Mubadalah.id – Melalui filosofi tauhid, relasi mubadalah bekerja pertama kali sebagai cara pandang yang menghormati martabat kemanusiaan setiap orang dan menghargai jati dirinya. Sikap seseorang untuk tidak memandang orang lain lebih rendah dari dirinya. Pada saat yang sama, tidak perlu juga merasa rendah diri di hadapan orang lain.
Melalui sikap ini, seorang laki-laki atau suami tidak perlu merasa lebih berharga hanya karena dia laki-laki. Begitu pun sebaliknya, perempuan atau istri tidak perlu merasa lebih rendah dari laki-laki hanya karena perempuan.
Martabat keduanya sebagai manusia adalah sama, yang kita perlukan kemudian adalah kerja sama dan tolong-menolong, bukan hegemoni apalagi kekerasan.
Jika salah satunya memiliki kelebihan tertentu, misalnya dalam hal ekonomi, kekuatan fisik, kapasitas ilmu, posisi sosial, atau keahlian tertentu. Maka ia akan mempergunakannya untuk memberdayakan yang lain, menolong, dan menguatkannya agar menjadi manusia yang bermartabat, tercukupi kebutuhannya, dan terbebas dari segala tindak kekerasan dan kezaliman.
Sikap ini, dalam perspektif mubadalah, disebut sebagai adil. Semua orang dituntut untuk berelasi secara adil, laki-laki kepada perempuan, dan sebaliknya, perempuan kepada laki-laki.
Relasi yang Maslahat
Di samping relasi bermartabat dan adil, perspektif mubadalah juga menuntut relasi yang penuh maslahat. Laki-laki dan perempuan harus sama-sama untuk mengembangkan potensi hidupnya untuk kebaikan bersama. Dan memberikan kesempatan yang lain agar mampu mengembangkan potensinya untuk kebaikan bersama.
Sehingga diri sendiri maupun orang yang berada di dalam relasi, sama-sama bisa berkontribusi memberikan kebaikan untuk kehidupan.
Dengan demikian, relasi yang berperspektif mubadalah mengandung tiga prinsip nilai: cara pandang bermartabat, perilaku adil, dan tindakan maslahat.
Ketiga prinsip ini berlaku dalam relasi gender di ranah domestik dan publik, dalam kehidupan rumah tangga, keluarga, komunitas, warga bangsa, maupun warga dunia.
Dengan tiga prinsip yang mengakar pada ajaran tauhid ini, kita menjadi paham mengapa kalimat Ia ilaha illa Allah menjadi penting, dan harus kita ucapkan untuk meneguhkan komitmen pada nila-nilai ini. Kita juga menjadi mengerti mengapa ucapan kalimat ini bisa membawa kita pada kehidupan nyaman, baik di dunia maupun akhirat. []