Samia Kotele adalah mahasiswa Sciences Po Lyon, Prancis. Samia Kotele yang akrab disapa Samia ini tengah melakukan penelitian tentang sejarah pergerakan perempuan di Indonesia. Sebelumnya dia kuliah dua semester di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dalam program pertukaran mahasiswa tahun 2017.
Tepat pada hari rabu,13 Februari 2019, Samia Kotele berkunjung ke Mubadalah untuk berdiskusi seputar Islam dan Gender dengan KH Faqihuddin Abdul Kodir. Pada kesempatan itu, Samia Kotele bersedia untuk diwawancarai reporter Mubadalahnews terkait kondisi perempuan muslimah di Prancis.
Mengapa anda tertarik dengan isu-isu perempuan?
Aku merasa itu adalah hidupku. Ketika di Prancis, aku menyaksikan sendiri ada beberapa diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan muslimah dan perempuan yang berjilbab.
Dengan begitu aku selalu mencoba memperbaiki visi dan persepsi masyarakat umum terhadap perempuan muslimah. Selain itu, sedari kecil saya sudah berpikir bahwa kesetaraan gender itu sangat penting.
Perempuan adalah manusia yang harus dihormati, berhak untuk diberi kesempatan yang sama dalam hidupnya terlebih soal pendidikan. Karena menurutku kunci untuk perempuan bisa hebat adalah mengetahui aturan-aturan di dalam hidupnya, punya mimpi dan bisa meraih mimpinya dengan pendidikan.
Kalau perempuan dapat pendidikan yang berkualitas, aku yakin mereka akan tahu hak-hak sebagai manusia. Tidak akan mau menjadi korban kekerasan, diskriminasi, dan lainnya.
Di sisi lain, ibuku selalu bilang” walaupun kamu berasal dari keluarga sederhana tapi kamu harus belajar keras, agar kamu punya masa depan yang bebas, sehingga bisa memilih untuk menjadi orang hebat seperti apa”. Dengan nasihat yang sangat bagus itu, aku selalu belajar keras dan alhamdulilah sekarang bisa ke indonesia dan keliling dunia.
Mengapa Indonesia menjadi pilihan untuk melakukan penelitian soal perempuan?
Sebetulnya berawal dari pengalamanku yang seringkali melihat bentuk-bentuk disriminasi terhadap perempuan terutama seorang muslimah. Dan hal itu berasal dari orang-orang yang beragama Islam, dengan begitu aku kadang bertanya-tanya dalam hati apakah benar Islam mengajarkan itu, dan mengapa bisa terjadi?
Kedua orangtuaku asli Tunisia, Afrika Utara. Dalam keluargaku, kami dari kecil sudah diberi pemahaman soal gender, sehingga baik laki-laki maupun perempuan harus dihormati dan diberi kesempatan yang sama. Walaupun dalam praktiknya ibuku memang lebih banyak melakukan tugas-tugas domestik tetapi itu menjadi pilihannya.
Ketika aku kuliah S1 jurusan Hubungan Internasiona (HI), aku diberi kesempatan untuk belajar satu tahun di luar negeri. Dulu aku pernah belajar soal budaya Timur Tengah, lalu baca-baca sedikit tentang Indonesia, dan ternyata saya tertarik untuk belajar di Indonesia.
Ketika pertukaran mahasiswa aku ke memilih untuk pergi ke UGM di Yogyakarta. Aku satu tahun (dua semester) di sana, lalu aku menjadi sangat jatuh cinta pada Indonesia.
Menurutku negara ini sangat menarik, karena ada beberapa orang memiliki agama yang beda, budayanya beragam tetapi masyarakatnya masih bisa bersatu. Walaupun memang ada beberapa konflik.
Dan soal isu perempuan Indonesia ini juga sangat unik karena selain ada pendidikan soal feminisme di sini juga banyak kajian pendidikan soal Islam dan Gender. Yang dengan begitu setelah aku belajar di sini, aku harap dapat menjawab kegelisahku tentang banyaknya diskriminasi terhadap perempuan muslimah di Prancis yang berasal dari orang Islam itu sendiri. Salah satunya ya hasil diskusi dari Fahmina dan Mubadalah ini.
Di Indonesia ada banyak lembaga atau komunitas yang fokus terhadap isu-isu perempuan, mengapa anda lebih tertarik untuk berkunjung dan berdiskusi di Fahmina?
