• Login
  • Register
Jumat, 31 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Proyeksi Suram Perempuan Afghanistan Usai Taliban Kembali Berkuasa

Tindakan Taliban yang bermuka dua ini sejatinya sudah dikhawatirkan Rasul sejak dulu. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ath-Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, “yang paling aku takuti atas kamu sesudah aku tiada ialah orang munafik yang pandai bersilat lidah.”

Hasna Azmi Fadhilah Hasna Azmi Fadhilah
20/08/2021
in Publik, Rekomendasi
0
Perempuan

Perempuan

218
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Seorang novelis kelahiran Kabul, Afghanistan, Khaled Hosseini pernah menyampaikan, “tanpa partisipasi aktif perempuan di segala bidang, membangun kembali Afghanistan sepertinya akan teramat sulit.”

Mubadalah.id – Kecemasan Khaled tersebut kini menggaung lagi usai Afghanistan dikuasai oleh Taliban beberapa hari lalu. Fakta yang tentu mencengangkan dunia, setelah hampir 20 tahun diduduki oleh militer Amerika, Taliban berhasil memporakporandakan pemerintahan yang tengah berkuasa.

Kekhawatiran tersebut makin terasa di ruang-ruang publik, seperti pasar dan sekolah. Hari-hari setelah Taliban menunjukkan pengaruhnya, banyak perempuan yang memilih berdiam di rumah, dibandingkan mengambil risiko untuk keluar dan berhadapan langsung dengan pasukan yang dalam Bahasa Pashtun, berarti kaum pelajar itu.

Kondisi ini dengan jelas menggambarkan bahwa kehadiran Taliban belum memberikan angin segar bagi pemenuhan hak-hak masyarakat, utamanya kaum perempuan di sana. Bagaimana tidak, periode terakhir ketika mereka menguasai pemerintahan, yakni pada tahun 1996-2001, Taliban memberlakukan berbagai hukum Islam esktrem bagi para warganya. Tak hanya melarang musik dan televisi yang dianggap sebagai sumber kemaksiatan.

Mereka juga memandang perempuan sebagai warga kelas dua. Tak ayal berbagai larangan dibuat untuk memarjinalkan kaum hawa: mulai dari larangan keluar rumah tanpa muhrimnya, diharuskan mengenakan burqa yang menutup wajah hingga ujung kaki, tidak memperbolehkan kaum perempuan bekerja, hingga anak perempuan dicegah untuk mengenyam pendidikan. Kesemuanya tidak hanya meniadakan partisipasi perempuan, tapi juga akan lebih jauh menghilangkan semua progress yang telah dicapai selama dua dekade terakhir.

Meski dalam beberapa kesempatan konferensi pers perwakilan dari Taliban menyatakan bahwa mereka tidak akan membatasi hak-hak perempuan, dan berjanji akan menerapkan hal yang sama seperti pemerintahan sebelumnya. Realita yang terjadi di masyarakat nyatanya seperti jauh panggang dari api, atau sangat bertolak belakang. Usai juru bicara Taliban, Zabihullah Majid berdialog dengan pembawa berita TV nasional, tak lama kemudian kolega perempuannya Khadija Amin menyampaikan bahwa ia justru didepak dari kantor beritanya oleh perwakilan Taliban, “saya ini jurnalis. Bagaimana bisa saya dilarang bekerja?! Apa yang harus saya lakukan nanti?”

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam
  • Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa
  • Goethe Belajar Islam

Baca Juga:

Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja

Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa

Goethe Belajar Islam

Masih dengan nada sendu, ia memprihatinkan bagaimana nasib para perempuan selepas Taliban merebut kekuasaan, “generasi muda tak akan bisa maju. Kami telah kehilangan semua hal setelah 20 tahun berusaha bangkit dari keterpurukan. Taliban sekarang tak ubahnya Taliban yang dulu. Mereka tak berubah banyak.”

Khadija ternyata tak sendiri meratapi kondisi negerinya. Banyak guru-guru yang mengajar di daerah juga telah menggelar perpisahan dengan murid-murid perempuan mereka. Sebab, dalam kamus Taliban, perempuan dilarang keluar rumah tanpa adanya mahram. Jika ketahuan, mereka bisa saja mendapatkan hukuman. Dan hal itu berdampak pada banyak mahasiswi yang kini menempuh studi di Universitas Kabul. Mereka terancam tak bisa kemana-mana karena mereka tak memiliki sanak keluarga laki-laki yang tinggal di wilayah yang sama.

