Mubadalah.id – Sebagai momen kebahagiaan, walimatul ‘ursy hiburan pun tidak dilarang. Di masa Nabi hiburan walimah adalah tabuhan gendang. Di masa kini tentu jenis hiburan bisa berkembang. Yang penting tidak mengandung unsur maksiat dan membuat orang lupa diri dan lupa Allah.
Bagi yang diundang tidak ada uzur (halangan). Bahkan jika ada dua undangan walimah dalam waktu yang sama, seseorang harus mengutamakan yang terdekat dari rumahnya atau hubungannya. Jika kedekatannya sama, maka kehadiran diutamakan pada yang mengundang terlebih dahulu.
Demikian dalam hadits riwayat Abu Dawud. Kala sedang puasa pun, menghadiri walimah tetap Nabi perintahkan tanpa harus membatalkan puasa. Jika suatu saat seseorang ingin mengajak orang lain yang tidak mendapat undangan untuk ikut hadir, yang bersangkutan meski meminta izin.
Demikian yang Nabi lakukan. Hal ini untuk menjaga dan memastikan bahwa tuan rumah merasa nyaman dan tidak terbebani dengan tambahan tamu yang hadir.
Tata cara walimatul ‘ursy dalam Islam memadukan hablum minallah dan hablum minannas secara selaras. Momen kebahagiaan perlu ia bagi tanpa berlebihan dan membebani diri, serta tanpa menyakiti si miskin.
Dengan doa dan sedekah walimah, pernikahan mendapatkan penuh keberkahan dan terhindar dari malapetaka. Karena itu, tak selayaknya walimah ia rusak dengan penyelanggaraan yang menjurus pada kemaksiatan.
Memotong Kambing
Dalam menyelenggarakan walimah, Nabi hanya memerintahkan untuk membagi kebahagiaan meski dengan seekor kambing. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
شر الطعام طعام الو ليمة يدعى لها الاْغنياء ويترك المسكين
Artinya: “Makanan yang paling buruk adalah makanan dari walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang miskin tidak ia undang.”
Walimah juga tidak boleh tabdzir dan berlebihan. Dalam hadits riwayat At-Turmudzi dari Ibnu Masud, Rasulullah saw bersabda:
الوليمة اول يوم حق والثاني معروف واليوم الثا لث سمعة وريا ء
Artinya: “Walimah pada hari pertama adalah kebenaran, pada hari kedua adalah kemakrufan, dan pada hari ketiga adalah untuk diri dan pamer.” []