“Anak bungsu itu biasanya dimanja, lho.”
“Enak, ya, jadi anak bungsu apa-apa keturutan.”
“Jadi anak bungsu pasti keinginannya sering dikabulkan. Kan, ada kakak-kakaknya.”
Mubadalah.id – Siapa yang sering mendengar ucapan itu? Hehehe. Mengaitkan si bungsu dengan anak kesayangan keluarga sudah tidak asing di telinga. Tetapi bersama itu, bayang-bayang harapan keluarga ternyata jauh lebih bikin dag-dig-dug perasaan.
Banyak yang terjebak dengan harapan orang tua, kalau anak terakhir harus bisa lebih baik dari kakak-kakaknya. Semakin tidak mudah perjalanannya ketika anak tersebut ialah generasi sandwich, seorang dewasa yang bekerja, sembari membiayai hidupnya, ia rutin memenuhi kebutuhan keluarga.
Apa yang menjadi ekspektasi masyarakat terhadap anak bungsu dan roller coaster generasi sandwich tergambarkan secara detail dan berkesan melalui film Home Sweet Loan. Sebuah film yang baru saja tayang di layar bioskop Indonesia.
Sekilas Tentang Home Sweet Loan
Home Sweet Loan merupakan film yang diadaptasi dari novel karya Almira Bastari. Film yang disutradarai Sabrina Richelle ini berhasil membuat seisi bioskop meneteskan air mata karena relate dengan kehidupan sosial masyarakat saat ini.
Home Sweet Loan mengisahkan perempuan bernama Kaluna (Yunita Siregar). Ia anak bungsu yang memiliki mimpi mempunyai rumah untuk pulang. Kaluna ingin pulang dengan nyaman karena ia merasa bertambah bebannya ketika dua kakak yang sudah menikah masih tinggal di rumah bersama orang tua Kaluna.
Aku merasa kaget ketika Kaluna mengatakan “orang biasa kaya gue tuu, mau mimpi saja, harus tahu diri ternyata.” Dengan gaji seadanya dan kondisi keuangan yang pas-pasan, ia merasa kesulitan untuk mewujudkan mimpi memiliki rumah. Kaluna kerap berhadapan dengan situasi yang menjepit keadaan dan membuat Kaluna tidak memiliki kebebasan.
Bersamaan dengan perjuangan Kaluna mewujudkan mimpinya, ia diwarnai dengan kehadiran teman-teman kantornya, ada Danan, Miya, dan Tanis. Ketiga sahabatnya selalu menemani, memahami, dan mencairkan suasana hati Kaluna ketika sedang sedih. Sebuah persahabatan hangat yang sangat berarti bagi Kaluna.
Sebagai bungsu, Kaluna juga harus menanggung semua kebutuhan rumah orang tuanya. Kaluna harus merasakan pedihnya menjadi generasi sandwich yang terhimpit beban generasi sebelumnya. Bagi kalangan anak muda yang termasuk generasi sandwich, film ini relate dengan hidup sederhana, gaji gak seberapa, gaya hidup tinggi, tapi harus bekerja lebih keras dan irit pengeluaran.
5 Nilai Kehidupan dalam Film Home Sweet Loan
Pertama, Pentingnya Pendidikan bagi Perempuan
Kaluna merupakan staf karyawan di salah satu perusahaan swasta. Ia selalu tekun dan semangat menjalankan tugasnya. Meski pada akhirnya, Kaluna memilih resign dan menjalankan bisnis makanan bersama ibu. Bisa jadi ia melakukan ini karena ingin berkembang lebih baik dari sebelumnya. Semua tertata di dalam pikiran Kaluna, bahwa ia harus bisa bergerak kuat untuk mewujudkan impiannya.
Pendidikan karakter dan bekal kecerdasan yang tertanam di dalam diri Kaluna membuat ia berani memilih jalan mana yang akan ia tempuh ke depan dengan segala konsekuensinya. Sampai akhirnya ia memilih untuk menjalankan bisnis yang bisa jadi pendapatannya lebih banyak daripada gaji karyawan. Aku melihat, Kaluna merepresentasikan bagaimana pendidikan mempunyai pengaruh besar bagi perempuan.
Prof Quraish Shihab berpendapat melalui bukunya berjudul Wawasan Al Quran, pendidikan mengorientasikan diri pada unsur material (jasmani) dan immaterial (akal dan jiwa). Pembinaan akalnya akan menghasilkan ilmu pengetahuan. Pembinaan jiwanya akan menghasilkan kesucian dan etika, sedangkan pembinaan jasmani akan menghasilkan keterampilan.
Jadi kalau ada yang bilang ngapain perempuan berpendidikan tinggi-tinggi? Ya sudah, didiemin aja. Mending tetap fokus belajar dan memperbanyak keterampilan.
Kedua, Sahabat adalah Support System Terdekat
Selama mencari impiannya untuk memiliki rumah, Kaluna ditemani oleh tiga orang sahabat. Mereka yang selalu ada untuk Kaluna. Tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga batin yang membuat Kaluna tidak merasa sendirian.
