Mubadalah.id – Salah satu Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa Islam memang mengajarkan agar istri dan suami saling taat kepada pasangannya.
Adapun ukuran ketaatan itu, kata Nyai Badriyah, sepanjang apa yang diperintahkan suami dan istri yang sesuai dengan perintah Allah dan tidak bertentangan dengan larangan-Nya.
Ketaatan yang seperti inilah, yang QS. an-Nisa’ ayat 34 maksudkan. Jika suami menyuruh maksiat, istri sudah semestinya tidak mengikutinya, sebagaimana yang Asiyah lakukan terhadap Fir’aun.
Dengan kebijaksanaannya, ia menolak ajakan Fir’aun untuk menyekutukan Allah. Karena komitmen Asiyah untuk taat kepada Allah inilah Asiyah, Allah jadikan sebagai contoh ideal bagi muslimah yang memiliki suami dzalim sebagaimana tertera dalam QS. at-Tahrim ayat 11.
Lebih lanjut, Nyai Badriyah mengingatkan, dalam kasus ketaatan, masing-masing punya hak dan kewajiban yang melekat.
Anak wajib berbakti dan berbuat baik kepada orang tuanya sepanjang hayat, tak peduli anak laki-laki ataupun anak perempaun, sudah menikah ataupun belum menikah.
Bahkan jika orang tuanya beda agama sekalipun, anak tetap berbuat wajib walaupun tidak boleh mentaati perintahnya untuk durhaka kepada Allah (QS. Luqman ayat 14 sd 15).
Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan hadis yang sangat tandas menegaskan kewajiban “birrul walidain” ini.
Bahkan dalam hadis-hadis shahih menyatakan bahwa durhaka kepada orang tua dan memutus tali silaturrahim termasuk dosa besar.
Maka, suami seharusnya menjadi tali penyambung tali silaturrahim istri dan orang tuanya, karena orang tua istri sama dengan orang tua dia juga. Bukan sebaliknya, memutus tali silaturrahim istri dengan keluarganya. (Rul)