• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Sudah Menikah, Masa Suami Dianggap Memperkosa?

Sesuatu itu dianggap hubungan, seperti hubungan intim atau seksual, ketika terjadi dari dua arah, sama-sama menginginkan dan saling menyenangkan. Tetapi jika hanya terjadi dari satu arah, apalagi pemaksaan dengan kekerasan, maka itu bukan hubungan intim namanya.

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
17/06/2021
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Suami

Suami

2.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Judul itu adalah chat sahabatku yang masuk ke hapeku kemarin. Mungkin, ia sedang risau dengan pemberitaan laporan yang diungkap Komnas Perempuan, bahwa tahun 2020 ada 100 aduan istri yang diperkosa suami.

“Kang, masa sih, sudah suami istri kok dianggap memperkosa, bukankah menikah itu menghalalkan hubungan intim mereka berdua?”, tanya sahabatku. “Benar, menikah itu menghalalkan hubungan seks antara suami istri, tapi tidak menghalalkan pemaksaan dan kekerasan”, kataku.

“Tapi perkosaan kan seharusnya hanya terjadi pada saat tidak halal, atau belum menjadi suami istri, lalu ketika orang memaksakan orang lain, maka namanya perkosaan. Kalau dalam pernikahan kan itu sudah menjadi hak suami, seseorang yang mengambil haknya sendiri masa dianggap memperkosa?”, tanyanya lagi lebih dalam.

“Begini, akad nikah itu hanya menghalalkan hubungan seks yang awalnya haram. Dan ini menjadi hak bersama, suami maupun istri. Tapi tidak menghalalkan pemaksaan, kekerasan, dan tindakan apapun yang merendahkan dan menyakitkan, baik kepada laki-laki maupun perempuan. Semua tindakan buruk dan jahat, di dalam maupun di luar relasi pernikahan, ya tetap haram. Laa dharara wa laa dhiraar”, jawabku tegas.

“Zina adalah tindakan hubungan intim di luar pernikahan. Ini haram hukumnya. Ia ada yang dilakukan suka sama suka, dan ada yang dengan pemaksaan dan perkosaan. Yang kedua tentu lebih jahat dosanya dari yang pertama. Ini dalam hubungan intim yang haram, atau zina, baik suka sama suka, apalagi pemaksaan”, tambahku lagi.

Baca Juga:

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Tafsir Sakinah

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Benarkah Istri Shalihah Itu yang Patuh Melayani Suami?

“Nah, hubungan intim dalam pernikahan, yang halal, juga ada yang dilakukan secara suka sama suka dan saling menikmati. Cara inilah yang dianjurkan al-Qur’an dan teladan Nabi Muhammad Saw. Tetapi, ada juga yang dilakukan dengan cara pemaksaan dan kekerasan. Dan inilah yang diharamkan oleh Islam. Hal demikian hanya dilakukan mereka yang tidak mengamalkan prinsip Syari’ah Islam dalam al-Qur’an dan adab dari teladan Nabi Muhammad Saw”.

“Bisa jadi hubungan seksnya halal, karena di dalam pernikahan, tetapi tindakan memaksakan kehendak, apalagi dengan kekerasan, adalah jelas-jelas sesuatu yang dilarang dan diharamkan Islam. Dalam fiqh, pemaksaan yang demikian adalah perbuatan buruk, apalagi menyakiti dengan kekerasan. Karena buruk, ia menjadi haram dan harus dihilangkan. Kaidah fiqh menyatakan: setiap kerusakan  harus dihilangkan (adh-dhararu yuzal)”.

“Dalam al-Qur’an sendiri, ada prinsip bahwa hubungan seks (ar-rafats) antara pasangan suami istri ini digambarkan sebagai libasun (pakaian), dimana istri menjadi pakaian bagi suami dan suami menjadi pakaian bagi istri (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna). Inilah yang digambarkan Surat al-Baqarah (QS. 2: 187)”.

