Jumat, 21 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kekerasan Terhadap Perempuan yang

    Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

    Nikah Sirri

    Sudahi Nikah Sirri

    Industri ekstraktif

    Perjuangan Perempuan Adat Melawan Industri Ekstraktif

    Ketimpangan Kemanusiaan

    Gembar-gembor AI dan Persimpangan Kemanusiaan

    Bahasa Isyarat

    Bahasa Isyarat sebagai Jembatan Kesetaraan Komunikasi

    Intimate Wedding

    Francis Fukuyama: Intimate Wedding sebagai Gejala Runtuhnya Kolektivitas Tradisional

    Nancy Ajram

    Mengapa Nancy Ajram Begitu Menarik bagi Banyak Muslimah di Indonesia?

    Kesederhanaan

    Bahkan bagi Orang Biasa, Kesederhanaan Bukan Hal Biasa

    Tuhan dan Disabilitas

    Tuhan dan Disabilitas: Ketika Keimanan Tak Diukur dari Kefasihan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    P2GP

    P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

    P2GP

    Istiqamah di Tengah Penolakan: Perjuangan Panjang KUPI Menghentikan P2GP

    Sunat Perempuan

    Membumikan Ijtihad: Langkah KUPI Menghapus Sunat Perempuan dari Ruang Keluarga hingga Negara

    Sunat Perempuan

    Perjuangan KUPI Menghentikan Sunat Perempuan: Dari Musyawarah, Penolakan, hingga Penerimaan Publik

    P2GP

    Prof. Alim: sebagai Bentuk Penolakan terhadap P2GP, Pengalaman Perempuan Harus Ditulis

    Fatwa KUPI P2GP

    Fatwa KUPI Jadi Motor Advokasi: UNFPA Puji Tiga Tahun Kerja Ulama Perempuan Menghapus P2GP

    P2GP

    P2GP Harus Dihentikan Total: KemenPPPA Akui Fatwa KUPI sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional

    Buku Anak yang Dinanti Jangan Disakiti

    Luncurkan Buku Anak yang Dinanti, Jangan Disakiti, Alimat Tegaskan Hentikan Praktik P2GP

    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Kekerasan Terhadap Perempuan yang

    Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

    Nikah Sirri

    Sudahi Nikah Sirri

    Industri ekstraktif

    Perjuangan Perempuan Adat Melawan Industri Ekstraktif

    Ketimpangan Kemanusiaan

    Gembar-gembor AI dan Persimpangan Kemanusiaan

    Bahasa Isyarat

    Bahasa Isyarat sebagai Jembatan Kesetaraan Komunikasi

    Intimate Wedding

    Francis Fukuyama: Intimate Wedding sebagai Gejala Runtuhnya Kolektivitas Tradisional

    Nancy Ajram

    Mengapa Nancy Ajram Begitu Menarik bagi Banyak Muslimah di Indonesia?

    Kesederhanaan

    Bahkan bagi Orang Biasa, Kesederhanaan Bukan Hal Biasa

    Tuhan dan Disabilitas

    Tuhan dan Disabilitas: Ketika Keimanan Tak Diukur dari Kefasihan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Surat Cinta untuk Kamu, Para Sandwich Generation

Surat ini dari aku yang juga sama sepertimu, Sandwich Generation yang sedang berjuang mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

Rezha Rizqy Novitasary Rezha Rizqy Novitasary
24 Februari 2025
in Personal
0
Sandwich Generation

Sandwich Generation

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dear para Sandwich Generation, di mana pun kamu berada, semoga senantiasa terberkahi dengan bahu yang kuat dan rezeki yang melimpah. Saya tahu, yang kamu butuhkan bukan lagi sekadar basa-basi yang berbungkus motivasi. Kamu juga tidak butuh iming-iming pahala untuk menuntaskan tugasmu yang mulia. Sebab nuranimu telah lebih dahulu mengambil suara.

Setiap bulan, saat masa gajian datang, tiba-tiba ATM-mu terasa gemuk, berisi, dan begitu menggiurkan. Kepalamu berimajinasi membayangkan barang-barang yang selama ini masih menjadi waiting list-mu. Mungkin skin care favoritmu, buku impian, tiket bioskop, agenda jalan-jalan, atau outfit idamanmu.

Tapi kamu harus menghela nafas panjang kala kenyataan menyeretmu untuk kembali tersadar dari khayalan sesaat. Ada adikmu yang sedang bersekolah atau kuliah dan menunggu uang bulanannya datang.

