Rabu, 10 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    16 HAKTP yang

    16 HAKTP Cirebon: Menggugat Media yang Masih Menormalisasi Kekerasan terhadap Perempuan

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi adalah Dosa Struktural Bangsa

    Banjir Aceh

    Banjir Aceh dan Sumatera Bukan Musibah Alam, Tapi Kegagalan Negara Mengontrol

    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    Bencana

    Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana di Aceh dan

    Dr. Faqih Bongkar Gagalnya Kontrol Agama dan Negara atas Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana Sumatera

    Ketika Rakyat Membayar Kerusakan, Korporasi Mengambil Untung: Kritik WALHI atas Bencana Berulang di Sumatera

    Bencana di Aceh

    WALHI Desak Evaluasi Total Izin Usaha di Aceh dan Sumatera untuk Hentikan Siklus Bencana

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Anak Muda

    Anak Muda dan Kerapuhan Sosial Baru

    Bencana Ekologis

    Bencana Ekologis Sumatra dan Pengalaman Disabilitas yang Masih Sering Terlupakan

    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

    Dunia Digital

    Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    Manusia dan Alam

    Alam Bukan Objek: Nyatanya Manusia dan Alam Saling Menghidupi

    HAKTP

    Praktik HAKTP dalam Jurnalisme Algoritmik

    Teodise

    Di Tengah Bencana, Di Mana Tuhan? Teodise dan Hikmah Kemanusiaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    16 HAKTP yang

    16 HAKTP Cirebon: Menggugat Media yang Masih Menormalisasi Kekerasan terhadap Perempuan

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi adalah Dosa Struktural Bangsa

    Banjir Aceh

    Banjir Aceh dan Sumatera Bukan Musibah Alam, Tapi Kegagalan Negara Mengontrol

    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    Ayat Ekologi

    Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    Bencana

    Agama Harus Jadi Rem: Pesan Dr. Faqih atas Terjadinya Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana di Aceh dan

    Dr. Faqih Bongkar Gagalnya Kontrol Agama dan Negara atas Bencana di Aceh dan Sumatera

    Bencana Sumatera

    Ketika Rakyat Membayar Kerusakan, Korporasi Mengambil Untung: Kritik WALHI atas Bencana Berulang di Sumatera

    Bencana di Aceh

    WALHI Desak Evaluasi Total Izin Usaha di Aceh dan Sumatera untuk Hentikan Siklus Bencana

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Anak Muda

    Anak Muda dan Kerapuhan Sosial Baru

    Bencana Ekologis

    Bencana Ekologis Sumatra dan Pengalaman Disabilitas yang Masih Sering Terlupakan

    Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    Skizofrenia

    Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi dan Tanggung Jawab Agama: Refleksi Tadarus Subuh ke-173

    Dunia Digital

    Menguatkan Kesehatan Mental dan Psikososial Anak di Dunia Digital Bersama Para Pakar

    Manusia dan Alam

    Alam Bukan Objek: Nyatanya Manusia dan Alam Saling Menghidupi

    HAKTP

    Praktik HAKTP dalam Jurnalisme Algoritmik

    Teodise

    Di Tengah Bencana, Di Mana Tuhan? Teodise dan Hikmah Kemanusiaan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

6 Tahap Perkembangan Hubungan Perkawinan

Mubadalah Mubadalah
9 November 2022
in Aktual
0
perkembangan hubungan perkawinan

perkembangan hubungan perkawinan

142
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Umumnya, hubungan lelaki dan perempuan bermula dari munculnya sebuah perasaan yang sering disebut sebagai “jatuh cinta”. Jatuh cinta adalah kondisi khusus yang tidak berlangsung lama. Pada tahap ini, seseorang mengalami ketertarikan yang luar biasa kepada orang lain. Ada rasa ingin selalu berdekatan, berdebar bila sedang bersama, rindu bila tak berjumpa, selalu memikirkan dia, merasa mendadak cocok luar-dalam, merasa dimengerti olehnya, dan lain-lain. Semua ini adalah ciri-ciri umum orang yang sedang jatuh cinta, sehingga muncul ungkapan “jatuh cinta itu berjuta rasanya.”

Tetapi dalam perkawinan, modal jatuh cinta saja tak cukup. Rasa ‘kasmaran’ perlahan akan menghilang setelah pasangan saling mengenal lebih dekat dan mulai membangun kehidupan bersama. Di sinilah kedekatan emosi, gairah seksual, dan komitmen mulai berkembang dan menggantikan rasa jatuh cinta. Hubungan menjadi lebih matang dan konsisten. Dari sini perlahan-lahan cinta yang sesungguhnya mulai tumbuh dan berkembang. Maka dimulailah wujud nyata dari prinsip mengupayakan kondisi yang lebih baik (Ihsan).

