Mubadalah.id – Pimpinan Majelis Taklim sangat penting mengedepankan nilai-nilai Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) an-Nahdhiyyah. Hal itu bertujuan melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemafsadatan (akibat buruk). Sehingga dalam ceramahnya, mereka harus menyampaikan ajaran agama dengan ungkapan kebaikan, bukan ujaran kebencian.
Salah satu pendiri Alimat, Nur Rofi’ah mengatakan, jati diri utama seorang dai/daiyah tidak ditentukan oleh tampilan fisik melainkan sejauhmana tauhid dan iman yang dimilikinya bisa mendorong kuat untuk melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemafsadatan.
“Gaya dakwah Aswaja an-Nahdliyyah dan pemanfaatan teknologi penting dilakukan. Hal ini akan menjadi landasan kuat bagi para pimpinan majelis taklim agar beradaptasi dengan perubahan gaya dakwah di era digital,” kata Ibu Nyai Rofi’ah, fasilitator halaqoh yang diikuti 50 peserta dari majelis taklim di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat, kemarin.
Ia menilai, kemudahan dan kecepatan mengakses informasi di era digital menyisakan efek negatif yang mengkhawatirkan. Hoaks, hate speech (ujaran kebencian), bullying di media sosial mudah menyebar seiring cepatnya pertumbuhan teknologi digital.
Lebih lanjut lagi, dakwah hari ini harus memanfaatan teknologi dalam menyampaikan ajaran agama (Islam), bisa dengan pembuatan meme ataupun video singkat.
“Ini penting dilakukan mengingat pola dakwah saat ini memasuki era digital,” tegas Ibu Nyai Rofi’ah pada kegiatan halaqoh bertajuk Strategi Dakwah Zaman Now yang digelar Halaqoh Majlis Ta’lim (HMT) selama dua hari, 11-12 Desember.
Mabadi’ Khairu Ummah
Nahdlatul Ulama (NU) telah merumuskan kemaslahatan dalam konsep 6 Mabadi’ Khoiru Ummah, 4 pilar relasi sosial, dan 3 ukhuwah. Diharapkan dai/daiyah memahami dan mengimpelentasikan kemaslahatan yang dirumuskan NU.
Dia menjelaskan, 6 butir Mabadi’ Khairu Ummah yang dimaksud mencakup ash-Shidqu (jujur), al-Amanah wal wafa bil ahdi (dapat dipercaya dan menepati janji), at-Ta’awun (tolong-menolong), al-‘Adalah (adil), al-Istiqomah (konsisten) dan Hubbul Wathon (cinta tanah air).
“Keenam pilar ini diharapkan mampu menangkal upaya gerakan yang merongrong keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tuturnya.
Adapun 4 pilar yang dimaksud yaitu tawasuth (moderat/tidak berlebihan), tawazun (seimbang), i’tidal (tegak lurus, istiqomah) dan tasamuh (toleransi). Keempat nilai tersebut diharapkan mampu menangkal efek negatif dunia digital.
“Seperti menangkal hoaks, ujaran kebencian, provokasi dan bullying di media sosial,” terang Ibu Nyai Rofi’ah.
Sedangkan 3 pilar ukhuwah, yaitu Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Basyariyah. Tiga pilar ukhuwah itu bisa menjadi pijakan para pimpinan majelis taklim untuk terus merawat persatuan dan keutuhan umat.
“Tiga formula yang dirumuskan tersebut, dinilai mampu membentuk jati diri seorang pimpinan majelis taklim. Sekaligus membekali mereka dalam menerapkan pola dakwah yang melahirkan kemaslahatan,” katanya.
Sementara itu, fasilitator dari Islami.co dan Nu online, Dedik Priyanto memberikan tips dan trik bagaimana mubalighah menyikapi isu-isu media online saat ini. Para peserta pun diajak langsung mempraktikkan bagaimana membuat konten positif berupa meme, video singkat, untuk menlawan sebaran hoaks dan sumber-sumber keislaman yang tidak kredibel. (SARI)