Mubadalah.id – Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal itu bisa dilihat dari data Komnas Perempuan selama dua tahun terakhir dari tahun 2020-2021. Bagaimana cara penanganan saat menjadi korban KDRT?
Pada tahun 2020, Komnas Perempuan mencatat ada sekitar 226.062 kasus. Angka itu meningkat tajam pada tahun 2021. Pada tahun tersebut Komnas Perempuan menyebutkan ada sekitar 338.496 kasus. Artinya selama dua tahun ini, angka kekerasan mengalami kenaikan hingga 50%.
Dengan terus meningkatnya angka KDRT, menegaskan bahwa masih belum banyak ruang yang aman bagi para perempuan. Mereka masih terbelenggu dalam rantai kekerasan, pelecehan, marjinalisasi dan segala bentuk diskriminasi.
Bahkan saat menjadi korban KDRT, para perempuan yang justru akan disalahkan oleh keluarganya, atau bahkan itu dianggap sebagai aib yang tidak perlu sebar luaskan apalagi sampai dilaporkan.
Oleh sebab itu, penting rasanya, bagi siapapun yang mengalami tindak KDRT, sebaiknya dapat melakukan enam cara yang dapat dijadikan sebagai pedoman.
Berikut enam cara penangan saat menjadi korban KDRT, seperti dikutip dari buku Fondasi Keluarga Sakinah yang ditulis oleh Adib Machrus dkk.
Pertama, jika kasusnya baru pertama kali, dapat diupayakan dengan melakukan pembicaraan baik-baik, atau jika perlu dengan membawa pihak ketiga sebagai penengah.
Kedua, menunjukkan sikap tegas jika KDRT terulang, dengan memberitahukan kepada pelaku bahwa tindakan tersebut melanggar hukum atau undang-undang.
Ketiga, jika anda mendapatkan ancaman yang bisa membahayakan keselamatan anda, maka lakukan cara untuk menyelamatkan diri. Misalnya, berteriak, lari, menendang pelaku KDRT, dan minta pertolongan atau perlindungan dari keluarga terdekat.
Keempat, segera laporkan kepada polisi, agar anda mendapatkan perlindungan hukum dari ancaman pelaku. Di kantor kepolisian anda akan ditangani secara khusus dan dimintai keterangan dalam ruang penanganan khusus (RPK). Berikan keterangan sejelas-jelasnya dengan menyertakan bukti, seperti bekas pukulan, hasil visum, dan lain-lain. Jangan takut untuk bercerita.
Kelima, jika anda tidak mampu dan anda merasa butuh pendamping, maka mintalah bantuan kuasa hukum dan psikolog.
Keenam, anda bisa minta bantuan lembaga bantuan hukum (LBH), lembaga swadaya masyarakat (LSM), Women Crisis Centre (WCC), lembaga konsultasi keluarga, dan semacamnya.
Penting diketahui, sebagai korban kekerasan, anda tidak perlu takut untuk melaporkan. Karena anda akan mendapatkan perlindungan dari pengadilan agama setempat yang akan diurus oleh kepolisian tempat anda melapor.
Keberanian anda untuk melapor dapat membantu pemerintah untuk menghentikan kekerasan dalam rumah tangga. (Rul)