Suami/istri yang tidak memahami perbedaan fase tersebut mengira bahwa hilangnya perasaan indah selama masa jatuh cinta itu berarti bahwa rasa cintanya sudah hilang. Mereka lalu kecewa karena merasa salah memilih pasangan. Tetapi, pasangan yang memahami perbedaan tersebut justru akan semakin kuat hubungannya. Karena itu, setelah menikah, pasangan perlu memahami tahap-tahap perkembangan hubungan dalam perkawinan.

Menurut Andrew G. Marshall dalam I Love You but I Am Not in Love with You mengatakan bahwa setiap perkawinan akan mengalami beberapa tahap perkembangan yang membawa tantangannya masing-masing. Berikut ini 6 tahapan perkembangan perkawinan menurut Andrew G. Marshall,

  1. Tahap Menyatu (12-18 bulan)

Tahap ini dimulai saat pasangan suami-istri mulai menyatukan kedua pribadi. Kebutuhan pribadi belum begitu tampak, karena suami/istri dikuasai oleh perasaan ingin menyenangkan pasangan. Misalnya, dulu tidak suka musik dangdut, tapi karena pasangan menyukainya, sekarang jadi ikut menyukai dangdut.

Tantangan bagi pasangan dalam tahap ini adalah mencari keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan keinginan untuk menyatu. Banyak orang tidak ingin menikah karena khawatir harus mengorbankan sebagian kebutuhan pribadinya, karena harus memikirkan pasangannya. Padahal suatu saat di masa depan, di tahap yang tepat, kebutuhan pribadi itu akan mendapat ruangnya kembali.

  1. Tahap Bersarang (2-3 tahun)

Di tahun kedua dan ketiga, pasangan suami-istri umumnya sudah memiliki kehidupan yang lebih ajeg. Sebagian besar sudah memiliki anak, sehingga ada kebutuhan untuk memiliki sarang yang nyaman, dalam bentuk rumah dan kendaraan, serta kemapanan finansial. Beberapa persoalan umum di tahap ini adalah pembagian peran suami-istri dalam keluarga, munculnya kembali perbedaan pribadi, munculnya kembali kebutuhan untuk dekat dengan teman dan keluarga besar, dan lain-lain.

Tantangan di tahap ini adalah bagaimana mengelola perbedaan tersebut. Di sinilah timbul pertengkaran kecil maupun besar, karena pertimbangan-pertimbangan pribadi mulai bermunculan. Di tahap ini pasangan suami-istri perlu belajar mencari solusi, bukan menekankan kegelisahan sampai meledak menjadi kemarahan. Kemampuan bernegosiasi dan bermusyawarah akan membantu pasangan untuk menyelesaikan konflik dengan baik.

  1. Tahap Kebutuhan Pribadi (3-4 tahun)

Di tahap ini, kebutuhan pribadi mulai terasa semakin kuat. Kebutuhan untuk selalu bersama pasangan mulai berkurang. Misalnya suami yang dulu suka memancing, sekarang mulai ingin memancing lagi bersama teman-temannya.

Dalam hubungan yang sehat, suami/istri cukup yakin dengan kekuatan hubungan perkawinannya, dan tidak cemas saat pasangan ingin melakukan sesuatu tanpa mengajak dirinya. Suami/istri yang menjaga komitmen akan mencari titik tengah antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan keluarganya.

Tantangan khas dalam tahap ini adalah menjaga keseimbangan tersebut. Suami/istri yang tak mampu menjaga titik tengah akan cenderung memaksakan kebutuhan pribadinya tanpa mempertimbangkan perasaan dan kebutuhan pasangannya. Sedangkan mereka yang belum matang akan cemas/curiga saat pasangannya mulai meminta waktu untuk dirinya sendiri. Di sini pasangan perlu belajar kompromi. Bila tidak, keduanya akan berjalan sendiri-sendiri dan menjauh satu sama lain.

  1. Tahap Kolaborasi (tahun ke 5-14)

Tahap selanjutnya adalah kolaborasi atau kerjasama. Karena sudah merasa yakin dengan komitmen kepada pasangan, suami/istri biasanya sudah menemukan cara untuk bekerjasama dan memberikan dukungan kepada pasangannya. Misalnya saat suami/istri dipindahtugaskan ke luar kota, pasangan mendukung dengan melakukan penyesuaian yang diperlukan.

