Mubadalah.id – Pemulihan ekonomi hijau atau green economy recovery banyak negara yang mengadopsi. Tujuannya adalah untuk mempercepat perubahan struktural menuju pembangunan rendah karbon. Faktanya, berdasarkan laporan dari Vivid Economics, Indonesia belum dianggap serius dalam mengatasi pemulihan ekonomi dengan pembangunan berkelanjutan. Salah satu strategi yang mungkin bisa adalah dengan memaksimalkan kearifan lokal.
Dalam laporannya pada Juni 2021, Indonesia masuk ke dalam negara dengan kinerja buruk dan menempati posisi ke-6 (enam). Terbawah dari total 30 negara bersama dengan negara lain. Seperti Rusia, Turki, Singapura, Arab Saudi, dan Filipina (Vivid Economics, 2021). Sama seperti ke lima negara tersebut, rencana stimulus ekonomi masih mendukung industri dengan intensitas karbon tinggi. Ini berpotensi untuk merusak lingkungan dan melakukan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan.
Selain mendukung pembangunan berkelanjutan, pemulihan ekonomi yang ramah lingkungan dan inklusif berpeluang menciptakan lapangan pekerjaan. Memperbanyak lapangan pekerjaan ramah lingkungan akan semakin mempercepat terciptanya perekonomian yang rendah karbon dan berkelanjutan. Tidak hanya memberikan dampak bagi lingkungan, green jobs juga memberikan kesempatan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak secara adil dan inklusif.
Menunggu Komitmen Negara Melakukan Skema Green Economy
Negara yang berkomitmen untuk melakukan pemulihan ekonomi dengan skema Green Economy di antaranya, Denmark yang menunjukkan keseriusan dan komitmennya dalam perubahan iklim. Lebih dari 100 juta US telah dialokasikan untuk pengurangan polusi, 83 juta US untuk mempromosikan mobilitas hijau melalui bicycle fund, serta 480 juta US untuk penghentian bertahap boiler gas.
Korea Selatan menggagas program Green New Deal sebagai salah satu strategi nasional untuk mengatasi krisis ekonomi dan menjawab tantangan perubahan iklim serta lingkungan. Program tersebut juga bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan ramah lingkungan sebesar 659.000 pekerjaan selama 5 tahun (2020-2025) dengan alokasi anggaran sebesar USD 61 miliar.
Di Uni Eropa, sejak awal pandemi covid-19 melalui program Green Deal, telah menganggarkan alokasi-alokasi pendanaan. 7,5 miliar Euro (8,3 miliar US) dianggarkan untuk pembangunan desa dalam mendukung dekarbonisasi sektor pertanian. Alokasi anggaran juga mereka siapkan untuk efisiensi energi, green heating serta sirkular ekonomi. 10 miliar Euro (11 miliar US) untuk infrastruktur berkelanjutan seperti energi terbarukan, energi storage, green hydrogen, baterai, dan carbon capture storage.
Praktik Kearifan Lokal di Indonesia
Sebenarnya di Indonesia, kita telah mengenal kearifan lokal dalam mengantisipasi perubahan iklim global yang sudah kita kenal sejak turun-temurun oleh masyarakat adat di setiap daerah di Indonesia. Setiap budaya Indonesia mempunyai kearifan lokal dalam mengelola alam.
Ada keyakinan bahwa apa yang kita lakukan sekarang akan berpengaruh pada kehidupan generasi mendatang. Kelompok masyarakat adat telah menggunakan pengetahuan tradisional mereka sejak dulu untuk menghadapi dampak dari perubahan iklim. Saya sangat meyakini banyak kearifan lokal masyarakat adat yang bisa kita tiru untuk mencegah krisis iklim global semakin parah.
Di bagian Timur Indonesia ada budaya Sasi untuk menjaga alam dan membuat alam memiliki waktu untuk memulihkan diri. Sasi merupakan hukum adat yang melarang pengambilan hasil sumber daya alam tertentu di wilayah adat, baik hasil pertanian maupun hasil kelautan sebelum penentuan waktunya. Hal ini sebagai wujud pelestarian alam dan menjaga populasi.
