Mubadalah.id – Anak merupakan amanah yang diberikan oleh Allah kepada orang tua. Sebagai amanah, anak tentu harus dijaga serta dipenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Salah satu kebutuhan rohani yang harus dipenuhi orang tua kepada anak adalah mengajarkan anak bagaimana menjalani ritual ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Salat merupakan ibadah utama yang wajib dilaksanakan umat Islam setiap hari. Selain sebuah kewajiban, salat merupakan sarana komunikasi orang muslim kepada Sang Pencipta.
Kapan kira-kira orang tua dapat mengenalkan salat kepada anak-anaknya?
Apakah menunggu seorang anak baligh terlebih dahulu?
Mendidik anak untuk salat sejak dini dapat dilakukan supaya anak tidak akan merasa terbebani nanti ketika dewasa. Jika sedari kecil anak sudah tidak asing dengan ibadah salat, maka anak akan lebih ringan melaksanakan salat tersebut.
Sebelum mengenalkan salat kepada anak, orang tua harus terlebih dahulu mengenalkan Tuhan semesta alam, yakni Allah SWT. Perkenalan anak dengan Tuhannya dapat diawali dengan cara memberikan penjelasan, bahwa segala sesuatu yang didapatkan oleh anak, merupakan pemberian dari Allah. Dengan demikian, anak merasa dipenuhi kebutuhannya oleh Allah.
Salah satu contoh konkrit yang dapat dilakukan adalah dengan mengajarkan anak untuk berdoa ketika menginginkan sesuatu. Misalnya anak ingin dibelikan mainan, maka orang tua memintanya untuk berdoa terlebih dahulu, agar orang tua diberi rezeki sehingga dapat membelikan anak sebuah mainan. Kebiasaan seperti ini dapat menjadikan anak merasa dekat dengan Allah SWT.
Langkah selanjutnya adalah mengikat anak dengan masjid, maksudnya adalah sedari kecil anak sudah terbiasa diajak ke masjid. Melalui pengalaman sensoriknya, anak akan merekam segala sesuatu yang dilihat dan didengarnya, yakni gerakan dan bacaan salat.
Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum orang tua mengajak anak ke masjid. Pertama, pastikan anak tidak akan mengotori masjid dengan najis. Kedua, anak sudah diajari tentang adab di dalam masjid, misalnya tidak berteriak saat berada di dalam masjid.
Step terakhir yang ketiga, harus diperhatikan adalah jika anak dikhawatirkan akan melakukan sesuatu yang tidak baik di dalam masjid dan itu di luar kendali orang tua, maka orang tua dapat meminta bantuan orang lain untuk menghandle anak. Misalnya ketika Ibu sedang salat, maka Ayah bisa bergantian menjaga, sehingga anak tetap aman dan nyaman di dalam masjid.
Langkah ketiga adalah mengajak anak untuk salat dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitifnya. Pada usia 2 -7 tahun, anak dapat diajak untuk salat tanpa konsekuensi, artinya orang tua dapat melatih anak dengan poin utama agar anak mau salat terlebih dahulu, tanpa paksaan.
Pengajaran dan pembiasaan salat dapat dimulai pada usia 7 tahun. Pada usia ini anak-anak sudah bisa diajarkan tentang syarat, rukun dan hal-hal yang membatalkan salat. Jangan lupa agar orang tua mengoreksi gerakan anak pada saat salat. Pada usia 10 tahun, anak-anak sudah bisa diperintah untuk salat dengan konsekuensi yang menyertainya, misalnya teguran dan pukulan.
Perlu diingat bahwa orang tua tidak boleh main pukul sebelum menggunakan seluruh cara untuk mendidik dan menegur jika anak melanggar perintah. Orang tua juga tidak boleh memukul anak di saat kemarahannya sedang memuncak, karena dikhawatirkan akan membahayakan anak. Selain itu, pemukulan tidak boleh dilakukan pada anggota tubuh yang membahayakan, seperti kepala, wajah, dada dan perut. Pemukulan untuk kali pertama, hendaknya tidak keras dan tidak menyakitkan.
Mendidik anak sama dengan mendidik diri, maka sebagai orang tua hendaknya bercermin terlebih dahulu. Apakah sudah mempelajari salat dengan benar? Apakah sudah lengkap salat lima waktu? Menunda-nunda salat atau salat tepat waktu? Tidak ada orang tua yang sempurna, kita hanya dituntut harus selalu belajar. []
*)Tulisan ini dikembangkan dari Seminar Online “Mendidik Si Kecil Semangat Salat” oleh Ustadzah dr. Syifa Salma – Kepala Pesantren Mahasiswi Al-Hikam Depok.