Ada seorang mahasiswa bertanya begini: dalam ayat 3 surat an-Nisa:
وان خفتم ألا تُقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع فإن خفتم ألا تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ذلك أدنى ألا تعولوا
sering dijadikan dalih sebagai anjuran poligami meskipun terdapat kontradiksi karena izin poligami tersebut masih bersyarat “adil” yang jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka jalan terbaik yang harus ditempuh ialah monogami.
Bahkan dalam surat yang sama ayat 129 tedapat pernyataan yang lebih tegas,
ولن تستطيعوا أن تعدلوا بين النساء ولو حرصتم فلا تميلوا كل الميل فتذروها كالمعلقة وإن تصلحوا وتتقوا فإن الله كان غفورا رحيما
Bahwa sangat sukar sekali bagi seseorang untuk berbuat adil. artinya, dengan menggabungkan antara dua ayat di atas sebenarnya poligami tidak diajurkan oleh syariat.
Apakah ada konsekuensi hukum yang diterima bagi perempuan yang menolak anjuran poligami, karena merasa “mu’allaqoh” dan suaminya tidak akan mampu berbuat adil? Jika tidak ada konsekuensi, maka bagaimana kami harus menjawab secara ilmiah?
Jawaban saya, perkawinan itu adalah hak. Bukan kewajiban. Hak laki-laki dan hak perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk kawin atau tidak kawin. Atau, juga hak untuk cerai atau tidak cerai dalam ikatan perkawinan.
Perkawinan sendiri adalah ikatan perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalidhan) antara dua hak laki-laki dan perempuan yang berpadu. Ada titik temu yang disepakati, yaitu hidup bersama dalam satu atap rumah tangga.
Tentu saja dalam hidup bersama ini, laki-laki dan perempuan bisa saling memberi dan menerima, baik dalam dalam hubungan cinta dan seksualitas, maupun hubungan material.
Kesalingan (mubadalah) adalah relasi yang adil untuk menjalin dua subjek yang saling mencinta (mawaddah dan rahmah) guna menggapai kehidupan yang tenang, damai, dan bahagia (sakinah).
Dalam ikatan perkawinan pun laki-laki dan perempuan masih berhak untuk mengajukan syarat-syarat, termasuk syarat untuk tidak dipoligami bagi perempuan, atau syarat lain yang disepakati bersama.
Di sini jelaslah, perempuan berhak untuk menolak ajakan poligami dari suaminya. Jika suami tetap melangsungkan poligami, maka perempuan berhak untuk minta cerai atau menceraikan suaminya.
Semuanya dilindungi oleh hukum, baik hukum fiqh maupun hukum positif. Wallahu’am bish-showab.[]