Ada orang tuamu yang menunggu jatah bulanan yang kau berikan. Jika kamu sudah berkeluarga, ada pasangan atau anak-anak yang perlu Kau tuntaskan kebutuhannya. Jika kamu lebih ‘terpilih’ mungkin kamu akan memikirkan cicilan hutang ortumu.

Kamu menghitung nominal gaji yang tampak besar tersebut. Menguranginya dengan jatah orang-orang yang menjadi tanggunganmu. Adik, orang tua, keponakan, pasangan, anak, atau bahkan cicilan hutang orang tuamu.

Mendadak nominal yang awalnya begitu besar menjadi menyusut sekecil-kecilnya. Lalu Kau mengeryitkan dahimu yang sudah muncul garis keriput kecil itu, sambil bergumam: Sisa segini, cukupkah untuk kehidupanku sebulan ke depan?

Keikhlasan

Dear para Sandwich Generation di mana pun kamu berada, sampai di sini aku ingin mengirimkan pelukan hangat untukmu. Saat itu tiba-tiba ada rintihan kecil dari hatimu. Kenapa aku yang bekerja keras tapi hanya bisa menikmati hasil yang paling sedikit, ya? Lalu Kau menghela nafas panjang.

Tidak! Aku tidak akan berbual tentang keikhlasan kepadamu. Sebab keikhlasanmu ibarat belati tajam yang bisa mematahkan batang pohon sekali ayun. Keikhlasanmu sudah amat terasah.

Aku tak meminggirkan keluhanmu yang tiba-tiba muncul. Mungkin saat itu Kau hanya butuh mengeluh kepada temanmu. Atau hanya perlu bersepeda motor keliling kota tanpa tujuan, menikmati hidangan ‘enak’ versimu di kafe favorit, mendengarkan lagu favoritmu dan sesekali menirukan dengan suara serakmu, atau memeluk kucingmu yang hangat dan lembut.

Lalu Kau akan kembali tersenyum lega sambil bergumam: Insya Allah akan jadi tabungan yang baik di hari akhir nanti atau Sudah tidak apa-apalah yang penting keluargaku juga bisa bertahan hidup.

Tentang mengeluh kepada teman, aku menyarankan untuk tak mengeluh ke sembarang teman. Apalagi jika temanmu bukan sesama sandwich generation. Tentu mereka nggak akan relate sama hidup yang kamu jalani.

Parahnya bisa jadi mereka memandang hidupmu amat berantakan dan mengenaskan. Efeknya kamu akan semakin tersuruk ke jurang yang penuh keluhan dan kekecawaan.

Tapi, ada juga sih, teman yang tidak demikian meski ia bukan sandwich generation. Aku sendiri yang membuktikannya.

Aku punya kawan favorit sejak SMA yang punya privilege tidak menjadi sandwich generation. Tapi ia tidak menyurukku ke belakang. Ia menyemangatiku dengan kondisi yang harus kujalani.

Nasihat Gus Baha

Dear para Sandwich Generation dimana pun kamu berada, ingatlah pesanku satu ini. Kau tak perlu membandingkan diri dengan temanmu meski kalian berada dalam rentang usia yang sama.

Kau tak perlu berkecil hati manakala temanmu sudah punya tabungan melimpah, bisa KPR rumah, mulai mencicil tanah, bahkan sudah mengunjungi Baitullah. Sementara aset berhargamu baru motor butut dan perhiasan emasmu yang tak sampai lima gram itu.

Jalan kalian berbeda. Titik awalnya juga berbeda. Ingatlah nasihat Gus Baha bahwa kunci nikmatnya hidup adalah dengan tidak melihat nikmatnya orang lain.

Saat hatimu kembali terasa sesak, kau perlu mensyukuri tanganmu yang panjang dan ringan. Lihatlah, adikmu atau ponakanmu yang tersenyum lebar sambil menenteng tas ke sekolah atau ke kampus.

Mereka mendapat akses pendidikan tinggi sebab tanganmu yang ringan. Jika mereka perempuan, Kau menyelamatkannya dari perkawinan usia anak dan memberinya kesempatan lebih berdaya di masa depan.

Lihatlah orang tuamu yang begitu bangga menceritakan kesuksesanmu kepada para tetanggamu. Lihat senyum lebar mereka saat makan menu favoritnya yang tak sempat mereka beli sebab mendahulukan kebutuhan sekolahmu dulu.

Ah, dan ini tentu bait khusus untukmu. Buat kamu yang menanggung cicilan hutang ortumu, aku sungguh mengacungi jempol atas kelapangan dadamu. Ingatlah, kamu tidak sendirian.

Ada banyak orang yang berada di jalan yang sama denganmu meski jarang kau temui. Saat hatimu terasa sesak, mintalah sedikit motivasi dari mereka.

