• Login
  • Register
Rabu, 2 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Kodrat Perempuan dan Fleksibilitas Peran

Mubadalah Mubadalah
14/09/2022
in Kolom
0
kodrat perempuan

kodrat perempuan

129
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketika saya berkunjung ke rumah kerabat, saya perhatikan istri kerabat tersebut melakukan hampir semua pekerjaan rumah tangga. Mulai dari membersihkan dan merapikan rumah, mencuci, memasak sampai mengasuh anak dan melayani suaminya. Semua itu dilakukannya sendiri. Ketika sedang beristirahat, saya bertanya: “Apa kamu nggak cape mengerjakan semua itu sendirian?” Dia tersenyum dan menjawab: “Ya cape sih cape, tapi inilah kodrat perempuan yang harus saya terima.” Jawaban tersebut mengundang saya untuk bertanya lebih lanjut. “Memangnya apa sih kodrat perempuan itu?”. Dia menjawab: “Kodrat perempuan itu sumur, kasur dan dapur“.

Di hari lain ketika saya menonton sebuah acara televisi, ditayangkan sekilas acara pernikahan seorang artis. Artis tersebut mengatakan bahwa “Sebagai istri, hendaknya tidak merasa berat untuk melayani suami, karena melayani suami itu adalah kodrat perempuan”.

Selain dua pemahaman tersebut, masih banyak lagi pemahaman lain terhadap kodrat perempuan. Di antaranya ada yang mengatakan bahwa kodrat perempuan itu selain melayani suami adalah mengasuh dan mendidik anak, memasak, mencuci, tinggal di rumah serta membersihkan dan merapikan rumah.

Kodrat Perempuan

Apakah benar peran dan tugas di atas merupakan kodrat perempuan? Untuk menjawabnya kita harus mengerti dulu apa yang dimaksud dengan kodrat. Kodrat adalah sesuatu yang telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Kodrat tidak dapat berubah dengan sendirinya seiring dengan berubahnya zaman. Tuhan telah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan kodrat yang berbeda. Perbedaan yang bersifat kodrati antara laki-laki dan perempuan adalah dari segi kelamin dan struktur tubuh. Secara biologis, perempuan memiliki kapasitas untuk hamil, melahirkan dan menyusui serta mengalami menstruasi, sedangkan laki-laki tidak. Perbedaan jenis kelamin dan struktur tubuh ini tidak akan dapat berubah dengan sendirinya seiring dengan berubahnya zaman.

Berbeda dengan perbedaan biologis yang bersifat kodrati, peran dan tugas serta harapan terhadap perempuan dapat berubah seiring dengan berubahnya situasi dan kondisi suatu masyarakat. Peran, tugas serta pandangan masyarakat tentang keidealan seorang laki-laki/perempuan (femininity dan masculinity) dinamakan gender (jender). Gender itu dibentuk oleh suatu masyarakat (socially constructed). Karena dibentuk dan diciptakan oleh masyarakat, maka ketika terjadi perubahan dalam masyarakat tersebut, gender pun dapat berubah.

Baca Juga:

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Contohnya, sebelum masa perjuangan Kartini, pendidikan hanya merupakan hak laki-laki dan terbatas pada perempuan bangsawan saja. Sekarang, baik laki-laki ataupun perempuan dari berbagai lapisan masyarakat bukan hanya dapat menikmati hak mereka mendapatkan pendidikan, bahkan mereka wajib mendapatkannya.

Dulu mungkin memasak hanya dianggap sebagai pekerjaan perempuan, namun sekarang profesi koki sudah banyak dikerjakan oleh laki-laki. Demikian halnya dengan menyapu, mengepel dan lain sebagainya yang selama ini dianggap sebagai kodrat perempuan, ternyata dapat dilakukan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa peran dan pekerjaan tersebut tidaklah bersifat kodrati seperti halnya hamil, menyusui dan melahirkan.

Istilah gender ditemukan oleh kaum feminis dalam upaya mereka memperjuangkan hak-hak perempuan. Penemuan istilah ini sangatlah mendukung perjuangan mereka. Alasannya, selama ini perbedaan sex/biologis antara laki-laki dan perempuan telah dijadikan alat untuk mendominasi dan mengeksploitasi kaum perempuan demi kepentingan kaum laki-laki.

Contohnya, karena perempuan memiliki kapasitas untuk hamil, melahirkan dan menyusui, diinterpretasikan bahwa tugas perempuanlah untuk merawat dan mendidiknya. Karena anggapan bahwa tempat yang paling aman untuk merawat anak adalah di rumah (atau gua pada zaman dahulu kala/hunter gatherer), maka diinterpretasikan bahwa perempuan sebaiknya di rumah. Karena perempuan diharapkan untuk tinggal di rumah, maka diinterpretasikan bahwa memasak, mencuci dan membersihkan rumah merupakan tugas perempuan.

