Sabtu, 8 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    ASI yang

    Pentingnya Peran Ayah dalam Mendukung Pemberian ASI

    Budaya Bullying

    Budaya Bullying dan Hilangnya Rasa Aman Pelajar

    Menyusui

    Menyusui dan Politik Tubuh Perempuan

    Kesetaraan Disabilitas

    Gen Z Membangun Kesetaraan Disabilitas Di Era Digital

    Menyusui

    Menyusui dan Rekonstruksi Fikih Perempuan

    istihadhah yang

    Istihadhah: Saat Fiqh Perlu Lebih Empatik pada Perempuan

    Rumah Ibadah

    Rumah Ibadah Belum Memberikan Ruang Aman untuk Perempuan

    istihadhah

    Ketika Fiqh Tak Ramah Perempuan: Meninjau Ulang Hukum Istihadhah

    Nostra Aetate

    Nostra Aetate: Refleksi Hubungan Katolik dan Agama Lain

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    ASI yang

    Pentingnya Peran Ayah dalam Mendukung Pemberian ASI

    Budaya Bullying

    Budaya Bullying dan Hilangnya Rasa Aman Pelajar

    Menyusui

    Menyusui dan Politik Tubuh Perempuan

    Kesetaraan Disabilitas

    Gen Z Membangun Kesetaraan Disabilitas Di Era Digital

    Menyusui

    Menyusui dan Rekonstruksi Fikih Perempuan

    istihadhah yang

    Istihadhah: Saat Fiqh Perlu Lebih Empatik pada Perempuan

    Rumah Ibadah

    Rumah Ibadah Belum Memberikan Ruang Aman untuk Perempuan

    istihadhah

    Ketika Fiqh Tak Ramah Perempuan: Meninjau Ulang Hukum Istihadhah

    Nostra Aetate

    Nostra Aetate: Refleksi Hubungan Katolik dan Agama Lain

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

5 Faktor Penyebab KDRT dan Jawaban Islam Tentangnya

Sikap abai masyarakat terhadap kasus KDRT, juga bertentangan dengan ajaran Islam yang menganjurkan untuk mengubah kemungkaran. Kekerasan adalah kemungkaran yang nyata dalam Islam

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
30 September 2022
in Hukum Syariat
0
Penyebab KDRT

Penyebab KDRT

982
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sekalipun sudah ada UU khusus mengenai Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), yang keluar pada tahun 2004, yang sejalan dengan Islam, nampaknya kasus-kasusnya masih banyak dan belum juga berkurang. Kasus-kasus KDRT dilakukan berbagai kalangan, menengah ke bawah maupun atas, terdidik maupun tidak, bahkan kalangan artis juga demikian. Setidaknya ada 5 faktor penyebab KDRT ini.

Kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana disebutkan dalam UU PKDRT No. 23 Tahun 2004, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga. Termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Sesungguhnya kekerasan yang seseorang alami dalam sebuah rumah tangga, khususnya istri, memiliki dimensi yang tidak tunggal. Seseorang yang menjadi korban kekerasan fisik, biasanya ia telah mengalami kekerasan psikis sebelumnya dan sesudahnya. Tidak sedikit juga yang mengalami kekerasan dan penelantaran ekonomi.

Bentuk-Bentuk KDRT

Kekerasan fisik bisa muncul dalam berbagai bentuk dan rupa. mulai dari menampar, menempeleng, memukul, membanting, menendang, membenturkan ke benda lain sampai bisa jadi menusuk dengan pisau bahkan membakar.

Dalam banyak kasus yang terjadi, kekerasan fisik yang perempuan alami banyak yang mengakibatkan cidera berat, cacat permanen, bahkan kehilangan nyawa. Bisa jadi, kekerasan fisik itu tidak memiliki dampak, atau hilang bekas fisiknya, tetapi hampir selalu memiliki implikasi psikologis dan sosial pada korbannya.

Kekerasan non-fisik atau kekerasan mental –kekerasan yang mengarah pada serangan terhadap mental/psikis seseorang, merupakan yang paling banyak terjadi dalam kasus-kasus yang dilaporkan lembaga-lembaga pendamping.

Bisa berbentuk ucapan-ucapan menyakitkan, kata-kata kotor, bentakan, penghinaan, ancaman. Perempuan menjadi sasaran pelampiasan, bisa jadi karena faktor-faktor yang ada di luar rumah tangga. Tidak sedikit juga, yang justru dibalik, perempuan sebagai korban ditempatkan sebagai pelaku oleh suami, dengan memutarbalikkan fakta.

Kekerasan berdimensi ekonomi yang perempuan alami, termasuk yang terbanyak terjadi pada kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga. Sekalipun dalam konstruksi masyarakat di Indonesia, menempatkan laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang berkewajiban untuk mencari dan memberi nafkah kepada istri, tetapi tidak sedikit dari mereka yang menelantarkan istri dan anak-anak.

