Mubadalah.id – Ajaran stoisisme merupakan salah satu aliran filsafat yang mengajarkan bagaimana kita sebagai manusia mampu mengelola, beradaptasi dari mental dan emosi dengan lebih tangguh dan bijak menjalani hidup.
Segala nilai dan konsep dari mazhab stoisisme dinilai cukup relevan dan begitu eksis dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari di zaman serba modern ini untuk berbagai kalangan umur dan tentunya tidak bertentangan dengan norma, nilai agama, dan paham yang telah mapan menjalar di komunitas.
Meskipun aliran filsafat ajaran stoisisme ini terbilang sangat tua karena didirikan di awal abad ke-3 SM oleh Zeno dan dikembangkan oleh filsuf stoa lain seperti Marcus Aurelius, Epictetus, dan Seneca. Kita dengan mudahnya dapat memahami ajaran stoisisme ini dengan mudah dan santai karena sangat realistis dengan kehidupan.
Tidak dipungkiri setiap orang pasti berpengalaman kaitannya dengan mental dan emosi ketika berhubungan sosial dengan orang lain dan dampak yang dijalani dari perilaku sehari-harinya dengan alam.
Ajaran stoisisme mengajarkan kepada kita untuk “hidup selaras dengan alam” (in accordance with nature). Artinya, bukan hanya tentang cara, solusi atau dampak menghadapi perubahan lingkungan hidup saja. Tetapi kita diajak untuk lebih menyadari bahwa kita hidup dengan menggunakan nalar secara beriringan dalam meraih kebahagiaan saat hidup bersosial, menerima keberadaan dan nasib kita sebagai bagian dari semesta, serta mau beradaptasi dengan apa yang terjadi dengan alam sejauh yang dapat kita kontrol tapi tidak untuk merubahnya.
Ajaran Stoisisme dalam Hablum Minannas
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam berhubungan baik dengan pamannya Abu Thalib yang non muslim. Tak pernah sekalipun berperilaku tak pantas, Nabi sendiri selalu bersikap hormat padanya. Begitu juga sebaliknya, Abu Thalib pun berperilaku baik pada nabi, beliau kerap mendukung dan memberi perlindungan pada nabi semampunya.
Dari sikap Nabi dan pamannya, kita dapat belajar bahwa kita harus belajar untuk tetap berperilaku baik pada orang lain dan jangan sampai mengisolasi diri. Mazhab stoisisme mengingatkan kita untuk selalu menjaga hubungan sosial (hablum minannas) dengan menjaga kerukunan dan silaturahmi.
Terkadang beberapa pengalaman berhubungan kepada orang lain membuat kita terprovokasi sehingga memancing emosi negatif muncul dan berdampak negatif pada hubungan sosial kita.
Kembali pada hidup selaras dengan alam, bagaimana kita menggunakan nalar kita untuk berpikir apa penyebab ketika mudah terpancing dari perilaku dan penilaian orang lain. Kita perlu menyadari bahwa diri sendiri yang bertanggung jawab jika merasa tersinggung, marah, dan bukan orang lain. Pun menyadari dengan kerendahan hati dan tidak sempurnanya kita juga dapat menjadi penyeimbang.
Orang Jepang terkenal dengan kebiasaan hidupnya yang baik dengan menciptakan ikigai (alasan menemukan makna hidup), salah satunya dengan selalu tersenyum dan bersikap ramah pada orang lain, tidak mengisolasi diri sampai hari tua tapi menciptakan koneksi pada dunia mereka sendiri menjadi salah satu tips berumur panjang dan berdampak baik pada kesehatan.
Meskipun beberapa permasalahan hubungan sosial yang ada seperti relasi pertemanan palsu yang malah terbentuk akhirnya berdampak buruk dan dapat kita hindari dengan menjaga kualitas bersosial kita dengan lingkungan sekitar yang lebih baik. Maka, ajaran stoisisme memperkukuh hablum minannas, dan kita bisa mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ajaran Stoisisme dalam Hablum Minal Alam
Hidup berhubungan dengan alam menjadi ikhtiar yang tak lepas dari makhluk hidup untuk tetap bertahan. Maka dari itu, adanya keterkaitan dan kesinambungan erat menjadi daur yang terus berulang demi keberlangsungan hari demi hari. Konsep hidup selaras dengan alam dari ajaran stoisisme menuntut kita menyadari adanya keterkaitan (interconnectedness) di kehidupan ini.
Semua peristiwa yang ada dalam dunia ini adalah hasil rantai peristiwa yang panjang. Seperti kemunculan Covid-19 yang sampai saat ini melanda dunia, banyak sekali pendapat ahli yang mengemukakan asal muasal penyebab tapi kita tak jarang terjebak dengan kebenarannya. Virus yang terus bermutasi muncul dari keterkaitan asal dengan virus sebelumnya. Maka sadar akan keterkaitan segala hal di alam ini membantu kita mengerti dan lebih menerima mengapa pandemi bisa terjadi.
Fenomena yang tak kalah mencengangkan juga hadir dari berita kerusakan iklim yang bertebaran mengabarkan dampak buruk bisa kapan saja terjadi menerpa kita dan lagi-lagi berasal dari mata rantai peristiwa yang sedang dan telah terjadi. Maka alih-alih merenunginya, ajaran stoisisme mengajarkan kita untuk tidak hanya meratapi segala peristiwa tapi mencari solusi yang bisa kita lakukan untuk mengurangi dan mencegah segala hal buruk akan terjadi pada diri.
Begitu banyak rentetan peristiwa yang terjadi, ajaran stoisisme menganggap bahwa pandemi dan peristiwa alam lainnya adalah hal yang terjadi di luar kendali manusia. Perspektif stoa mengatakan peristiwa alam adalah hal yang netral terjadi dan menjadi bagian dari kehidupan dan sejarah manusia.
Maka, konsep memahami hidup selaras dengan alam menyadarkan kita bahwa sebagai makhluk hidup bernalar adalah keharusan kita belajar untuk menerima apa yang sedang terjadi, dalam halnya nasib karena segala kejadian merupakan rentetan dari perlakuan kita dan kejadian sebelumnya hingga akhirnya mendorong untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan yang ada. []