Mubadalah.id – Ratu Nur Ilah dan Ratu Nahrasiyah termasuk dua perempuan yang, dalam panggung sejarah Nusantara. Mereka memainkan peran sebagai pemangku kekuasaan tertinggi kerajaan (negara). Keduanya, pada masa masing-masing, menjadi penguasa Kerajaan Samudra Pasai.
Samudra Pasai sendiri, pada masanya, merupakan kerajaan yang pernah eksis di Tanah Sumatera. Wilayah kerajaannya, saat ini, termasuk bagian dari Provinsi Aceh. Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar tahun 1267 M dengan raja pertamanya adalah Marah Silu yang memerintah dengan gelar Sultan Malik al-Saleh.
Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam yang telah banyak terkenal dalam kajian penyebaran Islam di Nusantara. Sebab termasuk kerajaan Islam pada periode awal di Nusantara. Beberapa pandangan sejarah memandangnya sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara. Naskah Kronik Pasai sendiri mengabarkan kalau kerajaan ini sebagai kerajaan yang pertama menerima Islam.
Namun sebenarnya, sebelum Kerajaan ini, sudah ada Kerajaan Perlak yang menerima Islam. Hal ini menurut Rizem Aizid dalam Sejarah Islam Nusantara bahwa, “Bila dibandingkan dengan Kerajaan Perlak, Kerajaan ini lebih banyak disebutkan dalam berbagai cerita kuno. Hal inilah yang kemungkinan menjadikan Kerajaan Samudra Pasai lebih terkenal sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara, meskipun yang sebenarnya adalah kerajaan Islam kedua di Aceh.”
Meski Samudra Pasai bukan kerajaan Islam pertama di Nusantara, tapi bagaimanapun era kerajaan ini masih termasuk periode awal peradaban Islam di Nusantara.
Kepemimpinan Perempuan dalam Peradaban Islam Nusantara
Nama Ratu Nahrasiyah mengisi deretan para penguasa Kerajaan Samudra Pasai. Nahrasiyah sendiri merupakan perempuan kedua yang menjadi penguasa Kerajaan. Sebelum Ratu Nahrasiyah, sudah ada perempuan yang pernah memerintah Samudra Pasai. Yaitu Ratu Nur Ilah. Ini sejalan dengan penjelasan Amirul Hadi dalam Aceh: Sejarah, Budaya, dan Tradisi bahwa;
“…mereka yang memangku jabatan tertinggi sebagai ratu… banyak ditemukan dalam sejarah kawasan ini (Nusantara). (Misalnya) Antara paruh kedua abad ke-14 dan paruh pertama abad ke-15, Pasai diperintah oleh dua ratu, yaitu Nur Ilaah (wafat 1380) dan Nahrasiyyah (wafat 1428).”
Fakta sejarah adanya dua sosok ratu ini, Ratu Nur Ilah dan Ratu Nahrasiyah, yang pernah memerintah Samudra Pasai yang termasuk kerajaan Islam pada periode awal Islam di Nusantara. Menjadi bukti sejarah bahwa sejak permulaan peradaban Islam di Nusantara, perempuan telah memainkan peran penting sebagai pemimpin.
Dengan demikian kepemimpinan perempuan bukan sesuatu yang asing dan tabu dalam peradaban Islam Nusantara. Sebab sejak permulaan peradaban Islam di Nusantara sudah ada perempuan yang mengisi ruang-ruang pemerintahan (publik), dan bahkan mampu tampil sebagai penguasa kerajaan.
Kerajaan Samudra Pasai di Tangan Perempuan
Beberapa buku sejarah yang sudah saya baca tidak banyak mengulas masa pemerintahan Ratu Nur Ilah. Sehingga saya belum memiliki informasi mendalam seperti apa pemerintahannya untuk disampaikan dalam esai ini. Namun begitu, sependek pembacaan saya, adalah kenyataan sejarah bahwa Nur Ilah merupakan perempuan yang pernah memerintah Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-14 M.
Perempuan kedua yang menjadi penguasa Kerajaan adalah Ratu Nahrasiyah. 22 tahun lamanya, sekitar 1406-1428 M, Nahrasiyah menjadi penguasa Kerajaan Samudra Pasai. Dia memerintah dengan adil dan bijak, sehingga mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik, dan membawa Kerajaan kepada kemakmuran. Pandangan ini sejalan dengan Rizem Aizid yang menjelaskan bahwa, “Di tangan Ratu Nahrasiyah inilah, Kesultanan Samudra Pasai mencapai masa kejayaannya.”
Keberhasilan Ratu Nahrasiyah itu menjadi bukti sejarah kalau perempuan bukan sekadar figuran dalam panggung sejarah Nusantara. Selain itu, adanya sosok Ratu Nur Ilah dan Ratu Nahrasiyah yang memimpin kerajaan Islam awal di Nusantara, merupakan satu bukti sejarah kalau kepemimpinan perempuan bukan hal asing dan tabu dalam peradaban Islam di Nusantara. []