Bahkan ada yang secara sengaja mengontrol pendapatan istri, melarang istri bekerja tetapi juga tidak memberikan uang atau pendapatan yang cukup untuk keluarga.

Kekerasan seksual, yakni kekerasan yang mengarah kepada serangan terhadap seksualitas seseorang, bisa berupa pemaksaan hubungan seksual, pemukulan dan bentuk-bentuk kekerasan lain yang menyertai hubungan intim; bisa sebelum atau sesudah hubungan intim, pemaksaan berbagai posisi dan kondisi hubungan seksual, pemaksaan aktivitas tertentu, pornografi, penghinaan terhadap seksualitas perempuan melalui bahasa verbal, ataupun pemaksaan pada istri untuk terus menerus hamil atau menggugurkan kehamilan.

Kekerasan seksual yang dialami perempuan, biasanya disertai dengan kekerasan-kekerasan lain, baik fisik, mental, maupun ekonomi. Dan yang pasti tidak saja berdampak pada organ seks/reproduksi secara fisik, namun juga berdampak pada kondisi psikis atau mental.

Faktor Penyebab KDRT

Kekerasan di dalam rumah timbul dan terjadi karena berbagai faktor, baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Namun, kekerasan itu sendiri bisa berbuntut pada kekerasan yang lain. Kekerasan terhadap istri, misalnya, biasanya akan berlanjut pada kekerasan-kekerasan lain; terhadap anak dan anggota keluarga yang lain.

Dan kebiasaan buruk ini bisa menular, dan keluar dari lingkup dalam rumah tangga, dan selanjutnya keluar menjadi wabah dalam masyarakat. Inilah yang kita sebut sebagai lingkaran setan kekerasan. Setidaknya ada 5 faktor sosial, yang melestarikan adanya penyebab KDRT dan menyulitkan korban memperoleh dukungan dan pendampingan dari masyarakat.

Ketimpangan Relasi

Pertama dan yang utama adalah adanya ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan; baik di rumah tangga, maupun dalam kehidupan publik. Ketimpangan ini seringkali memberi kuasa kepada laki-laki untuk memerintah, mengatur, dan mendisiplankan perempuan, baik sebagai istri, anak, saudara, bahkan sebagai ibu.

Di keluarga misalnya, kebanyakan masyarakat percaya bahwa suami adalah pemimpin bahkan penguasa keluarga. Istri diposisikan seperti milik penuh suami, yang berada pada kontrol dan pengawasannya. Sehingga apapun yang istri lakukan, harus seizin dan sepengetahuan suami. Tidak sebaliknya.

Ketika terjadi kesalahan sedikit saja dari istri dalam cara pandang suami, istri harus berhadapan dengan pengawasan dan pengontrolan dari suami. Suami merasa dituntut untuk mendidik istri dan mengembalikannya pada jalur yang benar, menurut cara pandang suami. Pengontrolan ini tidak sedikit, yang pada akhirnya menggunakan tindak kekerasan.

Ketergantungan

Kedua, ketergantungan istri terhadap suami secara penuh. Terutama untuk masalah ekonomi, yang membuat istri benar-benar berada di bawah kekuasaan suami. Posisi rentan ini sering menjadi pelampiasan bagi suami, ketika dia menghadapi persoalan-persoalan yang sebenarnya berada di luar rumah tangga.

Banyak penelitian yang menunjukkan beberapa suami yang mengalami kekerasan atau pelecehan di tempat kerja, dia lalu melampiaskannya di rumah kepada istri atau anak-anak. Suami akan menggunakan ketergantungan ekonomi istri, untuk mengancamnya jika tidak mengikuti apa yang ia inginkan dan memenuhi apa yang ia butuhkan.

Abai terhadap KDRT

Ketiga, sikap kebanyakan masyarakat terhadap KDRT yang cenderung abai. Penyebab KDRT dianggap urusan internal dan hanya menyangkut pihak suami dan istri belaka. Paling jauh, keluarga terdekat dari pihak suami maupun istri. Itupun masih sangat jarang.

Masyarakat pasti akan bertindak jika melihat ada perempuan yang diserang orang tidak dikenal, tetapi jika yang menyerang adalah suaminya sendiri, justru mereka mendiamkannya. Jika kekerasan suami ini terjadi di luar rumah, masyarakat hanya akan menasihati untuk dibawa ke dalam rumah saja.

Penafsiran yang Salah

Keempat, keyakinan-keyakinan yang berkembang di masyarakat termasuk yang mungkin bersumber dari tafsir agama. Bahwa perempuan harus mengalah, bersabar atas segala persoalan keluarga, harus pandai menjaga rahasia keluarga, keyakinan tentang pentingnya keluarga ideal yang penuh dan lengkap, tentang istri shalihah, juga kekhawatiran-kekhawatiran terhadap proses perceraian dan akibat dari perceraian.

Tentu saja, keyakinan dan kepercayaan yang tumbuh di masyarakat ini, pada awalnya adalah untuk kebaikan dan keberlangsungan keluarga. Tetapi dalam konstruksi relasi yang timpang, seringkali digunakan untuk melanggengkan KDRT.

Kontrol Diri Lemah

Kelima, kontrol diri yang lemah. Masyarakat, terutama ketika berelasi dalam rumah tangga, tidak kita didik dan latih untuk mampu mengontrol diri. Terutama ketika marah, tentang bagaimana melampiaskan kemarahan yang tidak destruktif.

Anak-anak dan remaja, terutama yang dewasa dan beranjak untuk menikah, tidak kita kenalkan tentang bagaimana berelasi yang sehat, mengenali diri dan mengenali pasangan, serta mengenali hubungan yang baik dan saling menguatkan. Pendidikan mengenai relasi kesalingan ini, atau mubadalah, sedikit sekali tersedia dalam lembaga-lembaga sosial masyarakat.

Jawaban Islam

Tentu saja, Islam memandang segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah kezaliman yang harus kita hapuskan. Kekerasan, atau dharar, adalah haram, oleh siapapun dan kepada siapapun. Karena itu, faktor-faktornya harus kita hentikan agar tidak menyebabkan maraknya kasus-kasus KDRT.

Dalam Islam, relasi laki-laki dan perempuan, termasuk antara suami dan istri, adalah berpasangan (zawaj), bukan bawahan dan atasan. Kewajiban nafkah bagi suami terhadap istri, juga bukan untuk menciptakan ketergantungan. Melainkan peran yang bersifat resiprokal.

Sikap abai masyarakat terhadap kasus KDRT, juga bertentangan dengan ajaran Islam yang menganjurkan untuk mengubah kemungkaran. Kekerasan adalah kemungkaran yang nyata dalam Islam. Apalagi, banyak hadits Nabi Muhammad Saw juga yang menganjurkan pertolongan bagi orang-orang yang mengalami kezaliman. Sementara, bagi yang zalim, juga harus kita hentikan dengan berbagai intervensi, seperti perundang-undangan.

Faktor-faktor keyakinan dan budaya yang melestarikan KDRT, juga penting untuk kita ubah dan kita transformasikan, sebagai amanat visi Islam yang rahmatan lil ‘alamin dan akhlaq karimah. Pendidikan relasi mubadalah yang bersifat praktis, baik bagi pasutri maupun seluruh anggota keluarga, tentu saja menjadi niscaya. Agar semua anggota keluarga, benar-benar, mampu mengimplementasikan amanat pesan Nabi Muhammad Saw berikut ini:

“Tidaklah sempurna iman seseorang di antara kamu kecuali mencintai sesuatu untuk orang lain sebagaimana ia mencintai sesuatu itu untuk dirinya sendiri.” (Musnad Ahmad no. 14083). []

Tags: hukum keluarga IslamislamKDRTKekerasan Berbasis Genderkeluargaperkawinan
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Menikah
Personal

Menikah: Saling Mengadaptasi Keterasingan

6 November 2025
Digital Parent
Keluarga

Digital Parent: Anak Dalam Bayangan Kekerasan Online

6 November 2025
Disabilitas
Publik

Memperjuangkan Kontestasi Makna: Mengapa ‘Disabilitas’ Lebih Manusiawi dari ‘Cacat’

6 November 2025
Wali Nikah
Keluarga

Wali Nikah, Antara Perlindungan dan Kesewenang-wenangan

5 November 2025
Hak Anak
Keluarga

Hak Anak atas Tubuhnya: Belajar Menghargai Batasan Sejak Dini

5 November 2025
Perempuan Haid yang
Keluarga

Saatnya Umat Islam Mengakhiri Stigma terhadap Perempuan Haid

5 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • istihadhah

    Ketika Fiqh Tak Ramah Perempuan: Meninjau Ulang Hukum Istihadhah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Ibadah Belum Memberikan Ruang Aman untuk Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nostra Aetate: Refleksi Hubungan Katolik dan Agama Lain

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fiqh Haid yang Memudahkan, Bukan Menyulitkan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Peran Ayah dalam Mendukung Pemberian ASI
  • Budaya Bullying dan Hilangnya Rasa Aman Pelajar
  • Menyusui dan Politik Tubuh Perempuan
  • Gen Z Membangun Kesetaraan Disabilitas Di Era Digital
  • Menyusui dan Rekonstruksi Fikih Perempuan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID