Mubadalah.id – Istilah Ta’aruf, atau saling mengenal satu sama lain, yang dianjurkan al-Qur’an kepada kita, segenap manusia, yang berebeda suku dan bangsa, basisnya adalah pengakuan, pengetahuan, dan kesepakatan antar berbagai pihak.
Demikian dinyatakan Tuan Guru Bajang (TGB), Dr. KH. Muhammad Zainul Majdi, Ketua Organisasi Internasional Alumni al-Azhar Cabang Indonesia, dalam ceramah Nuzulul Qur’an 1440 H, di Istana Negara, Selasa, 21 Mei 2019.
Kata ‘ta’aruf’ dalam bahasa Arab itu tidak sekedar saling tahu dan mengenal semata, tetapi juga memiliki makna dari tiga kata yang satu akar yang sama dengan kata ta’aruf.
Pertama, i’tiraf, bahwa saling mengenal itu harus dilandasi “pengakuan, rekognisi, dan apresiasi”. Perbedaan-perbedaan kita, baik ras, suku, bangsa, bahasa, maupuan keyakinan, atau yang lain, tidak mungkin menjadi basis “saling mengenal” satu sama lain, jika tidak dilandasi atas sikap “saling mengakui, rekognisi dan, apresiasi” satu sama lain.
Kedua, al-ma’rifah wa al-‘irfan, atau pengetahuan dan kebijaksanaan. Bahwa “saling mengenal” satu sama lain itu, dimaksudkan untuk bertukar dan memajukan pengetahuan dan kebijaksanaan dalam mengelola kehidupuan bersama, untuk kebaikan bersama.
Ketiga, al-‘urf, atau tradisi baik dan kesepakatan-kesepakatan sosial. Bahwa “saling mengenal” satu sama lain itu, juga arahnya untuk mencari kesepakatan-kesepakatan bersama, sehingga bisa menjadi tradisi baik yang bisa menjaga persatuan dan keharmonisan sosial, untuk memelihara kebaikan hidup secara bersama.
Demikianlah, tafsir konsep “ta’aruf”, atau saling mengenal antara berbagai suku dan bangsa, yang disebutkan dalam al-Qur’an Surat al-Hujuran (49: 13), seperti yang dijelaskan TGB, pakar tafsir lulusan Al-Azhar Cairo Mesir.