Mubadalah.id – Nabi Muhammad Saw telah memberikan banyak teladan bagi kita semua, termasuk memberikan kesempatan kepada pada para perempuan untuk berbicara dan berpendapat.
Teladan tersebut Nabi Muhammad praktikan dalam kehidupan sehari-hari saat bertemu para perempuan. Kisah teladan itu tercatat dalam hadis shahih Bukhari.
Berikut isi hadisnya : Sa’ad bin Abi Waqqash Ra menuturkan bahwa suatu saat, Umar bin Khathab Ra pernah meminta izin menemui Rasulullah Saw.
Saat itu, di dekat beliau ada wanita-wanita dari suku Quraisy yang sedang berbicara panjang-lebar dan bertanya kepada beliau. Suara mereka nyaring, melebihi suara Rasulullah Saw.
Ketika Umar minta izin masuk, wanita-wanita dari suku Quraisy itu segera masuk menutup diri (di balik tabir).
Lalu, Rasulullah Saw mempersilakan Umar untuk masuk.
Ketika Umar masuk, Rasulullah Saw tertawa ringan, sehingga Umar bertanya, “Demi ayah dan ibuku, apakah gerangan yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?”
“Aku heran dengan mereka yang tadi berada di sampingku, ketika mendengar suaramu datang, mereka langsung bergegas menutup diri,” jawab Rasulullah Saw.
“Seharusnya, engkaulah yang lebih patut disegani mereka, wahai Rasulullah,” kata Umar.
Langsung, Umar menghadap ke arah para perempuan itu, dan berkata, “Hai perempuan yang tidak tahu diri, bagaimana kamu bisa takut kepadaku, tetapi tidak takut kepada Rasulullah Saw.?”
“Karena engkau memang lebih keras dan lebih kaku daripada Rasulullah Saw.,” jawab para perempuan tersebut. (Shahih al-Bukhari).
Dalam kisah hadis tersebut, seperti dikutip dalam buku 60 Hadis Shahih karya Faqihuddin Abdul Kodir menegasakan betapa jelas, Nabi Muhammad Saw memberikan kesempatan kepada para perempuan untuk berbicara.
Bahkan, menurut Kang Faqih, mereka menuntut dengan suara lantang sekalipun. Nabi Muhammad Saw tidak menghardik, melecehkan, apalagi merendahkan.
“Beliau tersenyum, serta menghadapi mereka dengan lembut dan tenang,” tulis Kang Faqih.
“Seperti dinyatakan dalam teks tersebut, para perempuan yang ada di samping Nabi Muhammad Saw justru merasa nyaman menyatakan pendapat, menyuarakan ide dan gagasan, bertanya, dan bahkan membuat tuntutan pada beliau,” tambahnya.
Kondisi kenyamanan ini, kata Kang Faqih, sangat penting bagi perempuan sebagai bentuk penghargaan, penghormatan, dan apresiasi atas eksistensi mereka.
“Ketika banyak suami menundukkan istri dengan janji surga dan ancaman neraka, Nabi Muhammad Saw justru membiarkan diri baginda untuk dituntut perempuan dengan suara mereka yang lantang,” lanjutnya.
“Karena itu, hal yang diperlukan darinya adalah menahan diri dan memberi kesempatan kepada perempuan,” tukasnya.