• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

When Life Gives You Tangerines: Bukan Hanya Sekufu, Tapi Sevisi

Drama bukan cuma tentang kisah cinta penuh air mata, tetapi juga tentang realitas hidup, termasuk soal memilih pasangan yang tepat.

Nadhira Yahya Nadhira Yahya
14/03/2025
in Film
0
When Life Gives You Tangerines

When Life Gives You Tangerines

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kalau ada yang bilang nonton drama korea itu buang-buang waktu aja, jelas mereka belum tahu betapa banyak life lessons yang bisa kita dapat dari sana. Selain belajar bahwa cowok dingin tapi perhatian selalu bikin baper, kita juga bisa memahami konsep pernikahan dari sudut pandang yang lebih luas, loh.

Note: Drama juga bukan cuma tentang kisah cinta penuh air mata, tetapi juga tentang realitas hidup, termasuk soal memilih pasangan yang tepat. Salah satunya, konsep sekufu dalam pernikahan yang bisa kita lihat dari series drama terbaru tahun ini yang berjudul “When Life Gives You Tangerines.” Apakah benar harus menikah dengan yang setara dalam segala hal, atau justru perbedaan bisa menjadi bumbu yang memperkaya hubungan?

Menikah adalah salah satu keputusan terbesar dalam hidup seseorang. Banyak pertimbangan yang harus kita ambil sebelum mengikat janji seumur hidup, salah satunya adalah konsep sekufu. Dalam banyak tradisi dan ajaran agama, sekufu sering kita pahami sebagai kesetaraan dalam berbagai aspek seperti status sosial, ekonomi, pendidikan, hingga pemahaman agama.

Namun, apakah benar menikah hanya boleh dengan yang sekufu? Apakah menikah dengan orang yang berbeda dalam beberapa aspek akan membawa lebih banyak tantangan?

Series drama Korea When Life Gives You Tangerines memberikan gambaran yang menarik tentang realitas ini. Series ini mengisahkan perjuangan seorang wanita dari kota besar yang jatuh cinta pada pria sederhana di sebuah desa penghasil jeruk.

Baca Juga:

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Keduanya berasal dari latar belakang yang jauh berbeda, dari mulai gaya hidup, pola pikir, dan impian mereka. Namun, mereka menemukan titik temu dalam satu hal: keinginan untuk memahami dan mendukung satu sama lain.

Kemauan untuk Memahami Satu Sama Lain

Dalam banyak budaya, sekufu seringkali terdefinisikan sebagai persamaan dalam hal status sosial, ekonomi, atau pendidikan. Misalnya, seorang dokter kita anggap lebih cocok menikah dengan sesama dokter atau seseorang yang setidaknya memiliki latar belakang akademik yang sama. Atau seseorang dari keluarga terpandang kita harapkan menikah dengan pasangan dari keluarga yang memiliki status serupa.

Tapi, jika kita melihat lebih dalam, apakah kesetaraan dalam hal-hal tersebut benar-benar menjamin kebahagiaan? Tidak selalu. Yang lebih menentukan adalah keselarasan dalam cara pandang, nilai-nilai hidup, dan visi pernikahan.

Pernikahan bukan hanya tentang mendapatkan kenyamanan atau kebahagiaan sesaat. Tetapi tentang proses pertumbuhan, baik secara spiritual maupun mental. Jika dua orang memiliki visi yang sama untuk saling mendukung dalam perjalanan kehidupan, maka sekufu dalam bentuk yang lebih dalam telah tercapai.

Kisah dalam When Life Gives You Tangerines juga menggambarkan hal ini. Tokoh utama wanita harus menghadapi banyak tantangan saat mencoba menyesuaikan diri dengan kehidupan di desa. Namun, pada akhirnya, bukan persamaan latar belakang yang menyatukan mereka. Melainkan kemauan untuk memahami satu sama lain dan menghadapi kehidupan bersama.

