Mubadalah.id – Jika merujuk keempat ayat an-Nisa, ayat 1, 2, 3 dan 4 adalah soal ketakwaan kepada Allah Swt, relasi yang baik terhadap keluarga, perhatian terhadap anak yatim, moralitas keadilan dalam perkawinan dan kerelaan ketika ingin memanfaatkan harta milik perempuan.
Khusus pada ayat yang ketiga, ada pengungkapan poligami dikaitkan dengan kondisi sosial di mana banyak anak-anak yatim yang diperlakukan dengan tidak adil dan semena-mena.
Bahkan poligami, sebagai media relasi inter-personal, disamakan dengan pemeliharaan anak yatim, yang memungkinkan terjadinya penyelewengan hak, penistan dan kezaliman.
Pada konteks ini, al-Qur’an turun memberi peringatan agar seseorang berbuat adil, baik terhadap anak yatim maupun terhadap para perempuan yang dipoligami.
Karena itu, titik tekan ayat an-Nisa sebenarnya bukan pada poligami, tetapi pada pemeliharaan orang terlantar dan peringatan untuk berbuat adil. Bahkan, ayat an-Nisa itu bisa kita katakan sebagai ayat peringatan terhadap perilaku poligami, bukan ayat kewenangan poligami.
Karena yang tersurat dalam ayat, justru memperingatkan orang untuk berbuat adil ketika berpoligami. Sekaligus memerintahkan untuk meninggalkan poligami jika tidak bisa berbuat adil.
Dengan demikian, bisa kita pastikan tidak ada ayat al-Qur’an yang mengapresiasi perilaku poligami. Apalagi mengaitkan poligami dengan ukuran ketakwaan seseorang. Poligami hanyalah sebuah model perkawinan yang sama sekali tidak terkait dengan keislaman atau kesyari’atan seseorang.
Tetapi yang terkait dengan ketakwaan adalah sejauh mana seseorang mampu melaksanakan moralitas keadilan. Terutama ketika berhubungan dengan orang-orang yang secara sosial lemah, seperti anak yatim dan perempuan.
Poligami, sebagai sebuah model perkawinan, seseorang bisa saja memilih atau menolaknya. Ketika seseorang menolak dan tidak suka terhadap poligami, sama sekali tidak berarti menolak atau melecehkan tuntunan al-Qur’an.
Tetapi siapapun orang Islam tidak boleh menolak atau melecehkan perintah al-Qur’an untuk merawat dan memelihara orang-orang terlantar, berbuat baik dan berlaku adil terhadap manusia.
Siapapun orang Islam juga tidak boleh untuk berbuat tidak adil, nista, zalim dan aniaya terhadap siapapun. []