Mubadalah.id – Undang-undang Perlindungan Anak telah menjamin bahwa setiap anak memperoleh hak untuk dilindungi dari berbagai situasi dan kondisi yang dapat mengancam kehidupannya. Tetapi implementasinya masih belum seperti yang diharapkan.
Kasus-kasus anak terlantar, anak-anak jalanan yang putus sekolah, perdagangan anak, pelecehan seksual, menjadi persoalan yang setiap saat dengan mudah kita temukan melalui berbagai media massa.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat dalam memenuhi hak perlindungan terhadap anak masih rendah.
Sehingga mereka mengabaikan dan memperlakukan anak tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Hal tersebut dapat menjadi penyebab menguatnya akar kekerasan dan pengabaian terhadap hak anak.
Oleh karena itu, negara wajib melakukan upaya-upaya pendidikan, penyuluhan, dan pemberian informasi kepada masyarakat mengenai hak-hak anak sebagaimana diatur dalam undang-undang, antara lain:
Pertama, perlindungan untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 2, 3, 4, 5).
Perlindungan dari Diskriminasi
Kedua, perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan. Serta ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya (pasal 13, 14).
Ketiga, perlindungan penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, peristiwa kekerasan, dan perang (pasal 15).
Keempat, perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi (pasal 16).
Kelima, perlindungan jaminan mendapatkan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak (pasal 20, 21, 22, 23, 24, 25).
Keenam, perlindungan untuk beribadah menurut agamanya (pasal 42).
Ketujuh, memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat: anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi.
Termasuk anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan atau seksual, anak yang orang tua dagangkan. Juga anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza).
Bahkan anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental. Serta anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran (pasal 59-71). []