Mubadalah.id – Bersyukur adalah sebuah kata yang ringan dan acap kali diucapkan oleh kebanyakan kalangan masyarakat. Kata tersebut memang mudah untuk diucapkan, akan tetapi dibalik ringannya kata syukur terdapat sebuah makna yang sangat mendalam dalam pelaksanaannya. Syukur sendiri diambil dari mashdar kata kerja syakara-yasykuru-syukran yang dapat diartikan berterima kasih, bersyukur, membalas. Sedangkan menurut kamus Lisan al-Arab As-syukru dapat dimaknai pula mengetahui kebaikan dan menyebarkannya.
Penggunaan makna syukur dalam kehidupan manusia sangatlah beragam, namun biasanya diidentikan dengan sesuatu yang nilainya lebih, tambah, banyak dan berlimpah. Jika syukur dikaitkan dengan hewan maka yang dimaksud adalah hewan yang kuat, artinya hewan tersebut bersyukur meski makanan yang dimakan hanya sedikit. Konsep makna syukur sudah dikenal sejak masa pra-Islam lewat syair-syair Arab Jahiliyah. Seperti salah satu syair Zuhair Bin Abi Sulami
“ Tidak akan menarik senjatanya kembali seorang muslim untuk mundur dari tempatnya. Maka tidak ada yang melakukan hal itu kecuali seorang pengecut. Maka kamu memiliki kenikmatan yang sangat sempurna. Wahai yang mendapat nikmat, sempurnakanlah nikmat itu dan syukurilah, sekali pun musuh terkadang mengalahkan kebenaran dengan kebatilannya. Maka kamu harus membela kebenaran dengan perkataan yang benar. “[1]
Redaksi syair diatas secara eksplisit menggambarkan hubungan antara syukur dengan kenikmatan, dimana menceritakan tentang seseorang yang berusaha mengalahkan kebatilan atau kejahatan. Maka ketika seseorang itu berhasil mengalahkan kebatilan atau kejahatan ,seakan-akan ia mendapatkan kenikmatan yang sempurna yang mesti untuk disyukuri.
Setelah masa Jahiliyah hilang, Konsep makna syukur justru semakin luas kaitannya. Dalam Al-qur’an sendiri syukur seringkali direlasikan dengan istilah-istilah lainnya yang menjadikan sebab manusia bersyukur pada Allah. seperti contoh
- Hubungan syukur dan rezeki (Q.S Al-‘Ankabut ayat 17)
﴿ اِنَّمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَوْثَانًا وَّتَخْلُقُوْنَ اِفْكًا ۗاِنَّ الَّذِيْنَ تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَا يَمْلِكُوْنَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوْا عِنْدَ اللّٰهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوْهُ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ١٧ ﴾
Artinya “ Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah hanyalah berhala-berhala dan kamu membuat kebohongan. Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah tidak mampu memberikan rezeki kepadamu. Maka, mintalah rezeki dari sisi Allah, sembahlah Dia, dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya kamu akan dikembalikan ”
- Hubungan syukur dan berbakti kepada orang tua (Q.S Lukman ayat 14 )
﴿ وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ ١٤ ﴾
Artinya “ Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.598) (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.”
- Hubungan syukur dan kesuksesan ( Q.S Ibrahim ayat 7 )
﴿ وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧ ﴾
Artinya (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.”
- Hubungan syukur dan ketauhidan ( Q.S An-Naml ayat 19 )
﴿ فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ ١٩ ﴾
Artinya “ Dia (Sulaiman) tersenyum seraya tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku (ilham dan kemampuan) untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk tetap mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai. (Aku memohon pula) masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”
Jika dicermati lebih mendalam dari beberapa contoh diatas, maka kita akan menemukan relasi makna syukur yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Pertama penyebab yang menjadikan manusia bersyukur, bisa berupa mendapat kenikmatan atau rezeki.
Kedua, wujud nyata dari rasa syukur, dapat diimplementasikan melalui berbakti kepada orang tua. Ketiga, jawaban kebaikan bagi manusia yang melakukan syukur kepada Allah, yakni dengan ditambahkan nikmatnya. Keempat, jawaban bagi manusia yang enggan melakukan syukur kepada Allah adalah dengan ancaman azab yang sangat pedih.
Memang terdapat beragam faktor relasi yang mempengaruhi manusia untuk bersyukur kepada Allah, diantaranya seperti yang telah disebutkan di atas. Tetapi secara lebih jauh, syukur mengajak kita untuk lebih menghargai dan merawat apa yang kita miliki sekarang dan selalu merasa cukup atas apa yang telah Allah berikan kepada kita. Syukur ini sangatlah penting, sebab membawa dampak kemanfaatan untuk sekitar serta menjadi daya tarik tersendiri untuk mendatangkan berbagai macam kebaikan lainnya. []
[1] Abdurrahman Al-Mustawil. Diwan Zuhair bin Abi Sulami ( Beirut : Dar Maerefah, 2004 ), hm. 35