Mubadalah.id – Sambil berkirim Fatihah kepada sahabat sahabat tercinta yang dipanggil terlebih dahulu oleh Allah, untuk meningkatkan imun, disempatkan membaca dawuh dawuh Al Ghazali dalam beberapa kitabnya.
Judul di atas walaupun tidak langsung dibahas oleh Al Ghazali, namun ada beberapa perdebatan yang mirip dan bahkan memiliki substansi yang sama. Dalam beberapa kitab Al Ghazali, telah dibahas tentang isu; apakah (1) berpijak pada Naql (an nash) atau Akal (Al aqlu)? (2) mempedomani syar’iy (ilmu yang digali dari sumber syari’ah) atau aqliy (ilmu yang digali melalui nalar)?
Perdebatan yang disajikan dan telah didamaikan oleh Al Ghazali 1000 tahun yang lalu, muncul lagi beberapa bulan terahir bukan dikalangan ulama’, tetapi dikalangan birokrasi, yaitu pertanyaan “pilih Al Qur’an/ syar’iy? Atau Pancasila/aqliy?”.
Pertanyaan di atas memang sulit dijawab, apalagi oleh orang awam. Jika menjawab, pilih Al Qur’an maka dianggap tidak nasionalis, tidak NKRI. Jika pilih Pancasila maka dianggap thagut tersesat karena lebih mengutamakan produk akal ketimbang Al Qur’an.
1000 tahun yang lalu, ulama juga berdebat keras soal itu, sampai hadir Al Ghazali yang mencoba menemukan titik temunya. Al Ghazali menyatakan:
المعقول والمنقول كل واحد منهما اصل مهم لا تعارض بين العقل والشرع. ومن كذب العقل فقد كذب الشرع إذ بالعقل عرف صدق الشرع ولو لا صدق دليل العقل لما عرفنا الفرق بين النبي والمتنبي والصادق والكذب وكيف يكذب العقل بالشرع وما ثبت الشرع الا بالعقل؟
Akal dan Naql keduanya adalah sama sama pokok/dasar yang penting, tidak ada kontradiksi antara akal dan syari’at. Orang yang mendustakan akal maka sungguh mendustakan syari’ah. Karena dengan akallah kebenaran syari’ah dikenali. Jika bukan karena kebenaran dalil akal niscaya kita tidak mengetahui perbedaan Nabi dengan orang yang mengaku nabi, antara yang jujur dan pendusta. Maka bagaimana akal didustakan berdasar syari’ah, sementara syari’ah hanya bisa dibuktikan oleh akal?
Pernyataan Al Ghazali ini mencoba menjembatani antara dua sisi ekstrim, penghamba teks dengan mengabaikan akal dan penghamba akal dengan mengabaikan teks. Bagi Al Ghazali keduanya sama sama pokok, sama sama asal, sama sama dasar yang tidak perlu dan tidak bisa dipertentangkan. Dalam teks Al Ghazali yang lain dinyatakan:
إن العلم على قسمين أحدهما شرعي والآخر عقلي وأكثر العلوم الشرعية عقلية عند عالمها وأكثر العلوم العقلية شرعية عند عارفها
Ilmu ada dua macam, pertama syar’iy dan kedua aqliy. Sebagian besar ilmu ilmu syari’at bersifat aqliyah (rasional) bagi yang mengetahuinya, dan sebagian besar ilmu ilmu aqliy bersifat syar’iy bagi yang mengenalinya.
Jadi bagi Al Ghazali, moyoritas ilmu ilmu agama itu ya bersifat aqliy, ya rasional, sebaliknya ilmu ilmu aqliy itu ya bersifat syar’iy (digali dari sumber syari’ah). Karena bagi Al Ghazali, ayat ayat Allah bukan hanya yang tertulis dalam Al Qur’an, tetapi juga yang tertulis di jagat raya (as suthur Al ilahiyyah)
Seandainya, kawan kawan yang mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan kemarin pernah baca Al Ghazali , atau setidaknya mengikuti pengajian Gus Ulil Abshar Abdalla , pastilah bisa menjawab dengan baik. He he.
Kalau saya ditanya , hari ini, berpijak pada Al Qur’an atau Pancasila? Saya jawab kedua duanya adalah dasar, keduanya adalah pokok. Al Qur’an dasar syari’ah sedang Pancasila adalah dasar Negara. Yang menarik Al Qur’an sebagai dasar syari’ah justru memerintahkan untuk mematuhi Pancasila sebagai dasar negara. Persis dengan bahwa ayat ayat Al Qur’an justru memerintahkan untuk membaca ayat ayat yang tertulis di jagat raya. Hasil pembacaan akal dari jagat raya menghasilkan pengetahuan yang diperintahkan oleh ayat Al Qur’an untuk dibaca. Semoga lebih jelas. Insya Allah. []