Mubadalah.id – Tahun 2023 di depan mata. Satu tahun yang penuh perjuangan telah berhasil kita lewati. Ada banyak peristiwa manis yang terjadi dan tersimpan rapi menjadi kenangan hingga entah kapan. Namun tak sedikit pula terjadi peristiwa pahit sepanjang 2022. Sehingga catatan reflektif ini menjadi penting untuk mengantarkan rekomendasi resolusi tahun baru bagi perempuan.
Mengapa perempuan? Karena berbagai kasus menyakitkan serta isu krusial terjadi sepanjang tahun yang sudah di penghujung usia ini, banyak sekali menimpa perempuan. Mulai dari pembunuhan, eksploitasi, kekerasan seksual bahkan hingga isu UU TPKS yang melar dan tak kunjung usai hingga KUHP yang jelas-jelas merugikan perempuan.
Menghadapi satu tahun yang akan datang, saya sebagai seorang perempuan punya banyak harapan besar. Tidak hanya untuk lingkup pribadi, tapi untuk perempuan secara menyeluruh. Membuat resolusi tahun baru adalah salah satu cara yang bisa kita lakukan agar sepanjang tahun yang akan datang, kita memiliki arah dan tujuan yang jelas.
Bahkan meski kita tidak tahu akan bagaimana kondisi hidup yang akan kita jalani. Bagi sebagian orang, membuat resolusi tahun baru dianggap sebagai satu hal yang negatif. Mereka beralasan bahwa melakukan hal ini membuat kita terkekang dan tidak bebas bereksplorasi. Namun, bukankah juga penting kita memiliki catatan akan arah dan tujuan terlebih di tengah hiruk pikuknya kehidupan yang melalaikan itu?
Berikut saya menuliskan 5 resolusi hidup setahun yang akan datang. Berawal untuk diri sendiri, namun sekaligus harapannya dapat menjadi rekomendasi bagi perempuan lain. Entah mereka yang sudah memiliki resolusi sendiri atau yang masih bertanya-tanya, akan bagaimana menjalani hidupku setahun ke depan?
Menjadi Perempuan yang ‘Merdeka’ Sejak dalam Pikiran
Menjadi perempuan, kita kerap kali berhadapan dengan batasan-batasan yang mengerdilkan perempuan dari potensi kemanusiaannya. Berbagai kasus kejahatan, pelecehan mulai dari fisik, psikis, ekonomi, kesehatan hingga perspektif banyak perempuan hadapi sepanjang tahun 2022. Beberapa kali kita temukan berita perempuan diperkosa, terbunuh, bahkan dengan alasan-alasan ‘gila’ dan sama sekali tidak manusiawi.
Masih segar dalam ingatan, tentang pembunuhan terhadap Mahsa Amini, seorang perempuan Iran hanya karena berpakaian tidak sesuai dengan standar umum. Kebebasan perempuan umtuk berekspresi bahkan meski hanya melalui pakaian dibabat habis.
Belum lagi kasus bunuh diri yang terjadi pada Novia akibat dipaksa aborsi oleh pacarnya yang seorang polisi dan ribuan kasus lainnya. Bahkan menurut catatan Komnas Perempuan terdapat 3.014 kasus sepanjang Januari-November 2022. Ini baru yang tercatat. Bagaimana dengan kekerasan bawah tanah yang tidak korban suarakan?
Menghadapi tahun 2023, mari kita bersama tegaskan bahwa perempuan dengan segala sisi kemanusiaannya adalah makhluk yang setara dengan laki-laki. perempuan merdeka untuk berbuat, berpikir dan berekspresi sesuai dengan apa yang ia inginkan selama tidak mengganggu eksistensi makhluk lain: laki-laki hingga alam semesta.
Tubuh yang perempuan miliki, pikiran yang mengendalikannya serta jiwa yang mengisi tubuh itu mutlak adalah milik perempuan itu sendiri dan Tuhannya. Tak ada yang boleh atau membolehkan tindak kekerasan atau pembatasan terhadap perempuan.
Menjadi Perempuan Tangguh dan Berani Mengambil Keputusan
Karena perempuan itu ‘merdeka’ sebagaimana saya sebutkan dalam poin pertama. Maka dia berhak untuk menjadi tangguh dan berdaya. Baik secara sosial, ekonomi, psikis, kesehatan bahkan seksual. Dia juga memiliki hal yang sama dan setara dengan laki-laki dalam mengambil keputusan di berbagai aspek kehidupan.
Perempuan boleh memilih untuk bekerja, menjadi ibu rumah tangga, menikah, atau jomlo sekalipun. Perempuan berhak memilih dan dipilih oleh calon pasangannya. Begitu pula ketika dalam kondisi yang tidak mengenakkan, perempuan punya ruang yang setara untuk berkata tidak dan menolak apapun yang tidak dia inginkan.
Catatan ini bukan menyarankan kepada perempuan untuk menjadi bebas sebebasnya tanpa batasan apapun. Batasan norma agama dan sosial (yang adil) tetap menjadi batasan bagi semua pihak. Perempuan sebagaimana laki-laki, punya hak bersuara, berkata tidak atau iya sesuai keinginannya dan tidak ada yang boleh memaksakan kehendaknya.
Internalisasi #womensupportingwomen
Kasus Lesti Kejora yang belakangan viral dan menyedot perhatian netizen Indonesia bisa kita jadikan contoh dari hilangnya poin ini. Ketika awal terjadi pelaporan kasus KDRT yang dialami oleh Lesti, arus deras dukungan moral diberikan. Namun sayang, ketika Lesti mengubah keputusannya dan memilih untuk berdamai, dukungan tersebut berbalik arah menjadi hujatan dan cacian. Bahkan doa buruk dan stigma negatif dilabelkan kepadanya. Dan mayoritas pelakunya adalah perempuan itu sendiri.
Fenomena ini miris karena menunjukkan tidak adanya wujud dukungan penuh dari perempuan kepada sesama perempuan. Padahal, Lesti sebagai perempuan berhak untuk membuat keputusan dan bertanggung jawab dengan pilihannya itu.
Padahal jika kita benar-benar mau mewujudkan support kepada seorang Lesti Kejora, maka yang baik yang bisa kita lakukan adalah menyediakan ‘bahu’ yang nyaman dan ‘telinga’ yang siap mendengarkan serta anggota tubuh lainnya yang siap mendukung keputusan yang ia buat serta membantunya untuk konsekuen dengan pilihannya itu.
Menghadapi tahun 2023, saya berharap kasus semacam dapat berkurang atau syukur jika tidak terjadi sama sekali. mengapa sesama perempuan penting untuk saling mendukung? Karena tak ada yang lebih mengerti tentang perempuan selain sesama perempuan itu sendiri. Mari eratkan tangan, kita saling merangkul untuk mewujudkan pemberdayaan perempuan dari berbagai aspek kehidupan.
Meyakini Realitas Peran Perempuan
Perempuan apapun perannya, itu nyata dan berharga. Dia yang memilih untuk bekerja, dia berharga. Memilih untuk jadi ibu rumah tangga, dia tetap berperan secara nyata untuk kehidupan. Begitu pula mereka yang memilih untuk terjun di bidang politik, kesehatan, pendidikan maupun sektor non formal tetaplah berharga dan mempunyai peran yang sama-sama nyata sebagaimana laki-laki.
Menghargai Pengalaman Khas Perempuan
Menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui adalah pengalaman khas perempuan yang di dalamnya tercakup banyak aspek. Kesehatan, ekonomi, bahkan aspek pendidikan tercakup dalam pengalaman khas tersebut. karena pengalaman khas inilah, maka perempuan berhak untuk mendapatkan ruang, pelayanan serta kesempatan yang sama khasnya.
Memasuki tahun 2023, ada harapan kuat munculnya gagasan-gagasan serta terwujudnya fasilitas yang menghargai pengalaman khas ini. Misal, ruang sanitasi khusus untuk perempuan, ruang laktasi di fasilitas umum, pengurangan hari kerja bagi perempuan yang sedang sakit karena menstruasi, memperpanjang hari cuti karena hamil dan melahirkan serta dokter obgyn dan bidan yang kompeten serta lain sebagainya.
Mungkin ini utopia. Namun, tak ada salahnya berharap bukan? Barangkali meski tak langsung terwujud serentak, mungkin kita awali dengan kesadaran akan pentingnya hal tersebut. Masa iya, lebih banyak ruang khusus untuk merokok di tempat umum dari pada ruang laktasi dan sanitasi khusus perempuan? Allahu A’lam. []