Mubadalah.id – Nabi Muhammad Saw telah memberikan banyak teladan kepada kita seluruh umat Islam, termasuk perintah shalat berjamaah di masjid. Tidak hanya untuk laki-laki, perintah shalat berjamaah di masjid untuk perempuan juga merupakan salah satu anjuran yang pernah diperintahkan oleh Nabi Muhammad Saw. Nah berikut 2 hikmah perempuan shalat berjamaah di masjid untuk perempuan.
Dalil Perintah Perempuan Shalat Berjamaah di Masjid
Perintah bahwa suami harus shalat berjamaah di masjid untuk laki-laki dan perempuan itu merujuk pada salah satu hadis dari Shahih Bukhari.
Isi hadis tersebut sebagai berikut, Urwah bin Zubair Ra meriwayatkan bahwa Aisyah Ra bercerita, “Kami para perempuan mukmin biasa hadir mengikuti Rasulullah Saw shalat Subuh dengan pakaian wol kami. Kami akan bergegas pulang ke rumah masing-masing setelah selesai menunaikan shalat. Karena masih pagi buta dan gelap, seseorang masih belum bisa mengenali kami.” (Shahih al-Bukhari).
Teks ini, menurut Faqihuddin Abdul Kodir, menambah catatan mengenai aktivitas perempuan yang selalu shalat berjamaah di subuh hari. Sesuatu yang dilupakan banyak pihak, bahwa shalat berjamaah di masjid untuk perempuan itu justru pernah disabdakan Nabi Muhammad Saw.
Bahkan, kata Kang Faqih, tidak sedikit yang mencoba menghilangkan tradisi ini dengan melarang mereka datang, masuk, dan berkumpul di masjid.
“Betapa mulia para perempuan itu, yang keluar beribadah justru ketika sebagian besar orang masih memilih tidur di rumah atau sibuk mengurus rumah tangga,” tulis Kang Faqih.
Lebih lanjut, Kang Faqih menyampaikan, catatan hadits ini, menunjukkan dua hal penting.
Pertama, shalat berjamaah itu pada prinsipnya adalah baik di mata Islam bagi laki-laki dan perempuan.
Untuk itu, kata dia, tidak bisa dikatakan bahwa berjamaah hanyalah baik bagi laki-laki, sementara perempuan dianggap lebih baik shalat di rumah. Apalagi jika dikatakan bahwa shalat perempuan di tempat yang paling tersembunyi dianggap lebih baik agar lebih khusyuk dan tidak diganggu atau mengganggu orang lain.
“Manfaat shalat berjamaah, baik dari sisi pahala, penguatan spiritual, maupun peningkatan pengetahuan, tidak boleh hanya dikhususkan bagi laki-laki. Karena secara prinsip, Islam diperuntukkan bagi laki-laki dan perempuan,” jelasnya.
Kedua, kehadiran seseorang untuk bersosialisasi dengan masyarakat, melalui shalat berjamaah dan yang lainnya, adalah baik untuk perkembangannya secara psikologis dan sosial.
Seringkali, lanjutnya, di tempat-tempat publik dilakukan musyawarah bersama, kesepakatan-kesepakatan, atau penyediaan layananlayanan tertentu, bahkan pembagian-pembagian bantuan ekonomi.
“Mengucilkan perempuan di dalam rumah berarti menjauhkan mereka dari segala manfaat penguatan psikologi dan sosial tersebut. Ini tentu saja bertentangan dengan kemaslahatan Islam yang bersifat universal,” tegasnya.
“Sekali lagi, karena Islam adalah agama untuk laki-laki dan perempuan, maka semua kemaslahatan publik yang dianjurkan Islam, juga seharusnya diterima dan dirasakan oleh keduanya. Bukan salah satunya saja,” tukasnya. (Rul)