• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan Harus Cerdas, Karena Lelaki Cerdas tidak akan Takut Memilihmu sebagai Pasangan

Secerdas apapun perempuan, tidaklah pantas untuk dijadikan senjata bahwa kecerdasannya akan memperbudak laki-laki sebagai pasangannya

Muallifah Muallifah
26/10/2021
in Personal
0
Muslimah Reformis

Muslimah Reformis

424
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perempuan harus cerdas, sebab ia akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Kalimat ini sering kita dengar sebagai perempuan. Padahal, terkadang kalimat ini justru memabukkan perempuan dan membuat saya bertanya, “Apakah peran perempuan hanya bertugas untuk mengasuh seorang anak?”. Pantas saja, selama ini pola pengasuhan hanya dibebankan kepada seorang perempuan yang menjadi ibu. Padahal, pola pengasuhan bisa disepakati bersama dengan peran kedua belah pihak. Sebab anak tidak hanya milik ibu, tapi milik bapak dan ibu sebagai orang tua yang utuh.

Saya sedang tidak menggugat kedekatan seorang ibu dengan anak. Sebab kedekatan keduanya,  sudah tercipta sejak dalam kandungan. Relasi yang tercipta dari kedekatan antara ibu dan anak, pada kenyataannya membuat seorang ibu melakukan segala perannya seorang diri. Alih-alih bahwa tugas domestik menjadi ibu membutuhkan waktu yang tidak terbatas selama 24 jam, terkadang laki-laki acuh tidak acuh dalam menyikapi ini. Inilah yang menciptakan relasi tersebut timpang.

Tidak hanya itu, nyatanya kecerdasan yang dimaksud, membuat seorang perempuan tercipta sebagai makhluk pasif yang hanya mengurusi urusan domestik, tanpa melakukan peran apapun. Lebih jauh, jika perempuan terlalu progresif dengan kecerdasannya, hal itu menjadi alasan untuk merendahkan perempuan. Ia akan mengalami perundungan yang cukup berat ketika memiliki kecerdasan. Benarlah apa yang dikatakan oleh Nawal El-Shadawi dalam bukunya, “Perempuan Dititik Nol” sikap progresif dan kecerdasan yang dimiliki oleh perempuan menjadikan laki-laki membungkam segala usaha dan bentuk perilaku perempuan. Dalam budaya patriarkhi, perempuan harus diam, menerima segala penindasan yang ada.

Tidak hanya itu, dilemanya perempuan, semakin cerdas, semakin berilmu, semakin tinggi pendidikan seorang perempuan, stigma yang muncul adalah ia akan susah mendapatkan jodoh. Perempuan dituntut untuk bodoh, dibawah laki-laki, dan relasi kuasa akan tetap berjalan sebagaimana mestinya budaya yang berjalan. Perempuan tidak menyadari bahwa relasi yang dijalani sangat timpang dan mematikan dirinya. Begitu pula laki-laki sebagai sosok yang menindas, ia tetap nyaman menjalani kehidupan diatas penindasan itu. manusia mana yang ingin pindah kepada fase yang tidak nyaman? Sebab perbuatan menindas adalah perilaku yang memberikan kenyamanan luar biasa.

Barangkali kemampuan dalam beberapa bidang, perempuan lebih unggul dibandingkan laki-laki. Pun demikian sebaliknya. Akan tetapi kenyataan tidak kemudian menciptakan relasi timpang antara laki-laki dan perempuan. ketakutan menikah dengan perempuan yang memiliki tingkatan pendidikan lebih tinggi, kemampuan yang lebih tinggi hanyalah bagi laki-laki yang mengharuskan dirinya superior sebagai suami.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Sebab perempuan yang cerdas akan memiliki pengetahuan yang cukup bagaimana menciptakan relasi yang sehat dan saling melengkapi satu sama lain. Kecerdasan seseorang, seyogyanya akan berbanding lurus dengan sikap untuk menegakkan keadilan, kemanusiaan dan melapangkan kesabaran untuk menciptakan relasi yang setara.

Pengibaratan sebuah hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai sandal jepit, bukankah menjadi bukti bahwa tidak ada sikap paling inferior dan paling superior diantara keduanya? Jika dalam suatu bidang perempuan lebih unggul, di bidang yang lain laki-laki juga memiliki keunggulan. Menyadari bahwa setiap orang memiliki keunggulan dibidangnya, merupakan modal yang harus dimiliki oleh setiap pasangan. Sebab mereka akan

Secerdas apapun perempuan, tidaklah pantas untuk dijadikan senjata bahwa kecerdasannya akan memperbudak laki-laki sebagai pasangannya. Sikap superior dan inferior tidak ada dalam kamus pernikahan, kalaupun terpaksa ada, sikap tersebut sama-sama dimiliki oleh setiap pasangan untuk menunjukkan bahwa keduanya memiliki kemampuan di bidang yang berbeda.

Perempuan tidak perlu takut untuk mengasah kemampuan, dan mengembangkan diri dengan bakat dan minat yang dimiliki. Pasangan berkelas hanya akan datang pada perempuan yang berkelas, begitu pula sebaliknya. Laki-laki yang datang pada perempuan cerdas, tidak akan takut sebab kecerdasan yang dimiliki. Karena ia akan berfikir bahwa dalam membangun rumah tangga butuh kecerdasan tersebut. Maka fokus untuk menempa diri dan memaksimalkan potensi serta sibuk melakukan perbaikan diri, adalah hal utama yang bisa dilakukan oleh seorang perempuan. []

Tags: GenderkeadilanKesetaraanlelakiperempuan
Muallifah

Muallifah

Penulis asal Sampang, sedang menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tinggal di Yogyakarta

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID