Mubadalah.id – Ada banyak sosok individu yang secara natural menjadi magnet dalam hal percintaan, memiliki banyak penggemar, banyak yang menyukai sehingga tidak susah dapat jodoh dalam usaha menjalin hubungan dengan lawan jenis. Tidak bingung dalam mencari jodoh.
Namun, ada juga yang sama sekali tidak pernah memiliki pengalaman kedekatan dengan siapapun dalam hidupnya. Hal itu membuat frustasi, bukan? Seperti yang dialami salah satu temanku yang kini telah berusia 35 tahun dan belum dipertemukan dengan orang yang tepat dalam hidupnya.
Bukan hanya itu, ia bahkan belum pernah menjalin hubungan dekat dengan siapapun apalagi sampai berkomitmen. Sehingga ia merasa susah dapat jodoh.
Di sela-sela kesibukannya mengajar, dia sering menyempatkan waktu untuk menumpahkan keluh kesahnya. Merasa insecure, menganggap diri tidak berarti, tidak menarik, tidak berharga. Ditambah tekanan dan berbagai komentar yang tidak enak terdengar dari orang terdekat, menambah rasa tidak percaya diri dan rasa minder.
Ketika teman-teman seusianya telah memiliki dua hingga tiga anak, ia masih sendirian. Bahkan tak jarang ada yang menghakimi bahwa semua terjadi karena ia terlalu pemilih dan memiliki standar yang terlalu tinggi sehingga susah dapat jodoh.
Jika kita tidak bisa menyaring semua pernyataan orang lain dengan hati yang tenang, tentu akan berdampak buruk bagi kondisi mental. Ucapan orang lain tidak bisa kita kontrol, tapi kita memiliki hak untuk menerima atau menolak ucapan atau pendapat tersebut.
Tak Perlu Insecure Ketika Jodoh Belum Mendekat
Tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang sepenuhnya terbebas dari cela. Jika Tuhan memberi kita kekurangan di satu hal, pasti Dia akan melebihkan kita di hal lain. Begitupun sebaliknya. Jadi tidak perlu merasa insecure ataupun sedih apabila belum ada seorangpun yang mendekat.
Faktor utama yang seringkali menjadi penyebab seseorang mudah disukai adalah alasan fisik. Ya, karena tampilan fisik adalah hal pertama yang paling mudah untuk dinilai. Ada pepatah yang mengatakan bahwa cinta datang lewat mata, lalu turun ke hati.
Dari pepatah itu bisa kita pahami bahwa tampilan fisik merupakan gerbang awal terbukanya rasa ketertarikan. Namun, tidak serta merta pula seseorang akan langsung jatuh cinta dan memutuskan untuk menjalin hubungan serius dengan orang lain hanya karena tampilan fisik semata.
Karena dalam menjalin hubungan, dimanapun, kesesuaian visi misi hidup juga sangat penting. Bagaimanapun menariknya tampilan fisik kita, jika tidak ditunjang dengan kualitas pribadi yang baik, tidak akan bisa membuahkan hubungan yang berhasil.
Introspeksi Lebih Baik Ketika Merasa Susah Dapat Jodoh
Setiap manusia punya kekurangan dan kelebihan. Tidak ada manusia yang sempurna. Dalam konteks menjalin hubungan interpersonal, kita pasti punya sisi-sisi manusiawi yang barangkali tidak orang lain tidak suka. Dalam kaitannya dengan upaya menjalin relasi dan komitmen bersama lawan jenis, kita perlu refleksi ke dalam diri. Barangkali kita memiliki beberapa sikap yang perlu peningkatan kualitas agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Dalam berhubungan dengan siapapun, dalam rangka berteman atau berta’aruf, kita pasti merasa senang berteman dengan orang yang punya sikap humble, mau menjadi pendengar yang baik, lembut dan tidak mudah menghakimi. Demikian dalam hal menjalin relasi percintaan. Karena tujuan utamanya adalah berumahtangga, menjadi partner hidup, tentu siapapun menginginkan memiliki pasangan yang bisa kita ajak bertukar pikiran dan saling pengertian.
Dalam hal ini kita perlu meneliti ke dalam diri, barangkali kita punya kekurangan dalam hal sikap. Barangkali ketika berhadapan dengan calon pasangan, kita cenderung menunjukkan sikap defensif, jutek, kurang mau mendengarkan, atau justru terlalu agresif dan lain sebagainya.
Sikap defensif, jutek, judes, tentu harus kita sadari untuk kita ubah. Mengubah sikap bukan berarti kita tidak menjadi diri sendiri, atau menghilangkan kecenderungan bawaan pribadi. Dalam hidup ini, jika disuruh memilih antara bersikap ramah dan judes, tentu kita lebih memilih bersikap ramah, karena sikap tersebut lebih indah.
Jika bisa ramah, kenapa kita harus judes? Apalagi jika kita bersikap judes tanpa alasan yang jelas. Sesekali bersikap judes masih bisa kita maklumi jika suatu kali kita sedang tertimpa banyak masalah dan stress, kita punya alasan yang jelas untuk bersikap defensif.
Punya Pasangan Idaman Hak Setiap Orang
Siapapun pasti menginginkan memiliki pasangan yang punya perangai halus, lembut dan pengertian, karena kelak ia akan menjadi ibu atau ayah bagi anak-anak yang mereka miliki, yang tentu membutuhkan sikap-sikap semacam itu. Jadi alangkah penting jika kita mau menelisik ke dalam diri, apakah kita termasuk orang yang memiliki sifat defensif yang menjadi kebiasaan atau defensif yang wajar.
Selain bersikap defensif, sikap tidak mau mendengarkan juga merupakan salah satu sikap yang siapapun akan kurang nyaman. Karena setiap menusia ingin memiliki teman yang bisa kita ajak berbagi keluh kesah untuk meringankan beban pikiran. Sama-sama menjadi tempat “bersandar”.
Jika kita kurang berempati dan menganggap kerumitan berpikir seseorang dalam menghadapi masalah kehidupan sebagai hal yang tidak penting, kita akan menjadi orang yang malas mendengarkan dan bersikap setengah hati pada orang lain. Tentu orang lain akan berpikir dua kali untuk melanjutkan kedekatan.
Setiap manusia punya standar dan kemampuan menyelesaikan masalah yang berbeda-beda. Jika bagi kita suatu hal terlihat sepele, bisa jadi bagi yang lainnya merupakan masalah yang berat dan rumit. Mendengarkan keluh kesah seseorang dengan sabar dan penuh pengertian akan meningkatkan rasa ketertarikan siapapun kepada kita. Jika belum terbiasa, kita bisa berlatih. Pembentukan kepribadian memang harus melalui proses latihan.
Bangkit dan Belajar
Belum ada yang mendekatimu, bukan berarti kamu susah dapat jodoh, dan tidak berharga. Kamu adalah mutiara, yang sementara ini belum sempat bertemu dengan orang yang mampu melihat nilai dirimu. Di luar sana, jodohmu juga sedang sama-sama mengembara mencari-cari.
Sembari menunggu waktu mempertemukan, sembari sibuk menanti dia, alangkah baik jika waktu yang kita miliki ini kita gunakan untuk meningkatkan kualitas diri dan berfokus pada hal produktif. Jika suatu saat nanti waktunya tiba, kita telah berada dalam kondisi yang lebih prima dan siap.
Sebagai refleksi dan bahan belajar, kita bisa menambahkan daftar bacaan yang dapat membantu melembutkan jiwa, karena cinta condong kepada hal-hal yang indah dan lembut. Buku-buku seperti karya sastra akan sangat membantu. Sebab di dalam novel, misalnya, terdapat contoh kisah-kisah cinta yang sangat lembut, kita bisa belajar dari para tokoh cara berbicara dan bersikap.
Membaca puisi juga akan membantu kita melakukan abstraksi romantis yang nanti bisa menambah wawasan kosakata, menambah diksi dan melatih kita dalam berkata-kata yang indah. Karena kadang cinta juga berawal dari kata yang indah kemudian turun ke hati.
Tidak ada usaha yang akan mendapat hasil secara instan. Proses belajar harus berlangsung terus-menerus. Meningkatkan kebaikan dalam diri adalah tugas setiap manusia setiap harinya. Semoga kita bisa melakukannya dengan bahagia, dalam rangka mencapai keseimbangan hidup dunia-akhirat. []