Bahkan, merujuk pada pernyataan salah satu profesor di Mazar-i-Sharif, beberapa perempuan yang pergi ke pasar dipaksa kembali ke rumah karena pergi tanpa didampingi oleh kerabat laki-laki mereka. Ini tentu merupakan kemunduran besar usai perjalanan panjang memperjuangkan hak-hak perempuan di negara republik tersebut.

Yang memprihatinkan, di beberapa daerah ternyata masih banyak kasus pasukan Taliban yang tak segan-segan mempertontonkan kekerasan. Di wilayah utara Afghanistan, mereka bahkan tega menembak Najia (bukan nama sebenarnya), seorang janda yang menjual susu keliling untuk menghidupi anak-anaknya. Kejadian naas itu berawal dari ketidaksanggupan Najia untuk memenuhi permintaan Taliban untuk memasak bagi sekelompok tentara mereka yang berjumlah 15 orang, “saya ini miskin, tak punya apa-apa. Bagaimana bisa saya memasak untuk kalian?”

Alih-alih pergi meninggalkan Najia, mereka justru menyiksa Najia hingga terkapar. Teriakan anak perempuannya sempat menghentikan aksi bengis mereka. Namun sayang, perempuan kepala keluarga ini akhirnya harus meregang nyawa karena kondisi luka parah akibat dipukuli dengan kejam.

Yang menyedihkan, desa tempat tinggal Najia didiami oleh banyak janda yang ditinggal mati suaminya akibat konflik dengan Taliban. Kini dengan patrol Taliban yang masif ke seantero negeri, mereka yang dulu berjualan di pasar kini didera ketakutan sebab tentara Taliban melarang mereka melanjutkan aktivitas seperti biasa. Salah satu dari mereka bahkan hanya bisa meratap, “kami tak punya laki-laki yang bisa menjadi tulang punggung keluarga. Lalu, apa yang harus kami lakukan (untuk tetap hidup)?”

Mendengar kecemasan berat yang mendera banyak perempuan di Afghanistan tentu kita semua turut skeptis terhadap janji-janji manis pada kaum hawa yang perwakilan Taliban terus suarakan. Apalagi, justifikasi mereka selalu membawa-bawa topeng agama. Padahal dalam realitanya justru jauh sekali dari nilai-nilai dan ajaran Islam.

Tak usahlah jauh-jauh menyebut peraturan yang mereka buat, sokongan dana pergerakan mereka saja bersumber dari tindakan haram: produksi opium, perdagangan dan penyelundupan narkoba, pemerasan, penculikan, serta pembajakan. Kalau sudah begini, bagaimana bisa mereka mendaku ingin menegakkan syariat Islam ketika apa yang mereka sendiri lakukan saja sudah selayaknya menerima hukuman berat?

Tindakan Taliban yang bermuka dua ini sejatinya sudah dikhawatirkan Rasul sejak dulu. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Ath-Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, “yang paling aku takuti atas kamu sesudah aku tiada ialah orang munafik yang pandai bersilat lidah.”

Kecakapan petinggi Taliban untuk menuai simpati publik rasa-rasanya butuh perjuangan panjang, apalagi apa yang mereka sampaikan ternyata langsung habis di ujung lidah, tanpa ada implementasi nyata. Oleh karenanya, kita sebagai sesama umat muslim perlu memanjatkan doa bersama agar para perempuan di sana dapat meraih kebebasan seperti dulu kala. []

Tags: AfghanistanislamPeradaban IslamPerdamaian DuniaperempuanPolitik GlobalSejarah DuniaSyariat IslamTaliban
Hasna Azmi Fadhilah

Hasna Azmi Fadhilah

Belajar dan mengajar tentang politik dan isu-isu perempuan

Terkait Posts

Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Kasih Sayang Islam

Membangun Kasih Sayang Dalam Relasi Laki-laki dan Perempuan Ala Islam

29 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Tradisi di Bulan Ramadan

Menggali Nilai-nilai Tradisi di Bulan Ramadan yang Mulia

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hikmah Puasa

    Hikmah Puasa dalam Psikologi dan Medis: Gagalnya Memaknai Arti Puasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Goethe Belajar Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dalam Al-Qur’an, Laki-laki dan Perempuan Diperintahkan untuk Bekerja
  • Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam
  • Nafkah Keluarga Bisa dari Harta Istri dan Suami
  • Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist