Mubadalah.id – Al-Qur’an dan Hadits adalah salah sumber rujukan kita semua umat Islam dalam menjalani kehidupan ini. Akan tetapi yang perlu kita pahami, kedua sumber rujukan tersebut jika kita memahami secara tekstual, maka semuanya sedang berbicara tentang sejarah sosial, yang dalam hal ini adalah Arabia abad ke 6 Masehi.
Seperti kita ketahui bersama, kebudayaan Arabia, seperti juga kebudayaan dunia pada saat itu, adalah patriarkhi, bahkan dalam banyak kasus adalah misoginis.
Dengan kata lain teks tersebut sejatinya tidak sedang menjustifikasi sistem subordinasi perempuan, melainkan sedang mengakomodasi dan bicara tentang realitas sosial. Tidak terdapat indikasi yang secara jelas mengemuka dalam teks tentang faktor-faktor apa yang mendukung superioritas laki-laki atas perempuan.
Tetapi para ahli tafsir menyebut antara lain : akal-intelektual. Mereka juga menyatakan bahwa keunggulan ini berlaku general dan mutlak. Pandangan ini tentu sangat simplistis.
Karena teks ini justru menyebutkan secara jelas bahwa keunggulan tersebut merupakan sesuatu yang relatif (sebagian atas sebagian) jadi mutlak.
Kalaupun superioritas laki-laki atas perempuan tersebut didasarkan karena dia “pemberi nafkah”, maka ini juga tidak bersifar kodrat, melainkan fungsional belaka.
Analisis kritis lebih lanjut mengantarkan kita pada satu kesimpulan bahwa teks tersebut tengah menjalankan peran tranformatifnya. Tegasnya teks al-Qur’an ini sedang dalam proses mendialogkan dir dengan realitas sosio-kulturalnya untuk menjadi yang diidealkan. Agak sulit memang untuk dapat memahami kesimpulan ini secara cepat.
Melainkan, ia harus dikaji berdasarkan analisis sosiologis dan dihubungkan dengan teks-teks yang lain. Analisis ini diperlukan untuk menemukan titik harmonisasi dengan teks-teks universal. Tanpa pendekatan ini kaum muslimin akan terus menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam pernyataan Tuhan dan bertentangan dengan realitas. Ini sesuatu yang tidak boleh terjadi.
Seksualitas Perempuan dalam Ruang Publik
Seksualitas perempuan dalam ruang publik menghadapi problem yang sama dengan seksualitasnya dalam ruang domestik : apresiatif sekaligus eksklusif. Terdapat banyak sekali teks-teks Islam yang memberikan apresiasi terhadap tubuh perempuan, ekspresi dan aktualisasi hidupnya di segala ruang publik.
Perempuan dalam Islam adalah eksistensi yang bebas sekaligus mendapatkan tanggungjawab atas problem-problem sosial, ekonomi, pendidikan, budaya dan politik.
Kaum perempuan oleh al-Qur’an dituntut untuk bekerja sama dengan kaum laki-laki dalam semua aspek kehidupan tersebut.
Salah satu ayat al-Qur’an misalnya menyebutkan : “Kaum beriman laki-laki dan perempuan hendaklah bekerjasama untuk menegakkan kebaikan dan menghapuskan kemunkaran”.
Dalam bahasa modern teks ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan dituntut untuk melakukan peran transformasi sosial, ekonomi, politik dan budaya. Ketika Nabi masih ada, kaum perempuan juga sering terlibat dalam debat terbuka dengan kaum laki-laki di masjid. []