Fleksibilitas Peran

Harapan dan interpretasi atas perbedaan biologis tersebut telah melekat kuat pada masyarakat. Sehingga banyak di antara mereka yang menganggapnya sebagai kodrat atau sesuatu yang tidak dapat berubah. Konsekuensinya, jika ada perempuan yang tidak menjalankan peran-peran tersebut, maka mereka mendapat resiko menerima sangsi sosial. Mungkin mereka dianggap bukan perempuan shalihah (di kalangan masyarakat muslim), atau bukan perempuan yang baik/ideal atau tidak feminin, bahkan dianggap menyimpang/menyalahi kodrat. Padahal memang hanya perempuan yang bisa hamil dan melahirkan, namun bukan hanya perempuan yang dapat dan harus mengasuh dan mendidik anak.

Hal ini tentu saja merugikan perempuan, terutama mereka yang harus bekerja mencari nafkah keluarga. Para perempuan biasanya tetap diharapkan untuk menjalankan peran-peran tradisionalnya, di samping karirnya. Berbeda dengan laki-laki, kaum perempuan harus bangun lebih pagi untuk mengerjakan berbagai pekerjaan rumahnya berikut melayani suami sebelum berangkat ke tempat tugas. Selain itu, mungkin tidak terlalu sulit bagi laki-laki untuk menjadi ilmuwan yang produktif, terutama bagi yang sudah berkeluarga. Karena ketika mereka sudah berkeluarga, pada umumnya secara otomatis segala urusan yang menyangkut kesejahteraannya, mulai dari pakaian, makan, minum dilayani oleh istrinya. Namun tidaklah demikian dengan perempuan. Bagaimana mereka dapat berkarya sementara mereka masih tetap diharapkan untuk melayani dirinya sendiri, suami serta anak-anaknya? Kelelahan dalam menjalankan peran-peran tersebut dapat menjadi hambatan bagi mereka untuk berkarya.

Ketika perempuan berkarier namun masih dibebani juga dengan urusan domestik, itu artinya perempuan tersebut sedang mengalami beban ganda (double burden), yang merupakan salah satu indikator ketidak setaraan gender. Untuk mengakhiri ketidak setaraan gender tersebut diperlukan fleksibilitas peran antara laki-laki dan perempuan. Misalnya, ketika dalam sebuah rumah tangga suami merupakan pencari nafkah utama, maka adil bagi istrinya untuk bertanggung jawab atas semua urusan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah dan mengasuh anak.

Namun ketika suami dan istri sama-sama mencari nafkah, maka akan adil jika suami dan istri tersebut sama-sama mengerjakan pekerjaan domestik, sehingga ringan sama dijinjing berat sama dipikul, keduanya berkontribusi baik bagi pencarian nafkah ataupun bagi penyelesaian urusan rumah tangga. Sebaliknya, jika istri merupakan satu-satunya pencari nafkah keluarga, maka idealnya suami mengambil alih semua tugas domestic yang biasanya diharapkan dilakukan oleh perempuan.

Dus, disarankan adanya fleksibilitas peran gender demi tercapainya keadilan. Sebab laki-laki dan perempuan itu diciptakan bukan untuk saling menyaingi dan mendominasi, melainkan untuk saling bekerja sama dan saling mengasihi. Jika selama ini senantiasa ditekankan bahwa melayani suami merupakan amal salih bagi seorang istri, mengapa kesempatan untuk beramal salih ini tidak ditekankan pula kepada kaum laki-laki? Toh keduanya adalah sama-sama manusia yang diciptakan Allah untuk beribadah dan beramal untuk kebaikan. Tidak ada yang lebih tinggi derajat seseorang di atas yang lain, baik laki-laki ataupun perempuan, kecuali dalam hal ketakwaannya (QS 49: 13).

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian terdiri dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. al-Hujurat, 13).

Penulis: Nina Nurmila, Dosen senior di Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung.

Tags: keluargaketerlibatan laki-laki di rumahperan keluargaperempuan
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Menstruasi

Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi

2 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Gaji Pejabat

Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

1 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Difabel

    Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Demianus si ‘Manusia Pembalut’ dan Perlawanan terhadap Tabu Menstruasi
  • Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?
  • Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan
  • Gaji Pejabat vs Kesejahteraan Kaum Alit, Mana yang Lebih Penting?
  • Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID