sehat

16 Agustus 2022
Bahaya Pernikahan Anak

6 Bahaya Pernikahan Anak bagi Anak Perempuan

15 Agustus 2022
Berbagi Suami

Ini Bukan tentang Drama Berbagi Suami, Tapi Nyata Ada

13 Agustus 2022
Akad Nikah

Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

10 Agustus 2022
Harga Mahar

Bagaimana Kita Bisa Menakar Harga Mahar?

8 Agustus 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nyai Ida

    Nyai Ida Nurhalida : Perempuan Merdeka itu Jadi Agen Pembangunan Bangsa dan Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Rahmi Kusbandiyah : Perempuan Merdeka itu Bebas yang Bertanggung Jawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Memuliakan Perempuan dan Anak di Hari Asyura’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Upaya-upaya Konkret untuk Mengatasi Ekstremisme Beragama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Mufliha : Perempuan Merdeka itu Memiliki Otonomi Diri sebagai Makhluk

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar dari Film Asa; Merdeka Dari Kekerasan Seksual
  • Nyai Rahmi : KUPI harus Lakukan Terobosan Baru Dalam Berbangsa dan Bernegara
  • Ketika Nawaning Menjadi Tumpuan Harapan Perempuan Indonesia
  • Kisah Inak Sahnun dan Pesan Moral Tentang Kemerdekaan
  • Memaklumi Kekerasan dalam Pacaran Atas Nama Cinta, Patutkah?

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist