Bulan Ramadan sudah kita jalani bersama. Setiap manusia yang beragama Islam tentu menyambut bulan tersebut dengan penuh suka cita, tak terkecuali masyarakat Sunda. Setiap menjelang bulan puasa, masyarakat Sunda akan menyambutnya dengan tradisi munggahan.
Secara bahasa munggahan berarti naik ke tempat yang lebih tinggi. Hal ini disimbolkan berupa kebiasaan masyarakat Sunda mengajak seluruh anggota keluarga berplesiran ke dataran tinggi seperti curug, tempat pemandian di lereng gunung, dan lain-lain. Namun, hal berbeda ditemukan dalam masyarakat Sunda di daerah Kabupaten Garut, khususnya di kampung saya, yaitu Desa Pancasura Kecamatan Singajaya.
Sepanjang ingatan saya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di lingkungan Pancasura dalam menyambut bulan suci ramadan dari tahun ke tahun hampir sama.
Nah, dalam tulisan ini, saya akan berbagi lima hal menarik yang biasa kami lakukan selama munggahan. Di antaranya yaitu, yang pertama, botram/mayoran (makan bersama) atau kalau di youtube biasa dibilang makan besar.
Iya, sebab dalam kegiatan botram ini, semua anggota keluarga baik yang di kampung maupun yang di kota akan kumpul di salah satu rumah sesepuh (orang yang dituakan dalam sebuah keluarga), dan mereka akan masak makanan yang bisa dibilang istimewa seperti daging kambing, ikan yang berukuran besar atau ayam kampung.
Maka tidak heran, jika banyak keluarga di kampung yang sengaja memelihara beberapa hewan seperti sapi, kambing, ikan, ayam, bebek dan yang lainnya, dan hanya akan disembelih ketika menjelang ramadan yaitu pada saat munggahan.
Hal tersebut bertujuan agar tali persaudaraan di antara semua anggota keluarga semakin erat, walaupun ada beberapa yang memilih untuk merantau bahkan tinggal di kota. Dengan menyediakan makan-makanan tersebut, orang Sunda memaknainya sebagai sebuah penghormatan atau tanda kasih sayang.
Lalu, yang kedua adalah pulang kampung. Seperti yang telah dijelaskan di atas, dalam tradisi munggahan setiap anggota keluarga yang merantau diminta untuk pulang dan berkumpul di rumah salah satu sesepuhnya.
Demikian dimaksud dalam rangka menyambut bulan ramadan dengan melaksanakan tarawih dan sahur pertama secara bersama-sama. Jadi, tradisi mudik di kampung saya, tidak hanya dilakukan ketika jelang Idul Fitri saja, tetapi dilakukan ketika satu atau dua hari sebelum kami berpuasa.
Yang ketiga tradisi munggahan akan diisi dengan kegiatan bersih-bersih. Selain berkumpul untuk botram, setiap anggota keluarga juga biasanya akan melakukan kerja bakti atau orang jawa biasa menyebutnya dengan istilah “ro’an”.
Kerja bakti ini dilakukan dengan cara membersihkan masjid, mushola, jalan serta rumah masing-masing. Bahkan ada juga yang secara sengaja mencuci semua pakaian yang ia punya, supaya bersih dan wangi. Semua ini dilakukan dengan tujuan supaya dalam menyambut bulan yang suci, lingkungan dan pakaian yang dipakai beribadah di bulan ramadan juga suci dan bersih.
Tradisi munggahan selanjutnya juga biasa diisi dengan kegiatan Ngabedahkeun. Kegiatan ngabedahkeun pada saat munggahan ini merupakan kegiatan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat di kampung saya. Pasalnya, dalam kesempatan ini, orang yang mempunyai ikan di balong (tempat penyimpanan ikan di lahan terbuka) akan memanen ikan tersebut dan menjual kepada masyarakat dengan harga yang cukup murah. Ini persis seperti diskon akhir tahun.
Yang menarik dari ngabedahkeun selain bisa membeli ikan dengan harga yang cukup bersahabat adalah masyarakat siapa saja, bisa ikut turun tangan untuk mengambil ikan-ikan tersebut. Kegiatan ini sering jadi tontonan gratis bagi masyarakat dikampung saya.
Kami percaya, bahwa merawat kebahagiaan itu tidak perlu dengan cara-cara yang mewah, buktinya melihat orang-orang saling berlomba dalam mengambil ikan di balong saja, kami sudah bisa tertawa lepas secara bersama-sama.
Kemudian, yang terakhir ada yang disebut dengan tradisi Mawakeun (mengirim makanan). Tradisi Mawakeun ini memang cukup unik, sebab dalam tradisi ini orang yang menerima kiriman makanan adalah orang-orang tertentu saja.
Misalnya sesepuh keluarga, sesepuh kampung¸guru ngaji, mertua atau calon mertua. Tujuan dari tradisi ini tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mempererat persaudaraan serta tanda penghormatan terhadap orang yang lebih tua atau orang yang berilmu. Bagi orang yang punya, mawakeun biasa dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu saat munggahan dan menjelang Idul Fitri.
Itulah lima hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat Sunda di kampung saya yang terdapat dalam tradisi munggahan. Namun, di tahun ini, kami memang cukup merasa kesepian karena ada beberapa kegiatan yang tidak dapat kami lakukan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Selain kondisi yang tidak memungkinkan, kami juga berupaya menghormati himbauan dari pemerintah yang harus tetap #dirumahaja, melakukan segala hal di rumah, jaga jarak dan jaga kesehatan selama masa pandemi Covid-19.
Sehingga munggahan tahun ini kami rayakan dengan sangat sederhana. Kami hanya menyambut bulan suci Ramadan dengan membersihkan rumah masing-masing dan menyiapkan makanan untuk anggota keluarga yang ada di kampung saja. Tidak ada tradisi mawakeun, ngabedahkeun, botram dan pulang kampung.
Walaupun kegiatan kami pada munggahan tahun ini sedikit berbeda, hal itu tidak membuat semangat kami untuk menyambut dan menjalankan ibadah di bulan Ramadan berkurang. Justru, kami penuh harap, semoga dengan datangnya bulan yang penuh berkah ini, do’a-do’a baik agar dunia termasuk Indonesia segera pulih, dikabulkan oleh Allah SWT.
Kami juga tetap menjaga silaturahmi dengan keuluarga yang jauh di sana dengan tetap berbagi kabar, saling mendo’akan serta saling menyemangati satu sama lain. Marhaban Ya Ramadan teman-teman. Tetap semangat.[]