Pada tahap ini muncul masalah tersendiri. Banyak pasangan kemudian lupa untuk menghargai pengorbanan yang diberikan oleh pasangan. Problem lainnya adalah komunikasi yang mulai memburuk bila salah satu pasangan sedang sibuk dengan hal-hal di luar keluarga. Bila kebablasan, pasangan suami-istri akan bergerak menjauh satu sama lain tanpa mereka sadari.

Tantangannya adalah bagaimana tetap berbesar hati untuk tidak saling mengungkung, dan terus menjalin komunikasi intensif agar jarak antara kedua pihak tidak semakin melebar.

  1. Tahap Penyesuaian (tahun 15-24)

Di tahap ini, pasangan suami-istri sibuk menyesuaikan diri dengan tantangan hidup yang baru. Misalnya anak-anak mulai tumbuh besar dan mandiri. Biasanya suami/istri sudah menerima pasangan apa adanya, dan sudah menemukan cara menghadapi hal-hal yang tidak disukai pasangannya.

Di masa ini, pasangan sudah banyak melalui persoalan hidup bersama. Namun di sisi lain, hal ini sering memunculkan persoalan baru, yakni saling menggampangkan dan saling menuntut. Terkadang muncul rasa putus asa karena pasangan tidak kunjung berubah sehingga membuat suami/istri jadi mudah marah.

Tantangan tahap ini adalah memahami bahwa kehidupan telah membawa banyak perubahan bagi kita dan pasangan. Suami/istri perlu menghindari sikap merasa benar sendiri dan merasa paling tahu situasi. Untuk itu diperlukan keterampilan menjadi pendengar yang baik.

  1. Tahap Pembaruan (tahun 25 ke atas)

Banyak pasangan lanjut usia yang menunjukkan kedekatan emosi yang kuat dan hubungan yang romantis. Itu karena setelah 25 tahun, pasangan suami-istri telah menjalani manis-pahitnya kehidupan perkawinan bersama-sama. Mereka menemukan kembali rasa bahagia karena memiliki cinta yang teruji dan pasangan jiwa yang bisa diandalkan.

Tantangan di masa ini adalah menjaga kesabaran dalam menghadapi pasangan. Kadangkala kebiasaan lama di masa muda muncul kembali, dan ini menimbulkan ketegangan di antara pasangan. Ketegangan ini perlu dikelola dengan baik dengan mengingat komitmen dan kedekatan emosi.

Itulah keenam tahapan dalam hubungan suami-istri dengan tantangannya masing-masing. Sudah sampai di tahap mana hubungan perkawinanmu? Adakah tantangan lain yang belum disebutkan di tahap-tahap tertentu? Silakan share pendapat dan pengalamanmu di kolom komentar.

Referensi: Fondasi Keluarga Sakinah Bacaan Mandiri Calon Pengantin (Kemenag RI, 2017)

Tags: 6 Tahap Membangun PerkawinankeluargaMembangun KeluargaperkawinanSAMAWA
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Hukum Perkawinan Beda Agama
Publik

Ketidakpastian Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia

6 Desember 2025
Pendidikan Karakter
Publik

Pendidikan Karakter, dari Keluarga hingga Perguruan Tinggi

3 Desember 2025
Privasi Anak
Keluarga

Berhenti Sejenak Sebelum Mengunggah: Privasi Anak di Era Digital

1 Desember 2025
Ayat-ayat Perceraian
Keluarga

Laki-laki dalam Asbab Nuzul Ayat-ayat Perceraian

1 Desember 2025
Ayah dan Anak
Keluarga

Ibu, Ayah dan Anak pada Zaman yang Terus Berubah

29 November 2025
Kekerasan Terhadap Perempuan masih
Publik

Dari Keluarga hingga Negara: Kekerasan terhadap Perempuan Masih PR Bersama

27 November 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Relasi Difabel

    Relasi Difabel dan Jurnalisme: Antara Representasi, Sensasi, dan Keadilan Narasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Skizofrenia: Bukti Perjuangan Disabilitas Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Faqih: Ayat Ekologi Menjadi Peringatan Tuhan atas Kerusakan Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah Implementasi Kebijakan Publik Terhadap Hak Difabel Sudah Sesuai HAM?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 16 HAKTP Cirebon: Menggugat Media yang Masih Menormalisasi Kekerasan terhadap Perempuan
  • Anak Muda dan Kerapuhan Sosial Baru
  • Kerusakan Ekologi adalah Dosa Struktural Bangsa
  • Bencana Ekologis Sumatra dan Pengalaman Disabilitas yang Masih Sering Terlupakan
  • Banjir Aceh dan Sumatera Bukan Musibah Alam, Tapi Kegagalan Negara Mengontrol

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID