Mubadalah.id – Sumpah adalah ikrar atau janji yang teguh akan menunaikan sesuatu. Ikrar atau janji ini biasanya muncul karena salah satunya ingin benar benar mewujudkan apa yang menjadi isi bersumpah. Keinginan untuk mewujudkan isi bersumpah berbanding lurus dengan resikonya bila tidak dapat mewujudkannya.
Seseorang yang bersumpah untuk tidak makan dalam sehari, misalnya, lalu tiba-tiba ia makan di hari itu, ia akan dikenai sangsi yang berat atas pelanggaran sumpahnya. Sangsi atas pelanggaran sumpah disebut kaffarat. Yaitu : memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang sah untuk fitrah, atau memberi pakaian 10 orang miskin, atau memerdekakan hamba sahaya. Jika masih belum mampu membayar salah satu dari tiga sangsi di atas, dia boleh berpuasa selama tiga hari berturut-turut.
Sumpah sering muncul dan terucapkan karena berbagai faktor. Tetapi yang jelas, sebagai salah satu ikhtiar untuk mewujudkan keinginan, sumpah juga dipakai oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw dan bahkan oleh Allah swt. Meski susah sekali memahami sumpah sumpah Allah swt. Bila Kanjeng Nabi Muhammad saw bersumpah, seperti nya masih wajar dan normatif. Tetapi bila Allah swt yang bersumpah, akal dan logika makhluk kayaknya mentok untuk menafsirkannya.
Imam Jalaludin As-Suyuthi di dalam kitabnya al-Jâmi’us Shaghîr merekam satu sabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
ثَلَاثٌ أُقْسِمُ عَلَيْهِنَّ: مَا نَقَصَ مَالٌ قَطُّ مِنْ صَدَقَةٍ فَتَصَدَّقُوْا، وَلَا عَفَا رَجُلٌ عَنْ مَظْلَمَةٍ ظَلَمَهَا إِلَّا زَادَهُ اللهُ تَعَالَى بِهَا عِزّاً فَاعْفُوْا يَزِدْكُمُ اللهُ عِزّاً، وَلَا فَتَحَ رَجُلٌ عَلَى نَفْسِهِ بَابَ مَسْأَلَةٍ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلَّا فَتَحَ اللهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ
Artinya: “Aku bersumpah dengan tiga hal; (1) tak akan berkurang harta karena sedekah, maka bersedekahlah; (2) tidaklah seseorang memaafkan suatu penganiayaan yang dialaminya kecuali Allah menambahkan baginya kemuliaan karena penganiayaan itu, maka maafkanlah niscaya Allah akan menambah kemuliaan bagimu; (3) tidaklah seseorang membuka pintu meminta-minta untuk mengemis kepada manusia kecuali Allah bukakan baginya pintu kefakiran.” (Jalaludin As-Suyuthi, al-Jâmi’us Shagîr dalam al-Faidlul Qadîr, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2012, jilid III, halaman 393 – 394)
Dari hadits di atas dijelaskan, ada 3 (tiga) hal yang Rasulullah saw bersumpah akan kebenaran ketiga hal tersebut. Semestinya apa pun yang disampaikan oleh Baginda Rasul saw sudah pasti kebenarannya meski tanpa sumpah sekalipun. Adanya Rasulullah bersumpah pada tiga hal ini merupakan penguat akan kebenarannya dan menunjukkan betapa pentingnya umat beliau menaruh perhatian kepada tiga hal ini.
Di tempat lain, Allah swt telah bersumpah dengan menyebut empat tema penting. Pertama (1) bersumpah atas buah thin, kedua (2) bersumpah atas buah zaytun, ketiga (3) bersumpah atas bukit thursina, dan keempat (4) bersumpah atas balad al amin, negeri yang aman damai, yaitu Makkah al Mukarromah. Wat Thin, waz Zaytuni, wa Thurisinina, wa Hadzal Baladil Amin.
Para ahli kelihatan agak kesulitan menafsirkan sumpah Gusti Allah swt menyebutkan empat tema penting ini. Dan yang lebih menarik lagi adalah terdapat satu surat, namanya surat al-Balad, negeri yang aman, dan Allah swt awali surat itu dengan kalimat sumpah, laa uqsimu bi haadzaa albaladi [90:1] Aku benar-benar bersumpah dengan negeri ini (Mekah). Nampak sekali bahwa alquran menyebut balad al amin, negeri yang aman damai, sekali lagi balad al amin, negeri yang aman damai, bukan negeri yang berdasarkan atas agama, dan apalagi negeri yang gaduh.
Selain negeri Makkah al Mukarromah, penyebutan kata balad di dalam alquran juga merujuk pada negeri Saba, yang oleh Allah swt di dalam surat Saba menyebutnya sebagai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
Sungguh bagi Kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Rabb) di kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan:) “Makanlah dari rizki yang dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepadaNya!’. Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr”, negeri yang Nyaman, dan Tuhan Yang Penuh ampunan . [Saba’/34:15].
Penyebutan istilah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang Nyaman, dan Tuhan Yang Penuh ampunan selain penyebutan wa hadzal balad al amin, negeri yang aman dan damai, menunjukkan bahwa di dalam alquran, negeri negeri yang tercatat di dalamya adalah negeri-negeri yang aman, damai, makmur, dan sejahtera, Negeri itu selalu dinaungi oleh rabbun ghafur, penuh ampunan Tuhan.
Untuk sampai ke sana, ke negeri yang wa hadzal baladil amin, menuju negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, Gusti Allah tidak segan-segan menyebutnya dengan awalan sumpah, la uqsimu bi hadzal balad, Aku benar-benar bersumpah dengan negeri ini, kata Allah swt.
Sumpah dengan berbagai modusnya dan variannya merupakan sebuah ikhtiar dalam mewujudkan keinginan. Sumpah Pemuda adalah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya Negara Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan “Sumpah Pemuda” adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Keputusan ini menegaskan cita-cita akan adanya “tanah air Indonesia”, akan adanya “bangsa Indonesia”, dan akan adanya “bahasa Indonesia”.
Ketika itu disebut sebagai sumpah, dan bila ada sebagian warganya yang memiliki pemahaman mencoba mengganti atau merubah ketiga sumpah tadi, bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia, maka meminjam bahasa agama dalam hal ini ilmu fiqih, mereka yang mau mengganti atau merubahnya akan kena kaffarat atau semacam kwalat karena mencoba melanggar sumpah pemuda. Demikian semoga bermanfaat. []