Mubadalah.id – Setiap orang yang menikah tentunya memiliki tujuan masing-masing, bisa jadi secara materiil, sosial, spiritual atau bahkan psikologikal. Seorang laki-laki yang menikahi perempuan yang ia sukai, berharap akan merasa tenteram (sakinah) dengannya, begitupun sebaliknya, nyaman untuk memadu kasih (mawaddah wa rahmah), dan dengan demikian akan menjadi harapan lebih mudah mencapai bahagia di dunia.
Kemudian agama kita (Islam) melegalkan pernikahan dengan beberapa orang istri, secara lafaz/harfiah memang disebutkan dalam Q.S. an-Nisaa’ ayat 4. Ini yang kemudian menjadi masalah sebab banyak manusia yang menyatir potongan ayat-ayat guna kepentingan personal bahkan berdasarkan nafsu yang tanpa didasari ilmu.
Harus kita tanamkan betul dalam diri bahwa Islam hadir untuk mengembalikan harga diri para perempuan yang mana dulu dianggap sebagai bukan bagian dari manusia. Islam hadir membawa cahaya perdamaian dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan dalam berbagai lini kehidupan. Islam adalah agama yang mencakup pesan rahmatan lil ‘alamin. Ia hadir sebagai rahmat untuk sekalian makhluk Tuhan.
Jika kita baca secara teliti dan memahami kaidah bahasa Arab, maka akan ditemukan kata ganti “ha” di Q.S. an-Nisaa’ ayat 4 itu yang secara literal bermakna tunggal. Hal yang sama diulang pada Q.S. an-Nisaa’ ayat 129 yang memakai kata ganti tunggal yang kemudian ditafsirkan bahwa menjaga, merawat dipersembahkan untuk seorang saja. Ini bentuk pengalihan Alquran yang sengaja ingin menegaskan bahwa ketenteraman dan kedamaian berpasangan ideal ada pada pernikahan tunggal atau monogami.
Pada surat an-Nisaa’ ayat 3 dalam penyebutan dua, tiga dan empat pada hakikatnya adalah dalam rangka tuntutan berlaku adil kepada anak yatim. Sebagaimana ayat ini tidak mewajibkan poligami atau bahkan menganjurkannya, ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami dan itu pun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh orang sangat amat membutuhkan, dan dengan syarat yang tidak ringan.
Tidak juga dapat dikatakan bahwa Rasul saw. menikah lebih dari satu kali, dan pernikahan semacam itu hendaknya diteladani, karena tidak semua apa yang dilakukan Rasul perlu diteladani, sebagaimana tidak semua yang wajib dan terlarang bagi beliau, wajib dan terlarang pula bagi umatnya. Bukankah Rasul saw. antara lain wajib bangun salat malam dan tidak boleh menerima zakat? Bukankah tidak batal wudu bagi beliau meskipun tertidur?
Jikalau kita ingin meneladani pun, bahwa semua wanita yang beliau nikahi, kecuali Aisyah ra. adalah janda-janda dan yang kesemuanya untuk tujuan menyukseskan dakwah atau membantu dan menyelamatkan para wanita yang kehilangan suami mereka di medan juang dan mereka bukanlah wanita yang dikenal memiliki daya tarik yang memikat dan memiliki tubuh semampai aduhai.
Berlawanan dengan kondisi dewasa ini, yang mana poligami didominasi oleh sebab pemuasan nafsu makhluk yang bernama laki-laki. Dan bisa dikomparasikan, laki-laki di zaman ini mana yang mau berpoligami dengan para janda, yang terjadi justeru sebaliknya.
Tak elok kiranya apabila firman Tuhan kita salah artikan terus-menerus di era zaman yang sudah banyak wacana bahkan tafsiran berkembang yang menjabarkan dengan berbagai analogi yang sangat mudah untuk dipahami bahwa poligami bukanlah solusi atas permasalahan yang terjadi di ranah berumah tangga. Sejatinya bertauhid, maka kita hanya setia pada yang satu, yaitu Tuhan.
Mempercayai sepenuhnya hanya pada Dia, menyerahkan hidup dan mati hanya kepada-Nya. Dan tidak bisa sama sekali kita menempatkan di hati yang sama untuk Tuhan lain selain-Nya, dan hal ini sangat masuk akal apabila dimulai dengan mengagungkan monogami dan menjauhkan dari berpoligami.
Sebagaimana semua benda yang berpasangan, itu hanya ada kanan-kiri. Laki-laki-perempuan dengan perbandingan 1:1. Sandal, sepatu, siang-malam, bahkan Allah telah dengan indah menganalogikan keberpasangan itu dalam organ-organ tubuh kita.
Maka sekiranya tulisan ini dapat mewakili bahwa sejatinya berpasangan yang mengundang sebenar-benarnya makna sakinah mawadda wa rahmah atau pernikahan ideal adalah pada pernikahan monogami. Semoga ke depan pelintiran ayat-ayat senada tidak lagi terjadi hanya karena kepentingan materi dan birahi. Pilih dan setialah kepada yang satu, sebab Tuhan pun cemburu apabila kau duakan. []