Mubadalah.id – Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon (UIN SSC) semakin meneguhkan komitmennya untuk menjadi kampus inklusif.
Sejak awal 2025, komitmen itu bahkan telah tertuang secara resmi dalam dokumen Statuta kelembagaan universitas. Pasal 5 (a) menyebutkan bahwa tujuan UIN SSC antara lain memperkuat tata kelola dengan membangun kampus siber untuk pembelajaran sekaligus mempromosikan model pendidikan inklusif.
“Komitmen UIN SSC untuk menjadi kampus inklusif telah tertuang secara resmi dalam statuta. Hal ini menunjukkan bahwa menjadikan UIN SSC sebagai kampus inklusif adalah tujuan utama yang terus diperjuangkan dan diwujudkan,” ujar Amelia Dwi Handayani, M.I.Kom, Dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam, pada 29 September 2025.
Menurut Amelia, komitmen tersebut bukanlah langkah tiba-tiba. Sebab, jauh sebelum dokumen kelembagaan dikeluarkan, kampus sudah menerima dan memberikan pelayanan kepada mahasiswa difabel.
Beberapa dosen senior, misalnya, kerap menceritakan pengalaman mendampingi mahasiswa dengan hambatan penglihatan yang berhasil lulus bahkan berprestasi. Namun, karena jejak digital masa lalu belum sekuat sekarang, data rinci mengenai hal tersebut sulit ditemukan.
Infrastruktur dan Layanan Digital Ramah Disabilitas
Langkah konkret menuju inklusi juga terlihat dari penyediaan sarana fisik. Sejak Amelia bergabung sebagai dosen pada 2019, ia sudah melihat adanya jalan landai di depan Gedung beberapa fakultas, seperti Fakultas Tarbiyah, Syariah, dan Dakwah.
Bahkan, di gedung-gedung baru sudah dilengkapi dengan toilet ramah difabel serta lift yang cukup memadai.
“Memang prosesnya bertahap. Parkir juga tersedia, mereka sangat bisa memanfaatkan area parkir kampus,” jelasnya.
Tak hanya aspek fisik, kampus juga tengah memperkuat layanan nonfisik. Sebagai kampus siber, UIN SSC menjadikan pelayanan digital inklusif sebagai fokus utama. Website kampus mulai dilengkapi fitur aksesibilitas, dan konten digital pun sudah ramah bagi mahasiswa difabel.
Contohnya, video profil kampus kini dilengkapi bahasa isyarat dan subtitle. “Tidak semua mahasiswa tuli menguasai bahasa isyarat, jadi subtitle tetap penting,” tambah Amelia.
Proses ini dikoordinasikan bersama Pustikom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) di bawah kepemimpinan Riyanto, yang dinilai terbuka terhadap inovasi layanan digital inklusif.
Selain itu, kampus juga berencana mengembangkan aplikasi khusus untuk pelayanan mahasiswa difabel. Pedoman-pedoman kampus nantinya tidak hanya tersedia dalam format PDF, tetapi juga dalam bentuk video.
Bahkan, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pun pihak kampus kembangkan agar bisa menjadi peluang besar bagi mahasiswa difabel yang kesulitan hadir secara fisik.
Penguatan Kelembagaan dan Kurikulum
Sejak 2025, pusat layanan khusus kampus yang sebelumnya bernama PSGA (Pusat Studi Gender dan Anak), sekarang kita perluas cakupannya untuk juga mengurus isu disabilitas menjadi PSGAD. Lembaga ini aktif menggelar seminar, workshop kurikulum inklusif, dan menghadirkan narasumber dari komunitas difabel.
Amelia menyebutkan, kurikulum diharapkan lebih adaptif dengan kebutuhan mahasiswa difabel. Selain itu, penyesuaian ruangan kuliah juga sudah dilakukan, misalnya menempatkan mahasiswa dengan hambatan fisik di lantai bawah. “Mahasiswa difabel tidak ingin diperlakukan berbeda dengan yang lain,” katanya.
Keterlibatan mahasiswa difabel tidak berhenti di ruang kelas. Mereka, kami libatkan dalam program-program kreatif, seperti produksi konten digital, podcast, hingga Kuliah Kerja Nyata (KKN) Digital yang fokus pada pendampingan komunitas difabel. Hal ini menjadi ruang kolaborasi yang menghubungkan mahasiswa difabel dan nondifabel.
Namun, Amelia juga mengakui masih ada tantangan. “Misalnya pengalaman dosen dalam mengajar mahasiswa tunarungu. Itu butuh pelatihan khusus. Tapi saya melihat respon dosen dan mahasiswa sangat positif. Bahkan isu difabel mulai menjadi bahan penelitian mahasiswa,” jelasnya.
Indikator lain dari meningkatnya kesadaran inklusif terlihat dari antusiasme dosen dan mahasiswa dalam mengikuti workshop bertema disabilitas. Meski demikian, Amelia menekankan pentingnya pedoman praktis dan pelatihan untuk memperkuat implementasi.
Podcast Teman Setara
Sebagai langkah inovatif, pada Oktober 2025 nanti, Amelia akan meluncurkan podcastTeman Setara. Program ini kami dedikasikan sebagai ruang bagi mahasiswa difabel untuk berbagi pengalaman, mengasah keterampilan, sekaligus mengadvokasi kesetaraan.
“Podcast ini menjadi salah satu inovasi nyata kampus dalam memperluas ruang inklusi. Harapannya, Teman Setara bisa menjadi wadah suara komunitas difabel,” ujar Amelia.
Melihat perjalanan panjang itu, Amelia menyimpulkan bahwa UIN SSC kini benar-benar bergerak ke arah kampus inklusif. Dokumen resmi 2025 hanya menegaskan komitmen yang sudah lama kita bangun melalui praktik nyata.
Dengan kombinasi antara fasilitas fisik, layanan digital, penguatan kelembagaan, kurikulum adaptif, hingga keterlibatan mahasiswa difabel dalam ruang kreatif, inklusivitas di UIN SSC Cirebon tidak lagi sebatas jargon, melainkan telah menjadi bagian dari budaya kampus. []