Aku tertarik datang ke Fahmina khususnya Mubaadalah, karena aku pikir ini sangat unik di dunia, di sini ada tafsir yang mengerti hak-hak perempuan muslimah, bukan hanya menghormati tetapi juga memperjuangkan kesetaraan gender.
Pendidikan itu sangat dalam, aku merasa hal ini sangat unik karena tidak ada di negara lain. Contohnya di Prancis terkait isu perempuan masih sangat kurang pendidikan Islamnya, dan beberapa interpretasi hanya didapat dari buku-buku yang penulisnya wahabi, salafi, ikhwanul muslimin atau penulis-penulis yang cara pandangnya masih konservatif.
Sehingga banyak perempuan muslimah yang memilih untuk tidak membaca buku-buku tentang keislaman, karena ingin bebas dari aturan-aturan yang seringkali mendiskrimiasi mereka. Jadi dalam soal urusan spiritual mereka lebih memilih untuk tidak ikut pengajian, karena dengan ikut majelis pengajian, justru malah membatasi perempuan muslimah untuk berkarya karena banyak aturan yang melarang perempuan untuk melakukan ini dan itu.
Jadi, melihat itu kami membuat kegiatan diskusi masing-masing. Dan aku sengaja beli buku Fiqih Perempuan karya KH.Husein Muhammad untuk nanti mencoba menyampaikan kembali kepada teman-teman di Prancis .
Lalu bagaimana kondisi perempuan muslimah di Prancis?
Di Prancis kondisi perempuan muslimah yang memakai jilbab masih banyak terjadi diskriminasi. Terlebih konteks di sana kan termasuk negera sekuler, jadi pemerintah tidak menerima perempuan yang memakai jilbab.
Di sana perempuan tidak bebas berekpresi seperti ketika sekolah, kuliah di universitas negeri, bekerja di pemerintahan, dan kegiatan-kegiatan yang lainnya mereka dilarang untuk memakai jilbab.
Bahkan saya juga pernah mengalami hal itu, dulu ketika saya masih kuliah S1 jurusan Hubungan Internasional (HI) di Prancis. Ketika saya mengisi waktu libur dengan bekerja, saya hanya akan mendapatkan perekjaan sebagai tukang bersih-bersih, meskipun saya menguasai lima bahasa, punya potensi lain tetapi mereka tidak memberi kesempatan lain, kecuali saya membuka jilbab. Memang menjadi perempuan musliman di sana itu cukup sulit.
Tetapi di sisi lain, alhamdulilah setiap tahunnya ada sedikit perubahan dan itu sangat memudahkan bagi kami perempuan muslimah. Karena dalam pandangan saya terkait jilbab itu adalah pilihan dan sangat pribadi.
Bagaimana pandangan anda terkait gerakan perempuan yang ada di Prancis, apakah gerakan mereka memberikan perubahan terhadap kehidupan perempuan termasuk perempuan muslimah?
Di Prancis terkenal dengan beberapa feminis yang sangat kuat, tapi aku pikir diskriminasi terhadap perempuan itu di mana-mana ada, karena masyarakat di sana sama seperti di Indonesia yaitu masyarakat patriarkis.
Kekerasan seksual, menempatkan perempuan pada wilayah domestik. Menurutku itu bukan masalah budaya, atau agama tetapi itu masalah manusia. Manusia yang cara pandangnya masih belum bisa menghormati perempuan.
Dengan begitu aku sangat senang bisa belajar dan memperdalam tentang agama Islam, spritualitas di Indonesia. Yang mana insya allah dengan ilmu ini, bisa membantu banyak orang terutama perempuan muslim di prancis.
Mengingat kondisi perempuan muslimah di sana masih kurang maju, karena interpretasi Islam masih sangat tertinggal. Di sana juga masih banyak perempuan yang ketika mendapatkan diskriminasi mereka tidak berani untuk keluar dari hal itu, karena takut melanggar dan keluar dari norma agama Islam.
Aku selalu suka diskusi soal gender, baik dengan muslim maupun nonmuslim. Tapi itu juga mungkin berangkat dari pengalamanku waktu kecil yang pernah mendapat diskriminasi seperti beberapa orang bilang kepadaku kamu tidak boleh berpendidikan, kamu enggak boleh itu dan ini karena kamu perempuan. Dari pengalaman tersebut aku mendapat energi yang sangat kuat untuk terus belajar.[]