• Login
  • Register
Senin, 2 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Ramadan dan Beban Ganda Perempuan: Antara Spiritualitas dan Tanggung Jawab Domestik

Ramadan menjadi sebuah momen untuk bisa saling tenggang rasa, saling peduli dan saling mengasihi.

Moh. Nailul Muna Moh. Nailul Muna
20/02/2025
in Keluarga, Rekomendasi
0
Beban Ganda Perempuan

Beban Ganda Perempuan

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ramadan menjadi bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di dunia. Sebab, Ramadan menjadi bulan ibadah sekaligus waktu terbaik untuk meningkatkan spiritualitas Muslim. Meskipun demikian, perempuan sering mendapatkan beban ganda ketika memasuki bulan tersebut.

Peran Ganda Perempuan di Bulan Ramadan

Selain menjalankan ibadah puasa, perempuan umumnya dituntut untuk mengurusi kebutuhan keluarganya, seperti menyiapkan makan untuk berbuka dan sahur, termasuk menjaga kebersihan rumah. Fenomena beban ganda tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat fitrah. Karena Rasulullah sendiri mengajarkan umatnya untuk terlibat dalam tugas domestik. Alih-alih ajaran agama, praktik tersebut termasuk dalam norma budaya patriarki yang tersisa di Indonesia.

Melihat fakta tersebut, kesadaran dan pemahaman atas konsep kesalingan menjadi penting. Bukan hanya bagi perempuan yang menjadi ibu rumah tangga, namun juga anggota keluarga yang lain.

Refleksi atas Ketimpangan Gender di Bulan Ramadan

Pada saat Ramadan, seorang ibu biasanya bangun lebih awal untuk memasak sahur dan tidur lebih larut untuk membersihkan keperluan dan perabotan rumah. Meski anggota keluarga berpuasa, bukan berarti mengurangi pekerjaan seorang ibu. Bahkan tugas yang dilakukan oleh seorang ibu bisa berlipat-lipat melihat banyaknya kegiatan tambahan di bulan tersebut.

Sebaliknya, laki-laki lebih banyak fokus beribadah, seperti mengaji, berdzikir, dan salat tarawih. Terkait pekerjaan non-domestik, para bapak juga sering mendapatkan dispensasi di bulan Ramadan dari tempat mereka bekerja. Dari kedua gambaran tersebut terlihat bahwa tugas domestik bisa semakin meningkat, sedangkan non-domestik bisa semakin berkurang.

Baca Juga:

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Esensi Ibadah Haji: Transformasi Diri Menjadi Pribadi yang Lebih Baik

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Sekarang yang menjadi pertanyaan, beban ganda yang dimiliki oleh perempuan untuk beribadah dan bekerja merupakan sebuah “fitrah” bagi mereka atau masuk dalam kategori ketimpangan gender?

Rasulullah memberikan contoh bahwa beliau suka membantu pekerjaan di  keluarga atau urusan domestik. Sebagaimana riwayat dari Aisyah RA., bahwa ketika ia ditanya oleh salah seorang sahabat tentang pekerjaan apa yang Rasulullah SAW lakukan saat di rumah? Siti Aisyah menjawab bahwa Rasulullah biasa membantu pekerjaan rumah keluarganya. (HR. Bukhari).

Riwayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad merupakan sosok yang supportive kepada istrinya, mau membantu urusan keluarganya, sekaligus menunjukkan bahwa laki-laki boleh terlibat dalam urusan domestik. Perbuatan tersebut juga tidak sama sekali mencela kodrat dari seorang laki-laki. Penjelasan tersebut sekaligus mengajarkan bahwa tanggung jawab merupakan urusan bersama, dan bukan hanya tertuju bagi perempuan.

Membangun Kesalingan antara Ibadah dan Tanggung Jawab

Ramadan menjadi sebuah momen untuk bisa saling tenggang rasa, saling peduli dan saling mengasihi. Hal tersebut bisa kita mulai dengan toleransi dalam urusan keluarga. Ketika istri perlu untuk ibadah, maka laki-laki seyogyanya hadir dan membantu istri. Semisal ketika menyiapkan sahur, seorang suami dapat membantu istri untuk memasak atau membangunkan anak-anak yang masih tertidur.

Selain seorang suami, anak-anak juga bisa terlibat dan turut serta dalam menyelesaikan urusan domestik, semisal untuk membersihkan ruang makan. Rasa saling pengertian ini yang menjadikan ibadah Ramadan semakin nyaman sekaligus menjadikan keluarga semakin harmonis.

Di sisi lain, unsur kesalingan juga perlu masing-masing individu hadirkan tatkala menata niat. Terkadang, terdapat sebagian kecil beban yang tidak bisa ditanggungkan kepada orang lain. Semisal hanya istri yang pandai memasak, maka di situ niat untuk ibadah melalui pekerjaan domestik dapat dikedepankan.

Secara singkat, beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk meringankan beban ganda seorang perempuan di bulan Ramadan, yakni: Pertama, membagi tugas yang diperlukan saat Ramadan kepada anggota keluarga, semisal sebagian ada yang membersihkan rumah, membeli takjil dan menyiapkan minuman.

Kedua, menanamkan kesadaran kepada semua anggota keluarga bahwa perempuan juga berhak menikmati Ramadan sebagai bulan refleksi spiritual, bukan sekadar “pelayan” rumah. Ketiga, menata niat bahwa pekerjaan rumah yang kita lakukan merupakan bagian dari ibadah yang bernilai pahala di sisi Allah. Oleh karena, keterlibatan seorang suami atau anak di pekerjaan domestik termasuk dari perbuatan yang bernilai ibadah.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa beban ganda perempuan berkaitan dengan norma budaya patriarki yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, rekonstruksi pemahaman atas kesetaraan tugas domestik di bulan Ramadan menjadi penting agar memberikan ruang bagi perempuan untuk mengembangkan spiritualitasnya. Wallāhu A’lām. []

Tags: Beban Ganda PerempuandomestikibadahKesalinganpublikramadanRelasistigma
Moh. Nailul Muna

Moh. Nailul Muna

Penulis berasal dari Lamongan. Ia merupakan alumni PBSB S1 UIN Sunan Kalijaga dan LPDP S2 UIN Syarif Hidayatullah dengan jurusan IAT. Latar belakang pendidikan non-formalnya yakni: PP. Matholi’ul Anwar, LSQ Ar-Rahmah, Sirojut Ta'limil Quran, Al-Munawwir, PPA. Nur Medina, dll. Beberapa kajian yang pernah digeluti penulis antara lain, kepesantrenan, Tafsir, Hadis, dan gender yang menjadi tema tesis. Pada saat ini penulis sedang mengabdi di UIN Saizu, UNU Purwokerto dan PESMA An Najah.

Terkait Posts

Akhlak Karimah

Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Disabilitas dan Seni

Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

31 Mei 2025
Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

30 Mei 2025
Al-Ḥayā’

Menafsir Ulang Ajaran Al-Ḥayā’ di Tengah Maraknya Pelecehan Seksual

29 Mei 2025
Merariq Kodek

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

28 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Teknologi Asistif

    Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab Menurut Pandangan Ahli Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jilbab Menurut Ahli Tafsir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis
  • Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?
  • Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar
  • Jilbab Menurut Ahli Tafsir
  • Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID