• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Pro-Kontra Ekspresi Seni, Mengapa Hanya Perempuan yang Tersudutkan?

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
20/05/2020
in Publik
0
212
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Beberapa hari yang lalu saya melihat postingan yang berasal dari salah satu fanpage di media sosial Facebook. Di dalam video tersebut, Si Pembuat video mengulas tentang fenomena tik tok dan ekspresi seni yang sedang menjamur. Alih-alih sebagai pengingat dan nasehat, namun sayangnya ia hanya menyudutkan kaum perempuan saja, padahal pengguna tik tok mencakup laki-laki dan perempuan di seantero negara.

Tik tok merupakan bagian dari ekspresi seni yang dilakukan banyak kalangan, di dalamnya terdapat tiga komposisi seni berupa musik, nyanyian, dan tarian. Ketiga hal ini bukanlah hal baru, seni telah muncul sebelum ajaran Islam hadir di dunia. Ia telah membaur serta menyatu ke seluruh ruang aspek kehidupan.

Namun pro-kontra ekspresi seni seringkali masih diperdebatkan di kalangan umat muslim. Seperti yang terjadi di beberapa pesantren yang saya temui, mereka tidak menggunakan bahkan mengharamkan alat musik dan instrumen musik tertentu.

Timbulnya perbincangan hukum halal-haram musik ini berawal dari instrumennya.Ulama empat madzhab mengharamkan alat musik selain rebana. Alasan mereka, karena yang termaktub dalam nash hadist yang menghalalkan alat musik itu hanya nama alat musik rebana. Sehingga mereka menetapkan hukum ‘haram’ terhadap instrumen selain rebana.

Namun ketetapan hukum haramnya instrumen selain rebana masih belum disepakati jelas. Oleh karena itu, ulama kalangan madzhab Syafi’i, utamanya Imam Ghazali secara argumentatif menetapkan ciri-ciri khusus bagi alat musik yang haram dimainkan dan didengarkan. Formulasi tersebut ditetapkan untuk alat-alat musik yang biasa digunakan oleh pemabuk dan orang-orang fasik di tempat mesum dan menjadi simbol kemaksiatan, yakni alat musik berdawai, semua jenis seruling, dan kendang.

Baca Juga:

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Imam Ghazali secara argumentatif mengharamkan ketiga jenis alat musik tersebut dengan alasan kondisional kasus yang terjadi pada zamannya. Alasan tersebut lantas disanggah oleh Imam Az Zabidi yang menegaskan bahwa keharaman alat musik tidak bisa dijustifikasi dengan alasan-alasan kondisional atau temporal yang terjadi pada masa Imam Ghazali.

Lain dengan Imam Ibn Hazm, bicara soal hukum musik, ia berbeda dengan mayoritas ulama empat madzhab. Ibnu Hazm menghalalkan seluruh jenis instrumen musik. Pijakan suara mayoritas adalah penafsiran tekstualitas ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Namun menurut Ibn Hazm di dalam Al-Qur’an tidak ada satu pun dalil secara redaksional yang menyatakan keharaman gitar, seruling, kendang, dan sejenisnya. Jika pun ada, dalil tersebut hanya berupa penafsiran yang bersifat universal, atau berupa hadist-hadist dha’if yang validitas dan kredibilitasnya masih diperdebatkan ulama.

Pendapat mayoritas ulama empat madzhab yang mengharamkan seluruh alat musik selain rebana secara argumentatif mengambil dari pemahaman Lahwa al-Hadist (Perkataan yang tidak berguna) pada surat Lukman ayat 6. Adapun hikmah larangannya karena alat tersebut dapat melalaikan kewajiban dzikir pada Allah, menjauhkan seseorang dari ajaran Al-Qur’an, dan dapat menyesatkan jalan menuju agama Allah.

Imam Ibn Hazm meluruskan kesalahpahaman dalam interpretasi terhadap ayat ­lahwa al hadist tersebut tidak merujuk pada alatnya, akan tetapi pada aktifitasnya. Segala jenis apapun jika digunakan untuk menyesatkan maka masuk dalam kategori lahwa al-hadist.

Begitupun sebaliknya, jika alat musik digunakan untuk menghibur diri sendiri, menghilangkan stress, menurunkan ketegangan berfikir, atau dijadikan sebagai sarana untuk menguatkan diri saat beribadah pada Allah, maka alat musik apapun itu halal dan boleh.

Jadi dalam masalah penggunaan alat musik, hukumnya tergantung pada niat orang yang menggunakan instrument tersebut. Bahkan jika diteliti lebih lanjut, sebenarnya ulama yang menghalalkan hiburan musik dan yang mengharamkannya ini tidak ada kontroversi yang substantif, sebab yang menjadikan fatwa kedua kubu ini tidak sama adalah sudut pandang yang berbeda.

Ulama yang menghalalkan itu memandang esensitas hiburan musiknya saja, sedangkan ulama yang mengharamkan hiburan musik meninjau faktor-faktor eksternalnya, yaitu banyaknya kemaksiatan yang diakibatkan oleh seputar dunia hiburan musik dan entertainment. Namun jika faktor-faktor eksternal ini tidak ada, maka hiburan ini menjadi sah-sah saja.

Hal ini juga berlaku dengan hukum menari, pada hakikatnya tidak ada larangan oleh syariat Islam dalam hal menyanyi dan menari. Selama aktifitas ini tidak menimbulkan kemaksiatan atau menjadi penyebab timbulnya aktifitas haram di luar esensitas tariannya. Jadi keharamannya ditimbulkan dari faktor lain yang ada di luar tarian dan nyanyian tersebut.

Dalam kritik-kritik dunia hiburan dan ekspresi seni, seringnya hanya perempuan yang menjadi sorotan. Perempuan selalu dianggap sebagai sumber fitnah dan penabar pesona bagi lawan jenisnya. Padahal bukan hanya perempuan, laki-laki juga berpotensi menjadi sumber fitnah bagi lawan jenisnya. Tidak sedikit para aktor dan penyanyi laki-laki yang digandrungi fans fanatiknya. Mereka pun memiliki pesona yang bisa menjadi sumber fitnah.

Maka tidak adil rasanya jika hanya perempuan yang dipermasalahkan dalam panggung seni dan ekspresi lainnya. Seperti yang telah dijelaskan di atas, setiap orang baik laki-laki dan perempuan boleh mengekspresikan diri dalam seni, baik memainkan alat musik, menyanyi, dan menari selama hal-hal tersebut tidak menyalahi nilai-nilai dari ajaran agamanya.

Demikian juga sebaliknya. Jika ekspresi seni itu mengandung segala hal yang bertentangan dengan nilai agama, maka sebaiknya untuk tidak melakukannya, dan ini berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan. []

Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Admin Media Sosial Mubadalah.id

Terkait Posts

Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Poligami atas

    Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID