• Login
  • Register
Minggu, 11 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Proyeksi Suram Perempuan Afghanistan Usai Taliban Kembali Berkuasa

Tindakan Taliban yang bermuka dua ini sejatinya sudah dikhawatirkan Rasul sejak dulu. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ath-Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, “yang paling aku takuti atas kamu sesudah aku tiada ialah orang munafik yang pandai bersilat lidah.”

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
20/08/2021
in Publik, Rekomendasi
0
Perempuan

Perempuan

249
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Seorang novelis kelahiran Kabul, Afghanistan, Khaled Hosseini pernah menyampaikan, “tanpa partisipasi aktif perempuan di segala bidang, membangun kembali Afghanistan sepertinya akan teramat sulit.”

Mubadalah.id – Kecemasan Khaled tersebut kini menggaung lagi usai Afghanistan dikuasai oleh Taliban beberapa hari lalu. Fakta yang tentu mencengangkan dunia, setelah hampir 20 tahun diduduki oleh militer Amerika, Taliban berhasil memporakporandakan pemerintahan yang tengah berkuasa.

Kekhawatiran tersebut makin terasa di ruang-ruang publik, seperti pasar dan sekolah. Hari-hari setelah Taliban menunjukkan pengaruhnya, banyak perempuan yang memilih berdiam di rumah, dibandingkan mengambil risiko untuk keluar dan berhadapan langsung dengan pasukan yang dalam Bahasa Pashtun, berarti kaum pelajar itu.

Kondisi ini dengan jelas menggambarkan bahwa kehadiran Taliban belum memberikan angin segar bagi pemenuhan hak-hak masyarakat, utamanya kaum perempuan di sana. Bagaimana tidak, periode terakhir ketika mereka menguasai pemerintahan, yakni pada tahun 1996-2001, Taliban memberlakukan berbagai hukum Islam esktrem bagi para warganya. Tak hanya melarang musik dan televisi yang dianggap sebagai sumber kemaksiatan.

Mereka juga memandang perempuan sebagai warga kelas dua. Tak ayal berbagai larangan dibuat untuk memarjinalkan kaum hawa: mulai dari larangan keluar rumah tanpa muhrimnya, diharuskan mengenakan burqa yang menutup wajah hingga ujung kaki, tidak memperbolehkan kaum perempuan bekerja, hingga anak perempuan dicegah untuk mengenyam pendidikan. Kesemuanya tidak hanya meniadakan partisipasi perempuan, tapi juga akan lebih jauh menghilangkan semua progress yang telah dicapai selama dua dekade terakhir.

Meski dalam beberapa kesempatan konferensi pers perwakilan dari Taliban menyatakan bahwa mereka tidak akan membatasi hak-hak perempuan, dan berjanji akan menerapkan hal yang sama seperti pemerintahan sebelumnya. Realita yang terjadi di masyarakat nyatanya seperti jauh panggang dari api, atau sangat bertolak belakang. Usai juru bicara Taliban, Zabihullah Majid berdialog dengan pembawa berita TV nasional, tak lama kemudian kolega perempuannya Khadija Amin menyampaikan bahwa ia justru didepak dari kantor beritanya oleh perwakilan Taliban, “saya ini jurnalis. Bagaimana bisa saya dilarang bekerja?! Apa yang harus saya lakukan nanti?”

Baca Juga:

Perempuan Bekerja, Mengapa Tidak?

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

Masih dengan nada sendu, ia memprihatinkan bagaimana nasib para perempuan selepas Taliban merebut kekuasaan, “generasi muda tak akan bisa maju. Kami telah kehilangan semua hal setelah 20 tahun berusaha bangkit dari keterpurukan. Taliban sekarang tak ubahnya Taliban yang dulu. Mereka tak berubah banyak.”

Khadija ternyata tak sendiri meratapi kondisi negerinya. Banyak guru-guru yang mengajar di daerah juga telah menggelar perpisahan dengan murid-murid perempuan mereka. Sebab, dalam kamus Taliban, perempuan dilarang keluar rumah tanpa adanya mahram. Jika ketahuan, mereka bisa saja mendapatkan hukuman. Dan hal itu berdampak pada banyak mahasiswi yang kini menempuh studi di Universitas Kabul. Mereka terancam tak bisa kemana-mana karena mereka tak memiliki sanak keluarga laki-laki yang tinggal di wilayah yang sama.

Bahkan, merujuk pada pernyataan salah satu profesor di Mazar-i-Sharif, beberapa perempuan yang pergi ke pasar dipaksa kembali ke rumah karena pergi tanpa didampingi oleh kerabat laki-laki mereka. Ini tentu merupakan kemunduran besar usai perjalanan panjang memperjuangkan hak-hak perempuan di negara republik tersebut.

Yang memprihatinkan, di beberapa daerah ternyata masih banyak kasus pasukan Taliban yang tak segan-segan mempertontonkan kekerasan. Di wilayah utara Afghanistan, mereka bahkan tega menembak Najia (bukan nama sebenarnya), seorang janda yang menjual susu keliling untuk menghidupi anak-anaknya. Kejadian naas itu berawal dari ketidaksanggupan Najia untuk memenuhi permintaan Taliban untuk memasak bagi sekelompok tentara mereka yang berjumlah 15 orang, “saya ini miskin, tak punya apa-apa. Bagaimana bisa saya memasak untuk kalian?”

Alih-alih pergi meninggalkan Najia, mereka justru menyiksa Najia hingga terkapar. Teriakan anak perempuannya sempat menghentikan aksi bengis mereka. Namun sayang, perempuan kepala keluarga ini akhirnya harus meregang nyawa karena kondisi luka parah akibat dipukuli dengan kejam.

Yang menyedihkan, desa tempat tinggal Najia didiami oleh banyak janda yang ditinggal mati suaminya akibat konflik dengan Taliban. Kini dengan patrol Taliban yang masif ke seantero negeri, mereka yang dulu berjualan di pasar kini didera ketakutan sebab tentara Taliban melarang mereka melanjutkan aktivitas seperti biasa. Salah satu dari mereka bahkan hanya bisa meratap, “kami tak punya laki-laki yang bisa menjadi tulang punggung keluarga. Lalu, apa yang harus kami lakukan (untuk tetap hidup)?”

Mendengar kecemasan berat yang mendera banyak perempuan di Afghanistan tentu kita semua turut skeptis terhadap janji-janji manis pada kaum hawa yang perwakilan Taliban terus suarakan. Apalagi, justifikasi mereka selalu membawa-bawa topeng agama. Padahal dalam realitanya justru jauh sekali dari nilai-nilai dan ajaran Islam.

Tak usahlah jauh-jauh menyebut peraturan yang mereka buat, sokongan dana pergerakan mereka saja bersumber dari tindakan haram: produksi opium, perdagangan dan penyelundupan narkoba, pemerasan, penculikan, serta pembajakan. Kalau sudah begini, bagaimana bisa mereka mendaku ingin menegakkan syariat Islam ketika apa yang mereka sendiri lakukan saja sudah selayaknya menerima hukuman berat?

Tindakan Taliban yang bermuka dua ini sejatinya sudah dikhawatirkan Rasul sejak dulu. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ath-Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, “yang paling aku takuti atas kamu sesudah aku tiada ialah orang munafik yang pandai bersilat lidah.”

Kecakapan petinggi Taliban untuk menuai simpati publik rasa-rasanya butuh perjuangan panjang, apalagi apa yang mereka sampaikan ternyata langsung habis di ujung lidah, tanpa ada implementasi nyata. Oleh karenanya, kita sebagai sesama umat muslim perlu memanjatkan doa bersama agar para perempuan di sana dapat meraih kebebasan seperti dulu kala. []

Tags: AfghanistanislamPeradaban IslamPerdamaian DuniaperempuanPolitik GlobalSejarah DuniaSyariat IslamTaliban
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Hari Raya Waisak

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

10 Mei 2025
Neng Dara Affiah

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

10 Mei 2025
Vasektomi untuk Bansos

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

9 Mei 2025
Vasektomi

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

8 Mei 2025
Barak Militer

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

7 Mei 2025
Jukir Difabel

Jukir Difabel Di-bully, Edukasi Inklusi Sekadar Ilusi?

6 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bekerja adalah

    Bekerja adalah Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tidak Ada Cinta bagi Arivia
  • Menyusui adalah Pekerjaan Mulia
  • Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak
  • Bekerja adalah Ibadah
  • Merebut Tafsir: Membaca Kartini dalam Konteks Politik Etis

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version