Support system ini bagaikan imun bagi tubuh seseorang. Ia hadir membawa energi positif yang meyakinkan diri seseorang dekat dengan impiannya. Sama seperti apa yang Kaluna rasakan. Adanya sahabat membuat ia tidak merasa sendiri menghadapi masa-masa sulitnya.
Support system dapat membantu seseorang mendapatkan dukungan sosial dan tidak merasa sendirian. Adanya dukungan sosial, seseorang mampu terhubung dengan dunia luar dan terjadi interaksi. Ini menjadi salah satu cara yang bagus untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan mental.
Ketiga, Pentingnya Mengelola Keuangan
“Kamu hebat,” ucapan Danan ke Kaluna yang membuat aku cukup respect. Kaluna sejauh ini selalu mencatat keuangan melalui spreadsheet pribadinya dengan rapi. Sedangkan di film ini, kakak Kaluna terjebak dalam pinjaman oline dan penipuan investasi rumah.
Menurutku, kebiasaan Kaluna penting kita tiru sebagai generasi yang mempersiapkan masa depan dengan baik. Ya, meski memang tidak tahu ke depan bakal gimana, setidaknya kita meminimalisir kerugian yang disebabkan keuangan boncos dengan mengelolanya secara bijak.
“Getting money is one thing, keeping it is another.” Yap, ini adalah salah satu ungkapan dalam buku The Psychology of Money yang ditulis oleh Morgan Housel. Maksudnya, mendapatkan uang dan mempertahankan uang adalah dua hal berbeda.
Untuk mendapatkan uang, kita bisa melakukan banyak cara, misalnya dengan bekerja, membantu orang lain, atau yang lainnya. Namun, untuk mempertahankan uang tersebut bisa kita bilang lebih sulit. Salah satu cara untuk mempertahankan uang yaitu mempunyai mindset hidup sederhana dan rasa takut.
Hidup sederhana ini bisa bermaksud pada kecukupan dalam memenuhi kebutuhan. Jadi kalau tidak butuh, ya, tidak perlu mengeluarkan uang. Selain itu, mengelola keuangan perlu ada rasa takut. Takut akan mengalami keuangan yang tidak seimbang dan menyebabkan masalah soal keuangan. Memadukan keduanya berarti memiliki upaya untuk menghindari hal-hal buruk seperti terjerat pinjaman online.
Keempat, Hati-Hati dengan Toxic Relationship
Aku setuju ketika Kaluna memutuskan untuk meninggalkan pasangannya yang tidak mendukung impian Kaluna. Sebab ketika hubungan dilanjutkan tetapi salah satu tidak mendukung rencana pasangan tanpa alasan yang jelas, mempunyai potensi sulit berkembang.
Bahaya dari toxic relationship ini bisa memunculkan perasaan tidak nyaman sampai pada kekerasan. Jadi, ketika bersama pasangan tidak menemukan proses berkembang ke arah yang lebih baik? Ya, buat apa. Sepakat aja dengan keputusan Kaluna; tinggalkan pasangan toxic.
Menurut Christy MS dalam bukunya Toxic Relationship Free, ia mengatakan bahwa sebuah hubungan yang sehat adalah mereka yang saling mandiri dan menjadi lebih baik bersama-sama, dibangun dengan komunikasi yang rutin tapi tidak menuntut.
Benar sekali! Justru dengan diperbolehkan memiliki impian, perempuan bisa menentukan langkah mana yang akan diambil terlebih dulu dan bagaimana menyeimbangkan antara impian dengan kehidupannya bersama pasangan.
Kelima, Setiap Generasi Sandwich Berhak Bahagia
Kaluna seringkali mengalah terhadap keputusan-keputusan keluarga dan mengabaikan harapannya. Makanya Kaluna tidak jarang mengekspresikan emosi dengan kesal, sedih, dan menangis. Tidak ada yang salah dengan emosi, tetapi ketika emosi negatif terus menerus ada, justru itu bisa menghabiskan energi.
Generasi sandwich seperti Kaluna harus memiliki ruang untuk merawat diri atau self care. Memilih self care sebaiknya juga tidak membebani diri sendiri. Jadi, tentukan self care yang bisa menjadi pilihan ambil jeda dari tuntutan-tuntutan orang lain. Misalnya dengan berolahraga, menulis journaling, atau melakukan kegiatan sesuai dengan hobi masing-masing.
Membantu orang tua dan menjalani pekerjaan bukan hal yang mudah dilakukan secara bersamaan. Namun, ketika generasi sandwich melakukan keduanya, satu yang tidak boleh diabaikan adalah kesehatan fisik dan mentalnya sendiri. Mereka tetap berhak merasakan kebahagiaan seutuhnya.
Menyaksikan Home Sweet Loan seperti menyaksikan realita kehidupan sosial masyarakat seorang bungsu sekaligus generasi sandwich. Kalau kita termasuk generasi sandwich, kita gak sendirian. Semoga kita mempunyai kesempatan untuk merangkai masa depan dengan sebaik-baiknya dan bahagia memiliki apa yang ada di sekitar kita. []