Masyarakat di Desa Sungai Utik, Kalimantan Barat yang hidup dikelilingi hutan seluas 10.000 hektar menganggap hutan adalah bapak, tanah adalah ibu, sementara air adalah darah, sehingga perlu dijaga dari segala ancaman kerusakan. Melalui tata cara adat, Kepala Desa memastikan penduduk desanya memahami dan turut serta melindungi serta melestarikan hutan.
Sedangkan di Temanggung, Jawa Tengah para petani melakukan kegiatan agroforestry yang memadukan tanaman tembakau dengan kopi arabika dan pohon suren yang tidak hanya memberikan nilai tambah secara ekonomi bagi masyarakat, tetapi juga berdampak positif pada kelestarian lingkungan dengan terkendalinya erosi dan perbaikan struktur tanah.
Dampak Perubahan Iklim itu Nyata
Menurut data fossilfree.id, perubahan iklim itu nyata, meningkatnya emisi CO2 di atmosfer akibat pembakaran energi fosil menimbulkan dampak perubahan iklim. Habitat hidup terancam, ribuan jiwa menjadi korban. Polusi membuat sesak napas, pembangkit listrik batubara menimbulkan dampak Kesehatan dan lingkungan. Pembakaran dari energi fosil mengakibatkan 57% emisi global. Menurut data 350.org. bencana terus melanda, pemanasan global telah mengakibatkan dampak yang menghancurkan di seluruh bumi.
Banjir, kekeringan dan cuaca panas terjadi di banyak tempat. Akibatnya bumi semakin panas, saat ini suhu rata-rata global tahunan adalah sekitar 1° Celcius lebih panas dari biasanya. Kini kita sudah masuk ke setidaknya 0,5° lebih panas menurut data Indeks Suhu Global, 1880-2016 – NASA.
Fakta mengenai krisis iklim dapat kita identifikasi melalui (1) semakin panasnya suhu udara akibat dari kenaikan satu derajat celcius yang kesannya tidak terdengar seperti suatu peningkatan suhu yang besar. Akan tetapi hal ini membedakan hidup dan mati ribuan orang. Iklim bumi itu sangat rumit bahkan sedikit peningkatan suhu rata-rata dunia akan berakibat besar dengan banyaknya efek samping yang sangat berbahaya.
(2) semakin memburuk akibat hasil produksi gabah global telah menurun sebesar 10%. Hal ini akibat dari gelombang panas dan banjir yang disebabkan oleh perubahan iklim. Sehingga mengakibatkan bencana kelaparan dan pengungsian. (3) semakin sesak dengan fakta menunjukkan bahwa karbondioksida tetap aktif di dalam atmosfer lebih lama daripada metana dan gas rumah kaca lainnya.
(4) perubahan iklim itu nyata. Sebab lebih dari 1 juta orang yang tinggal di dekat pesisir terpaksa pindah dari tempat tinggal mereka. Karena peningkatan air laut dan badai hebat, serta perkiraannya jutaan lain akan pindah di tahun mendatang.
Krisis Iklim tidak Bisa Kita Atasi Sendiri
Melihat dari hasil dokumentasi Green Peace Indonesia mengenai dampak krisis iklim yang terjadi di sepanjang pantai utara Jawa, telah membuka mata saya akan daruratnya situasi saat ini. Perubahan lanskap alam yang tragis sudah terjadi di beberapa daerah seperti Gresik, Semarang dan Pekalongan. Gaya hidup masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut berubah karena intensitas bencana alam yang menjadi semakin tinggi dan kian brutal.
Krisis iklim nyatanya adalah perang yang tidak bisa mereka menangkan sendirian. Hanya karena dampaknya belum terjadi di sekitar kita, bukan berarti peristiwa ini dapat kita abaikan. Masalah ini merupakan masalah kita semua, sebagai bagian dari umat manusia dan sebagai warga negara. Jika perubahan tidak segera kita lakukan, Indonesia sebagai salah satu satu negara kepulauan terbesar akan kehilangan pulau-pulau kebanggaannya. []