Banyak orang percaya bahwa menikah dengan yang tidak sekufu akan membawa banyak masalah. Entah itu dalam komunikasi, gaya hidup, atau cara berpikir. Namun, sejarah membuktikan bahwa banyak pernikahan harmonis justru lahir dari pasangan yang tidak sekufu dalam standar umum.

Hal itu menunjukkan bahwa bukan persamaan status atau pendidikan yang menjadi kunci keberhasilan pernikahan, melainkan kesamaan arah dan tujuan dalam kehidupan. Jika dua orang memiliki nilai-nilai yang sejalan dan mau saling menyesuaikan, maka mereka bisa tumbuh bersama, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda.

Ketulusan dan Visi yang Kuat

Tokoh pria dalam When Life Gives You Tangerines mungkin terlihat sederhana dan berbeda jauh dari pasangannya, tetapi ia memiliki ketulusan dan visi yang kuat untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Ini menjadi bukti bahwa sekufu bukan hanya soal kesamaan pendidikan atau pekerjaan, tetapi lebih kepada keselarasan dalam nilai hidup dan tujuan jangka panjang.

Ada yang berkata bahwa, “Jodoh adalah cerminan diri kita.”

Tidak salah sih, tapi jangan salah mengartikan maknanya. Pernikahan bukan tentang menemukan seseorang yang sama persis dengan kita, bukan. Melainkan tentang menemukan seseorang yang bisa menyeimbangkan kita. Cari yang setara, bukan sama. Karena setara tidak selalu berarti sama. Setuju?

Dalam buku Mawar di Taman Nabi, Haidar Bagir menulis:

“Pernikahan adalah sekolah kehidupan, tempat dua manusia belajar menjadi lebih baik.”

Artinya, selama kedua belah pihak memiliki kemauan untuk belajar dan berkembang bersama, maka sekufu dalam bentuk yang lebih esensial telah tercapai. Pernikahan tidak akan berjalan mulus setiap saat, tetapi jika dua orang memiliki tekad untuk melewati setiap rintangan bersama, perbedaan tidak akan menjadi hambatan, melainkan bahan bakar untuk pertumbuhan.

Film When Life Gives You Tangerines juga mengajarkan bahwa cinta sejati bukan hanya soal kesamaan, tetapi tentang bagaimana dua individu bersedia belajar dan berkompromi untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Konsep Sekufu

Dalam Islam, konsep sekufu juga disebut dalam berbagai kitab fiqih. Banyak ulama menekankan pentingnya kesetaraan dalam aspek agama agar pasangan bisa saling mendukung dalam menjalankan nilai-nilai Islam.

Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik” (QS. An-Nur: 26)

Ayat ini sering kita maknai bahwa pasangan yang baik adalah yang memiliki kesamaan dalam kebajikan dan niat untuk terus bertumbuh dalam kebaikan. Ini menegaskan bahwa sekufu dalam agama bukan sekadar tentang hafalan atau pemahaman akademik, tetapi lebih kepada praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulannya, pentingkah menikah dengan yang sekufu? Jawabannya tentu saja “Iya.” Tetapi, tidak hanya soal staus sosial, ekonomi, atau pendidikan. Lebih daripada itu, sekufu yang harus kita perhatikan adalah tentang siapa yang memiliki nilai-nilai hidup yang selaras, visi pernikahan yang sama, dan kesediaan untuk bertumbuh bersama dengan kita.

“Bukan tentang siapa yang paling sama atau mirip, tapi siapa yang paling bisa berjalan seirama.” []

 

Tags: Drama KoreakeluargaPernikahan SekufuRelasiWhen Life Gives You Tangerines
Nadhira Yahya

Nadhira Yahya

Terkait Posts

Nurhayati Subakat

Nurhayati Subakat, Perempuan Hebat di Balik Kesuksesan Wardah

26 Juni 2025
Film Animasi

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

22 Juni 2025
Film Azzamine

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

20 Juni 2025
Tastefully Yours

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

19 Juni 2025
Bela Negara

Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

14 Juni 2025
Resident Playbook

Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

4 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID