Mubadalah.id – Semakin hari teknologi selalu mengambil peran dalam setiap aktivitas yang kita lakukan. Bisa kita katakan bahwa sekarang manusia sudah sangat ketergantungan dengan teknologi. Mulai dari mencari informasi, membuat tulisan serta melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.
Maka, sudah bukan menjadi rahasia umum setiap kegiatan yang kita lakukan selalu terabadikan dengan kamera. Bahkan hari ini untuk menjadi viral sangat mudah sekali. Tinggal video dan share sebanyak-banyaknya.
Aktivitas yang dahulunya privasi pun hari ini sudah bukan privasi lagi. Setiap orang hari ini seperti berlomba-lomba membagikan kegiatan mereka. Mulai dari bekerja, beberes rumah, belajar, nongkrong, dan lain-lain atau yang kita kenal dengan a day in my life.
Semua kegiatan tidak luput dari kamera termasuk dalam hal ibadah. Sebagaimana yang kita saksikan di media sosial, ibadah mereka jadikan sebagai konten dimulai dari bersedekah, salat, umroh, dan haji. Di mana ibadah-ibadah tersebut sebenarnya hanya cukup diketahui oleh orang itu sendiri dan Allah SWT. Sakralitas ibadah pun kian memudar.
Uzlah, Khalwat dan Riyadhah
Dalam dunia pesantren istilah uzlah, khalwat dan riyadhah mungkin sudah tidak asing lagi. Secara harfiyah uzlah adalah mengasingkan atau menarik diri dari keramaian. Sedangkan khalwat adalah menyendiri.
Kemudian riyadhah adalah pelatihan spiritual yang biasanya kita lakukan di tempat sepi alias jauh dari hiruk-pikuk keramaian. Praktik tasawuf ini mengarah pada tujuan yang sama yaitu menjauhkan diri dari keramaian dan fokus hanya beribadah agar lebih dekat kepada Allah SWT.
Tradisi uzlah dan khalwat ini sebenarnya sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, bahkan mungkin sebelum itu. Lebih jelas wahyu pertama turun ketika nabi sedang uzlah dan menyendiri di dalam Gua Hira. Tidak hanya itu, para tokoh sufi juga melakukan tradisi ini dengan tujuan mencari ketenangan, kesunyian. Karena hanya dengan ketenangan tersebut mereka dapat merasa lebih dekat dan fokus berzikir kepada Allah SWT.
Selain itu mereka masih dapat merasakan kesakralan dari ritual ibadah, karena memang pikiran, hati dan suasana yang tenang mendukung seseorang untuk mendalami kekhusus’an dalam beribadah.
Pergeseran Tradisi
Di sisi lain, tradisi yang para tokoh sufi lakukan tersebut sangat kontradiktif dengan yang sebagian muslim lakukan hari ini. Jika para sufi sengaja menyendiri untuk beribadah, sekarang justru umat muslim juga sengaja memperlihatkan ritual ibadah yang dilakukan. Baik secara live ataupun video yang kemudian dishare di sosial media.
Bahkan kita bisa lihat orang-orang yang sedang berumrah dan haji misalkan. Ibadah yang masuk dalam rukun islam ini tentu tidak perlu kita pertanyakan lagi kesakralanannya. Mulai dari awal hingga akhir seluruh ritual haji sarat dengan makna yang sakral.
Sedangkan hari ini yang kita saksikan justru pergi haji atau umroh sudah seperti wisata religi. Semua ritual haji mereka rekam dan bagikan. Mulai dari thawaf, sa’i, jumroh, bahkan ketika mencium hajar asjwad pun masih sempat memvideokan dirinya sendiri yang sedang menangis itu.
Memang saya tidak bisa mengendalikan orang untuk tidak memvideo ketika melakukan ibadah. Tetapi setidaknya, ibadah itu adalah komunikasi batin antara hamba dan Tuhannya. Cobalah untuk fokus beribadah saja tanpa ada embel embel kamera di sekeliling kita. Oleh sebab itu saya melihat dari sisi yang lain bahwa di era yang serba digital ini, sakralitas ibadah sudah mulai menipis. Karena sudah tidak ada lagi privasi antara seseorang yang berkomunikasi dengan Tuhannya.
Antara Ikhlas dan Riya’ Beda Tipis
Di balik itu semua ada sebagian yang menganggap bahwa video ibadah yang kita share di media sosial merupakan sebagai syiar dakwah agar pesan dakwah yang kita lakukan sampai kepada penonton. Sehingga dapat mempengruhi penonton untuk beribadah juga. Tetapi di sisi lain kita juga tidak bisa melepaskan pendapat orang lain yang menganggap bahwa itu adalah perbuatan riya dan sombong.
Saya jadi teringat perkataan kiai saya ketika ngaji di pesantren beliau mengatakan bahwa dalam melakukan ibadah itu harus berhati-hati. Mengapa? Karena ikhlas dan riya’ itu perbedaannya kita ibaratkan setipis tisu. Artinya, salah niat sedikit sudah masuk ke dalam riya’.
Imam Al Ghazali sendiri dalam kitab minhajul ‘abidin mengatakan bahwa ikhlas dan riya’ merupakan sesuatu yang berlawanan. Jika ikhlas adalah beramal karena Allah ta’la sedangkan riy’a beramal dengan amal akhirat demi meraih manfaat duniawi.
Sehingga Ikhlas dan riya’ kita ibaratkan seperti dua sisi koin yang tidak bisa terpisahkan. Keduanya melekat satu sama lain, jika seseorang salah niat sedikit saja dalam beramal maka ibadah yang ia lakukan masuk dalam kategori riya’.
Oleh sebab itu seseorang yang dengan sengaja merekam berbagai macam aktivitas ibadah yang ia lakukan harus benar-benar meluruskan niat dengan benar. Jangan sampai dengan merekam kegiatan ibadah kemudian terbesit dalam hati untuk mendapatkan nikmat duniawi.
Maka dari itu untuk menghindari sikap riya’ sebaiknya mencari tempat yang sepi dari keramaian agar hati tetap khusyu’ berkomunikasi batin dengan Allah SWT dan terhindar dari sikap riya’. Wallahua’lam. []