“Kiasan al-Qur’an ini mangajarkan kepada pasangan suami istri, dalam hubungan intim, untuk saling melayani satu sama lain, memberi kehangatan, dan menjaga kehormatan. Karena keduanya adalah pakaian, satu sama lain, maka praktik dan fungsi hubungan intim ini harus dilakukan dan dinikmati keduanya. Pemaksaan hubungan intim dalam pernikahan, adalah bertentangan dengan prinsip libasun dalam al-Qur’an ini, bahwa pasutri ini laksana pakaian, yang satu untuk yang lain”.

“Nabi Saw juga menyebutkan bahwa hubungan intim itu merupakan sedekah (Sahih Muslim, no. hadits: 2376), yang harus dilakukan tanpa menyakiti, melainkan menyenangkan dan memuaskan. Sebagaimana kata al-Qur’an: bahwa perkataan baik itu jauh lebih baik daripada sedekah yang menyakitkan (qawlun ma’rufun khairun min shadaqatin yatba’uha adza, QS. al-Baqarah, 2: 263). Karena itu, hubungan intim sebagai sedekah, antara pasutri, tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang membuat salah satunya justru mengalami tekanan, kesakitan, dan kekerasan”.

“Lebih dari itu, Nabi Saw juga menegaskan bahwa akad nikah yang menghalalkan hubungan intim suami istri itu sebagai amanah Allah Swt. Artinya, kedua belah pihak, suami maupun istri, sekalipun sudah halal, masih harus berpegang teguh dengan amanah Allah Swt, berupa ajaran-ajaran moral yang baik dan mulia. Karena itu, Nabi Saw meminta para suami untuk selalu bertaqwa dalam hal memperlakukan istri (Sahih Muslim, no. hadits: 3009)”.

“Di hadits lain, Nabi Saw juga menegaskan bahwa sebaik-baik orang beriman adalah mereka yang baik akhlaknya, dan orang yang terbaik adalah mereka yang selalu berbuat baik kepada istrinya (khiyarukum khiyarukum li nisaikum, Musnad Ahmad, no. hadits: 10247)”.

“Dengan ayat-ayat dan hadits-hadits ini, seharusnya jelas dan terang benderang, bahwa segala tindakan pemaksaan, kekerasan, dan yang menyakitkan dalam hubungan intim antara suami dan istri adalah bertentangan dengan syari’at Islam, tidak selaras dengan ajaran al-Qur’an, dan sama sekali tidak sejalan dengan teladan Nabi Muhammad Saw”.

“Sesuatu itu dianggap hubungan, seperti hubungan intim atau seksual, ketika terjadi dari dua arah, sama-sama menginginkan dan saling menyenangkan. Tetapi jika hanya terjadi dari satu arah, apalagi pemaksaan dengan kekerasan, maka itu bukan hubungan intim namanya. Gitu ya…”, kataku sebagai penutup chat malam itu.

“Ok kang, apakah ini yang disebut relasi mubadalah pasutri kang?”

“Ya, gitulah kira-kira yaa..”, jawabku.

“Wah, baru belajar ini, makasih ya kang”, tutupnya.

“Siiiip”, tutupku.

Demikian penjelasanku kepada sahabatku itu. Aku tidak tahu apakah dia sudah bisa menerimanya dengan sepenuh hati. Tetapi dengan dia bersabar mendengar kalimat-kalimat tersebut di atas, semoga dia sudah mulai berpikir untuk menjadi suami yang mubadalah, yang bekerjasama satu sama lain mewujudkan segala kebaikan hidup dalam rumah tangga.

“Ping..” Masuk lagi chat darinya.

“Kang, tapi kan ada hadits bahwa istri yang menolak permintaan seks suami akan dilaknat malaikat, gimana itu?”, nyambung lagi dengan tambahan pertanyaan.

“Wah, kamu baca dulu tulisanku tentang hadits itu di mubadalah ya…”, kataku.

Aku kirimkan link tulisan itu (klik link ini) kepadanya. []

Tags: istrikeluargaMarital Rapeperkawinanperspektif mubadalahQira'ah Mubadalahsuamitafsir mubadalah
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Sejarah Indonesia

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

27 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Menjaga Ekosistem

Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Meninjau Ulang Amar Ma’ruf, Nahi Munkar: Agar Tidak Jadi Alat Kekerasan
  • Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan
  • Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan
  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID