• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Belajar Kesetaraan Gender Dari Ahmad Syafii Maarif

Menurut Buya Syafii manusia laki-laki ataupun perempuan memiliki akses serta potensi yang sama untuk menuju keparipurnaan diri di hadapan Tuhan

Nuraini Chaniago Nuraini Chaniago
26/10/2022
in Figur
0
Ahmad Syafii Maarif

Ahmad Syafii Maarif

461
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ahmad Syafii Maarif yang acapkali disapa Buya ini merupakan seorang tokoh cendikiawan Muslim Indonesia yang berasal dari Sumpur Kudus Sumatera Barat. Buya Syafii merupakan tokoh bangsa yang bergelar Bapak Moral Bangsa.

Tentu gelar tersebut tak hadir begitu saja, melainkan melalui proses yang panjang dengan berbagai karya-karya serta peranan Buya Syafii terhadap berbagai permasalahan-permasalahan bangsa ini, terutama mengenai nilai-nilai kemanusiaan yang memang menjadi konsen atas perjuangan seorang Syafii Maarif.

Sebagai Muazin Bangsa yang tak lelah menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan di negeri yang penuh dengan berbagai kemajemukan ini, tentu banyak hal yang patut kita contoh dari sosok sepuh satu ini, mulai dari kesederhanaan laku hidupnya.

Kemudian keberaniaan diri Buya untuk mengkritik berbagai hal yang ia anggap tidak sesuai kemerdekaan diri dari apapun. Sehingga Buya menjadi tokoh yang berani mengkritik dan menerima kritik tanpa takut dimusuhi oleh pihak manapun, selagi ia dalam kebenaran. Konsistensi Buya Syafii untuk tidak terlibat dalam dunia politik telah membuat beliau menjadi sosok otentik hingga akhir hayatnya pada mei 2022 lalu.

Tokoh Bangsa

Sebagai seorang tokoh bangsa, tentu sosok Buya Syafii menjadi roh model bagi banyak kalangan. Terutama bagi generasi muda yang akan melanjutkan estapet perjuangan dalam merawat dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini tanpa diskriminasi.

Baca Juga:

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Persoalan Gender dalam Fikih Kesaksian

Wajah Perempuan Bukan Aurat, Tapi Keadilan yang Tak Disuarakan

Bagaimana Gerakan Kesalingan Membebaskan Laki-laki Juga?

Sikap Plural Buya dalam memaknai keberagaman negeri ini telah mengantarkannya sebagai tokoh lintas agama. Ia tak hanya disenangi oleh orang-orang yang seagama. Tetapi juga dari orang-orang yang berbeda agama dengan. Karena bagi Buya persaudaraan atas kemanusiaan itu adalah paling utama.

Buya Syafii tidak pernah mendiskrimansi seseorang berdasarkan suku, agama, etnis, ataupun jenis kelamin, melainkan beliau selalu mengedepankan sikap terbuka dan lapang dada dalam merangkul berbagai perbedaan yang ada dengan menempatkan nilai-nilai kemanusiaan di atas yang lainnya.

Begitupun dengan pandangan Buya perihal kedudukan serta peranan perempuan, baik di ranah domestik maupun publik. Salah satu bukti keberpihakan Buya perihal kesetaraan gender ialah ketika beliau menolak praktik poligami yang sejak lama masyarakat Sumpur Kudus praktikkan.

Pandangan Buya Syafii tentang Kesetaraan

Bagi Buya Syafii, laki-laki ataupun perempuan memiliki kemerdekaan yang sama untuk meraih kesetaraan dengan laki-laki di ruang publik. Karena Al Qur’an mendukung penuh prinsip kesetaraan gender. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Hujurah ayat 13 yang bermakna “Bahwa sesungguhnya yang termulia di antara kamu di sisi Allah adalah kamu yang paling taqwa.”

Menurut Buya Syafii manusia laki-laki ataupun perempuan memiliki akses serta potensi yang sama untuk menuju keparipurnaan diri di hadapan Tuhan. Bagi Buya status antara manusia yang satu dengan yang lainnya tidaklah ditentukan oleh jenis kelaminnya, melainkan amal perbuatannya. Pembelaan Buya Syafii terhadap perempuan bukan serta merta pembelaan kepada jenis kelamin, melainkan pembelaan kepada perempuan sebagai manusia juga hamba Tuhan.

Di samping itu, pembelaan Buya Syafii terhadap perempuan juga sebagai kelompok rentan. Di mana mereka harus melalui berbagai pengalaman biologis yang khas. Yang tentu tidak kaum laki-laki alami. Serta sebagai pembelaan yang telah memposisikan perempuan menjadi terdiskriminasi oleh kultur patriarkis. Serta berbagai kekerasan berbasis gender yang dilayangkan kepada kaum perempuan. Sehingga memang menjadi lebih rentan sebagai korban.

Islam Berpihak pada Keadilan

Bagi Buya Islam ialah sebagai mata air yang senantiasa berpihak kepada rasa adil. Begitupun terhadap kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Tak hanya sekadar teori, Buya Syafii senantiasa mempraktikannya dalam laku kesehariannya. Bagaimana laki-laki dan perempuan harus dipenuhi dengan rasa kesalingan dalam berbagai hal.

Misalkan dalam ranah privat, Buya selalu mengejahwantahkan prinsip kesetaraan tersebut dengan saling berbagi peran dengan sang istri. Walaupun Buya merupakan seorang tokoh terkemuka di Indonesia, beliau tak segan untuk membantu istrinya dalam ranah-ranah privat. Seperti; memasak sendiri masakan kesukaan beliau, membantu istri belanja ke pasar dengan  mengayuh sepeda, menjemur pakaian dan kerja-kerja domestik lainnya yang Buya lakukan dengan rasa ikhlas.

Masih banyak lagi tentunya bentuk-bentuk keberpihakan Buya Syafii terhadap kesetaraan laki-laki dan perempuan yang selalu beliau cerminkan dalam tindakan kesehariannya. Bahkan di awal jabatan Buya sebagai pimpinan Pusat Muhammdiyah. Buya juga mencoba untuk melibatkan perempuan dalam system kepemimpinan perempuan di tubuh Muhammdiyah. Walaupun pada akhirnya usaha Buya tersebut belumlah membuahkan hasil yang ideal secara praktiknya.

Sebagai generasi muda, semoga kita bisa menjadikan Buya sebagai teladan untuk memposisikan semua orang dengan layak dan manusiawi. Jika ada kebijakan-kebijakan ataupun penafsiran-penafsiran perihal kedudukan perempuan yang tidak adil. Maka sudah semestinya menjadi tugas kita bersama untuk meninjau ulang semua kebijakan tersebut. Agar melahirkan kemaslahatan dan kemanusiaan, termasuk nilai-nilai kemanusiaan yang memanusiakan perempuan. []

Tags: Buya Syafi'i Ma'arifGenderkeadilanKesetaraanTokoh Muhammadiyah
Nuraini Chaniago

Nuraini Chaniago

Writer/Duta Damai Sumatera Barat

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Nyai Ratu Junti

Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

17 Mei 2025
Nyi HIndun

Mengenal Nyi Hindun, Potret Ketangguhan Perempuan Pesantren di Cirebon

16 Mei 2025
Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

9 Mei 2025
Rasuna Said

Meneladani Rasuna Said di Tengah Krisis Makna Pendidikan

5 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version