Tanyalah kepada mereka, bagaimana mereka mengasah keikhlasan itu begitu tajam. Tentu sama denganmu, mereka merasa berat dan terbebani. Namun, yang mereka tahu, secuil harta yang mereka miliki tak ada nilainya dibandingkan satu-satunya yang mereka miliki di dunia: ibu yang tak bisa digantikan dengan siapapun.

Tentang Pilihan

Bagi mereka, apa gunanya harta melimpah jika tak lagi ada orang tua di sisinya? Jika suatu saat nanti orang tuanya meninggal lalu masih punya hutang, tentu ia juga berkewajiban membayarkan hutangnya sebagai ahli waris.

Lalu mengapa untuk membayarkannya harus menunggu orang tuanya meninggal? Bukankah kita punya pilihan untuk membuat orang tua kita lega di akhir masa hidupnya sebab hutangnya telah kita lunasi?

Jangan menuduhku menggunakan trik psikologi paling jahat dengan memancing rasa bersalah dan penyesalan di kemudian hari. Meskipun di sosmed banyak yang mengoceh tentang hal itu. Tapi sungguh, seperti kalimat terakhirku di paragraf sebelumnya. Aku berbicara tentang pilihan.

Aku mengutip salah satu pendapat seorang influencer di bidang financial di akun instagramnya @annisasteviani. Ia mengajari kita untuk tidak memposisikan diri sebagai korban atau memiliki mental victim. Ia mengajari bahwa apapun keputusan hidup kita dasarnya adalah pilihan kita sendiri.

Keputusan untuk membiayai sekolah atau kuliah adikmu serta memberikan jatah bulanan kepada ortumu lahir dari pilihan sadarmu. Kamu sama sekali bukan korban dari ketidakstabilan keuangan orang tuamu.

Kamu tentu punya pilihan untuk tidak peduli pada keluargamu dan memilih menikmati uangmu sepuas-puasnya. Tapi secara sadar kamu memilih sebaliknya: membagi uangmu kepada mereka.

Terakhir, aku juga ingin mengutip nasihat dari ulama. Konon, saat terasa sesak nasihat ini amat melegakanku. Bahwa rejeki kita telah dijatah dalam satu wadah. Ada yang wadahnya besar, ada yang memang wadahnya tidak terlalu besar.

Suatu saat kita merasa rejeki kita bertambah. Bukan wadah kita yang bertambah besar, tetapi ternyata ada wadah orang lain yang kita bawa. Mungkin wadah orang tua kita, atau adik-adik kita.

Sehat-sehat ya, Kamu para Sandwich Generation. Surat ini dari aku yang juga sama sepertimu, Sandwich Generation yang sedang berjuang mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Demi hari esok yang Insya Allah pasti lebih cerah. Mari kita bergandengan tangan dan saling menguatkan. []

Tags: Gus BahaKeikhlasanpilihanpilihan hidupsandwich generationSurat Cinta
Rezha Rizqy Novitasary

Rezha Rizqy Novitasary

Guru Biologi SMA, tertarik dengan isu perempuan dan kesetaraan gender. Rezha merupakan peserta Kepenulisan Puan Menulis Vol. 1.

Terkait Posts

Generasi Sandwich Jumbo
Personal

Generasi Sandwich Jumbo: Antara Bakti dan Beban

10 November 2025
Belum Punya Anak
Personal

Luka dari Kalimat “Belum Sempurna Karena Belum Punya Anak”

6 November 2025
Pernikahan adalah Pilihan
Pernak-pernik

Pernikahan adalah Pilihan, Bukan Paksaan

24 September 2025
Second Choice
Personal

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Financial Literacy
Aktual

Melek Financial Literacy di Era Konsumtif, Tanggung Jawab atau Pilihan?

11 Juni 2025
Monogami
Hikmah

Monogami dalam Wacana Tafsir

14 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Industri ekstraktif

    Perjuangan Perempuan Adat Melawan Industri Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sudahi Nikah Sirri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bahasa Isyarat sebagai Jembatan Kesetaraan Komunikasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gembar-gembor AI dan Persimpangan Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Sampai Kapan Dalih Agama Dibiarkan Membenarkan Kekerasan terhadap Perempuan?
  • Sudahi Nikah Sirri
  • Perjuangan Perempuan Adat Melawan Industri Ekstraktif
  • Film Kopi Pangku: Memberi Kehidupan di Tengah Lapisan Kerentanan
  • P2GP Harus Diakhiri: KUPI Minta Negara Serius Libatkan Ulama Perempuan dalam Setiap Kebijakan

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID