Mubadalah.id – Secara harfiah tawaf berarti berkeliling atau mengitari sesuatu benda atau satu titik fokus. Dalam Haji ia berarti prosesi mengelilingi atau mengitari bangunan kubus (Ka’bah) sebanyak tujuh kali. Ka’bah adalah simbol titik fokus itu. Secara literal Ka’bah berarti “kubus”.
Ka’bah, menurut al-Qur’an, adalah rumah paling awal dibangun manusia. Al-Qur’an menginformasikan hal ini dalam ayatnya:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَٰلَمِينَ
Artinya: Sesungguhnya rumah pertama yang dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.
Kabah disebut oleh al-Qur’an sebagai rumah paling tua atau paling kuno di muka bumi. Al-Qur’an menyatakan:
ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
Artinya : Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).
Sebutan lain yang lebih populer untuk Ka’bah adalah al-Bait al-Haram, yang berarti rumah yang dimuliakan. Ia juga disebut “Bait Allah”, Rumah Tuhan. Kata ini tidak mengandung arti bahwa Tuhan punya rumah. Melainkan bermakna rumah yang dimuliakan Tuhan.
Dalam sejarahnya, Ka’bah, adalah bangunan tertua di muka bumi. Ia dibangun oleh Nabi Ibrahim, dibantu putra terkasihnya Ismail As. Nabi Ibrahim disebut sebagai bapak para Nabi. Bahkan dalam sebuah riwayat, ia dibangun jauh sebelum Nabi Ibrahim. Ia dibangun pertama kali oleh para Malaikat, lalu Nabi Adam, Nabi Syits, lalu Ibrahim. Jadi Ibrahim hanya melanjutkan bangunan ini yang sebelum telah diberi fondasi oleh Malaikat atau Nabi Adam.
Ia sengaja dibangun sebagai simbol titik pusat rotasi kehidupan semesta. Ka’bah bagai matahari yang menjadi pusat tata surya yang dikelilingi oleh jutaan planet. Seluruh planet ini memperoleh pantulan dari cahayanya.
Ini sesungguhnya hendak menggambarkan bahwa seluruh alam semesta, tak hanya manusia, tapi juga para Malaikat, berputar tak pernah berhenti mengitarinya, sambil menyenandungkan pujian dan memahasucikan Allah, penciptanya.
Seluruh alam semesta digerakkan oleh “Tangan” Tuhan dan memperoleh sinar dari Nur (Cahaya) Tuhan. Dialah “Nur ‘ala Nur”, Cahaya di atas cahaya.
Di Bait Allah ini para jamaah haji maupun Umrah, melakukan ritual yang disebut “Thawaf” yang berarti mengelilingi atau memutari bangunan Kabah itu, minimal 7 putaran.
Tawaf juga adalah simbol perjuangan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, menyatukan pikiran, hati dan langkah manusia dalam nuansa yang sepenuhnya pasrah kepada dan menuju ke satu titik dari mana mereka berasal dan ke mana pula mereka akan kembali. Titik itu tidak lain-adalah Allah. Dia adalah Pusat Eksistensi (Wujud), kepada siapa seluruh alam semesta, termasuk manusia harus mengabdi dan menghambakan diri. Karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemberi anugerah yang tak terbatas kepada ciptaan-Nya.
Maka, seluruh hidup dan perjuangan manusia seharusnya memang di arahkan dalam kerangka mengabdi kepada-Nya dan bukan ke arah dan dalam kerangka mengabdi kepada yang lain. “Siapa yang mencari cara hidup selain menundukkan dan memasrahkan diri kepada Tuhan, maka tidak akan diterima, dan dia akan sengsara di hari kemudian.”
Ali Syari’ati, pemikir kontemporer progresif dan seorang Ideolog dari Iran, menggambarkan prosesi Tawaf dengan cara yang sangat menarik.
Tatkala bertawaf dan bergerak mendekati Ka’bah, engkau akan merasa bagaikan anak sungai yang bergabung dengan sebuah sungai besar. Dihanyutkan ombak, engkau tak bisa menyentuh tanah. Engkau tiba-tiba mengambang, terbawa oleh arus itu. Ketika semakin mendekat ke pusat, tekanan dari keramaian orang mendesak begitu kuat, sehingga engkau seakan-akan diberi sebuah kehidupan baru. Kini engkau menjadi bagian dari orang banyak, kini engkau adalah seorang manusia, hidup dan abadi.
“Kabah adalah mentari dunia yang wajahnya menarik engkau masuk ke dalam orbitnya. Engkau telah menjadi bagian dari sistem universal ini. Dengan tawaf mengelilingi Tuhan, engkau akan segera terlupa pada diri sendiri. Engkau telah berubah menjadi partikel yang perlahan-lahan lebur dan sirna. Ini adalah puncak cinta absolut” (Ali Syariati, Hajj).
Sumber : Buku Merayakan Hari-hari Indah Bersama Nabi karya KH. Husein Muhammad