Mubadalah.id – Indonesia, baik berpijak pada akar budayanya maupun sebagai bagian dari komunitas global, atau bahkan sebagai konsekuensi dari negara kolonial Belanda, telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) ini pada 26 Januari 1990.
Di tahun yang sama, 5 September 1990, Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan konvensi ini menjadi aturan hukum positif melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Di luar itu, Indonesia telah meratifikasi dua protokol opsional . Konvensi Hak Anak melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak Mengenai Perdagangan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak. Serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Sesungguhnya kesadaran tentang pentingnya hak dasar anak ini sejak Indonesia merdeka. Dan telah tertuang ke dalam Konsitusi Republik Indonesia. Secara eksplisit ini tercantum dalam amandemen kedua Undang-undang Dasar 1945 dengan memasukkan pasal 28B ayat (2) yang berbunyi:
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
UU Perlindungan Anak
Dengan kesadaran ini, Indonesia menetapkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang kemudian pemerintah revisi dua kali melalui Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016.
Semangat pemenuhan hak anak dan perlindungan anak juga mendasari peraturan perundang-undangan yang lain, seperti “Undang-undang Nomor 11 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah: Daerah yang mengamanatkan setiap daerah wajib melakukan upaya-upaya pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.
Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pembinaan, Pendampingan, dan Pemulihan Anak Korban atau Pelaku Pornografi, dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan. Serta Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial. Lalu banyak lagi aturan yang memberi perhatian pada perlindungan hak-hak dasar anak di Indonesia.
Perspektif perlindungan anak dan pemenuhan hak-hak mereka merupakan ruh dari isu-isu anak. Perspektif ini harus hadir dalam berbagai perundang-undangan yang begitu banyak itu.
Perundang-undangan ini tentu saja menjadi rujukan hukum positif yang menjanjikan. Terutama untuk menuntut negara agar memenuhi hak-hak dasar anak.
Namun, karena banyak dan menyentuh berbagai bidang dan isu lain, undang-undang itu juga rawan tumpang tindih, tidak terkonsolidasi, tidak terkoordinasi, dan detail penjelasannya sering tidak mencerminkan perspektif dasar tersebut. []